Tuesday, March 24, 2009

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY DIPLEGIA SPASTIK

BAB I

PENDAHULUAN

Strategi kebijaksanaan pemerintah menuju Indonesia sehat 2010 menitikberatkan pada aspek promotif dan preventif tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif. Fisioterapi sebagai salah satu pelaksana pelayanan kesehatan berperan aktif dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi pemeliharaan dan pemulihan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien sehingga dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri. Peran serta fisioterapi dalam mensukseskan 2010 yaitu dengan mengetahui permasalahan kesehatan yang terjadi saat ini sehingga dapat berperan dan berfungsi dalam mempromosikan dan memberikan upaya-upaya pencegahan dalam menghadapi permasalahan kesehatan yang terjadi dimasyarakat Untuk dapat mewujudkan visi Indonesia sehat 2010, ditetapkan empat misi kesehatan sebagai berikut (1) menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, (2) mendorong masyarakat untuk hidup sehat secara mandiri, (3) memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan terjangkau, (4) memelihara dan meningkatkan kesehatan individu keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.



.A.Latar belakang

Layanan kesehatan pada anak perlu dilakukan sedini mungkin pada setiap tahapan yang dilalui anak sejak di dalam kandungan sampai dengan anak tumbuh dan berkembang, sehingga dapat dilakukan deteksi sedini mungkin apabila terjadi gangguan pada tahap-tahap tersebut. Sangatlah penting memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan sampai dengan pada awal masa kanak-kanak, mengingat bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa dan negara.
Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi keberhasilan tumbuh kembang anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak tersebut adalah kematangan sistem saraf, mulai dari otak sampai dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak sejak dari dalam kandungan hingga masa tumbuh kembang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bersifat positif dan negatif. Pada kondisi cerebral palsy (CP) mendapatkan pengaruh yang negatif, sehingga mengakibatkan gangguan perkembangan susunan saraf pusatnya (Ref.....). Pada umumnya kerusakan yang terjadi pada kondisi CP terdapat pada korteks serebri, ganglia basalis dan serebellum (Ref...) Kelainan yang disebabkan oleh kerusakan tersebut bersifat non progresif.
American Academy for Cerebral palsy mengemukakan klasifikasi gambaran klinis CP sebagai berikut: klasifkasi neuromotorik yaitu, spastic, atetosis, rigiditas, ataxia, tremor dan mixed. Klasifikasi distribusi topografi keterlibatan neuromotorik: diplegia, hemiplegia, triplegia dan quadriplegia yang pada masing-masing dengan tipe spastik (Sunusi dan Nara, 2007). Pada kasus CP spastik diplegia, kelainan pada anggota gerak bawah lebih berat dari pada anggota gerak atas (Ref......).
Permasalahan umum yang timbul pada kondisi CP spastik diplegi adalah peningkatan tonus otot-otot postur karena adanya sepastisitas yang akan berpengaruh pada kontrol gerak. Abnormalitas tonus postural akan mengakibatkan gangguan postur tubuh, kontrol gerak, keseimbangan dan koordinasi gerak yang akan berpotensi terganggunya aktifitas fungsional sehari-hari. Apabila kondisi tersebut tidak mendapatkan intervensí yang sesuai dan adek uat akan berpotensi timbulnya deformitas berupa kontraktur otot dan kekakuan sendi, yang akan semakin memperburuk postur tubuh dan pola jalan.
B.Rumusan Masalah

Berdasarkan problematika pada kondisi CP sapstik diplegia dapat diambil suatu pembatasan dengan beberapa rumusan sebagai berikut (1) apakah latihan mobilisasi trunk dapat mengurangi abnormalitas tonus postural pada kondisi CP spastik diplegia? (2) untuk mengetahui manfaat streching dan latihan gerak aktif untuk mencegah kontraktur pada kondisi CP spastik diplegia (3) untuk mengetahui manfaat latihan berjalan terhadap pola jalan pada kondisi CP spastik diplegia.


C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari karya tulis ilmiah ini adalah (1) Untuk mengetahui manfaat latihan pada mobilisasi trunk terhadap penurunan abnormalitas tonus postural pada kondisi CP spastik diplegia (2) Untuk mengetahui manfaat streching dan latihan gerak aktif untuk mencegah kontraktur pada kondisi CP spastik diplegia (3) Mengetahui manfaat latihan berjalan terhadap perbaikan pola jalan pada kondisi CP spastik diplegia.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Deskripsi Kasus

1. Anatomi Fungsional
a. Anatomi dan fisiologi otak
Otak merupakan bagian pertama dari sistem saraf pusat yang mengalami perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningen) dan berada di dalam rongga tulang tengkorak. Pembagian otak terdiri dari cortex cerebri, ganglion basalis, thalamus, serta hipothalamus (Chusid, 1993).
Cortex cerebri secara mudah dapat dianggap terdiri atas dua tipe, yaitu Allocortex dan Isocortex.Allocortex ditemukan predominan pada rhinenchepalon atau pada bagian-bagian yang berhubungan dengan fungsi pembau.Isocortex (Neocortex) merupakan tipe yang lebih sering dijumpai pada sebagian besar hemisperium cerebri (Chusid,1993).
Cortex cerebri dibagi menjadi dua hemisperium kiri dan hemisperium kanan yang dihubungkan oleh corpus collasum.Cortex cerebri dibagi menjadi 4 lobus, yaitu (1) lobus frontalis terdiri dari area 4 yang merupakan daerah motorik yang utama, area 6 yang merupakan bagian sirkuit traktus ekstrapiramidal,area 8 berhubungan dengan pergerakan mata dan pupil, area 9, 10, 11, dan 12, adalah daerah asosiasi frontalis, (2) lobus perientalis terdiri dari area 3, 1, dan 2 yang merupakan daerah sensorik post sentralis yang utama, area 4 dan 7 adalah daerah asosiasi sensorik,(3) lobus temporalis terdiri dari area 41 adalah daerah auditorius primer, area 42 merupakan cortex auditorius sekunder atau asosiasi, area 38, 40, 20, 21, dan 22 adalah daerah asosiasi, (4) lobus occipitalis terdiri dari area 17 yaitu cortex striata, cortex visual yang utama, area 18 dan 19 merupakan daerah asosiasi visual (Chusid,1993).


2) Ganglia basalis
Ganglia basalis merupakan sekelompok massa substansia grisea yang terletak di dalam setiap hemispherium cerebri. Massa-massa tersebut adalah corpus striatum, nucleus amygdala dan claustrum. Nucleus caudatus dan nucleus lentiformis bersama fasiculus interna membentuk corpus striatum yang merupakan unsur penting dalam sistem extrapyramidal. Fungsi dari ganglia basalis adalah sebagai pusat koordinasi dan keseimbangan yang berhubungan dengan keseimbangan postur, gerakan otomatis (ayunan lengan saat berjalan) dan gerakan yang membutuhkan keterampilan. Ganglia basalis diduga mempunyai peran dalam perencanaan gerakan dan sinergi gerakan (Japardi, 2007).

3.Cerebllum terletak di fosa cranii posterior dan dibagian superior ditutupi
oleh tentorium cerebelli merupakan bagian terbesar otak belakang (rhomben chepalon )dan terletak di posterior ventriculus quartus, pons, dan medulla oblongata.Cerebellum berbentuk agak lonjong dan menyempit pada bagian tengahnya serta terdiri dari dua hemispherium cerebelli yang dihubungkan oleh bagian tengah yang sempit, yaitu vermis Cerebllum berhubungan dengan aspek posterior batang otak melalui tiga berkas serabut saraf yang simetris yang disebut pendunculus cereberallis superior, medius,dan inferior.

Fungsi cerebellum adalah sebagai pusat koordinasi untuk mempertahankan
keseimbangan dan tonus otot. Cerebellum mrupakan bagian dari susunan saraf pusat yang diperlukan untuk mempertahankan postur dan keseimbangan untuk berjalan dan berlari (Japardi, 2007).








































Traktus ekstrapiramidalis dapat dianggap sebagai sistem fungsional dengan 3 lapisan integrasi, yaitu: cortical, striatal (basal ganglia) dan tegmental (mesencephalon). Daerah inhibisi dan fasilitas bulboreticularis menerima serabut-serabut dari daerah cortex cerebri, striatum dan cerebellum anterior. Fungsi utama dari sistem ekstrapiramidal berhubungan dengan gerakan yang berkaitan dengan pengaturan sikap tubuh dan integrasi otonom. Lesi pada setiap tingkat dalam sistem ekstrapiramidal dapat mengaburkan atau menghilangkan gerakan di bawah sadar dan menggantikannya dengan gerakan di luar sadar (Chusid, 1990). Gerakan yang ditimbulkan oleh impuls traktus ekstrapiramidalis merupakan gerakan masal (Ngoerah, 1991). Seperti pada gambar 2.










Keterangan gambar 2.4 Traktus Piramidalis (Dust, 1996)

1. Konvolusi sentral anterior
2. Dari area 8
3. Kauda nukleus kaudatus
4. Nukleus lentikularis
5. Kapsula interna
6. Kaput nukleus kaudatus
7. Traktus kortikomesensefalik
8. Traktus kortikonuklearis
9. Traktus kortikospinalis (piramidalis)
10. Piramida
11. Dekusasio piramidalis
12. Traktus kortikospinalis anterior (langsung)
13. Talamus
14. Mesensefalon
15. Traktus kortikopontin
16. Pedunkulus serebral
17. Pons
18. Medula oblongata
19. Traktus kortikospinalis lateral (menyilang)
20. Lempeng akhir motori
Gambar





Keterangan gambar 2.5 Traktus Ekstrapiramidalis ( Dust, 1996 )
1. Traktus parietotemporopontin
2. Traktus oksipitomesensefalik
3. Nukleus lentikularis
4. Nukleus pontis
5. Dari serebelum (nukleus fastigialis)
6. Formasio retikularis
7. Nucleus lateral nervus vestibularis
8. Potongan di bawah dekusasio piramidalis
9. Traktus rubrospinalis
10. Traktus olivospinalis
11. Traktus vestibulospinalis
12. Traktus kortikospinalis lateral
13. Traktus frontopontin
14. Traktus kortikospinalis dengan serat ekstra piramidalis
15. Talamus
16. Kaput nukleus kaudatus
17. Nukleus tegmental
18. Nuklei ruber
19. Substansia nigra






Area 6 Broaddman disebut juga area 6 pre motor / area pre motor, area ini terletak 1-3 cm didepan gyrus precentalis cortex motorik primer.Bila area ini dirangsang dapat menimbulkan kontraksi yang komplek dari sekelompok otot. Kadang-kadang menimbukkan gerakan yang adversif yaitu rotasi yang kasar dari mata. Kepala, dan tubuh ke sisi yang berlawanan. Terjadi vokalisasi gerakan yang ritmis seperti goyangan kaki ke muka dan ke depan, gerakan yang terkoordinasi dari mata,mengunyah, menelan. Gerakan adversif ini disebabkan karena adanya perangsangan pada traktus ekstrapiramidal , tetapi dapat juga karena penyebaran rangsangan di dalam korteks ke sistem piramidal.Maka fungsi area ini untuk mengontrol koordinasi gerakan dari otot yang terangsang dan pada area inilah spastisitas sering terjadi.(Chusid, 1993)



b. Anatomi peredaran darah otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak akan substansi tersebut sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus dipertahankan (Chusid, 1990)
Peredaran darah otak dapat dipengaruhi oleh tekanan darah di kepala dan resistensi cerebrovasculer. Resistensi cerebrovasculer dipengaruhi oleh beberapa faktor: (a) tekanan liquor cerebrospinalis intracranial, (b) viskositas darah, (c) keadaan pembuluh darah cerebral, terutama arteriole (Chusid,1990).
Circulus Willisi merupakan pokok anastomose pembuluh darah arteri yang penting di dalam jaringan otak. Darah mencapai circulus willisi melalui arteri karotis interna dan arteri vertebralis, anastomose terjadi di antara cabang-cabang arteriole dari circulus willisi pada substansia alba subcortex.
Circulus willisi dibentuk oleh hubungan antara arteri karotis interna, arteri basilaris, arteri cerebri anterior, arteri comunicans anterior, arteri cerebri posterior dan arteri comunicans posterior.
Pemberian darah ke korteks serebri terutama melalui cabang-cabang cortical dari arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dan arteri cerebri posterior, yang mencapai korteks di dalam piamater. Permukaan lateral masing-masing hemispherium cerebri mendapatkan darah terutama dari arteri cerebri media. Permukaan medial dan inferior hemispherium cerebri diperdarahi oleh arteri cerebri anterior dan arteri cerebri posterior. Cerebellum diperdarahi oleh arteri-arteri cerebelli (arteri cerebelli superior, arteri cerebrlli anterior inferior, arteri cerebelli posterior inferior) (Chusid, 1990).

















Gambar peredaran darah circulum willisi dan pembuluh-pembuluh nadi utama pada otak












2. Cerebral Palsy
a. Definisi
Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. (Bax, dikutip oleh Soetjiningsih, 1998).

Cerebaral palsy adalah gangguan pada otak yang bersifat non progresif.gangguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau gangguan perkembangan pada otak ( Shepered,1995 ). Sedangkan menurut Bobath
(1996) Cerebaral palsy adalah akibat dari lesi atau gangguan perkembangan otak bersifat non progresif dan terjadi akibat bayi lahir terlalu dini ( prematur). Defisit motorik dapat ditemukan pada pola abnormal dari postur dan gerakan.

Diplegi adalah tipe dari cerebaral palsy yang mengenai tungkai dimana ektremitas atas lebih ringan dari pada ektremitas bawah ( Miller & Bachrach,1998).

Berdasarkan Penjelasan di atas Cerebral palsy spastik diplegi adalah gangguan pada otak yang bersifat non progresif yang disebabkan oleh adanya lesi atau perkembangan abnormal pada otak yang ditandai dengan meningkatnya reflek tendon,stertch reflek yang berlebihan hiperkontraktilitas otot dan klonus yang terjadi pada anggota gerak dimana anggota gerak atas lebih ringan dari pada anggota gerak bawah sehingga penderita mengalami untuk mempertahankan keseimbanganya.


b. Etiologi
Penyebab CP secara umum dapat terjadi pada tahap prenatal, perinatal dan post natal.
1) Prenatal
Potensi yang mungkin terjadi pada tahap prenatal adalah infeksi pada masa kehamilan. Infeksi merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, misalnya infeksi oleh lues, toksoplasma, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik. Selain infeksi, anoksia dalam kandungan (anemia, kerusakan pada plasenta), radiasi sinar-X dan keracunan pada masa kehamilan juga berpotensi menimbulkan CP.
2) Perinatal
Pada masa bayi dilahirkan ada beberapa resiko yang dapat menimbulkan CP, antara lain:
a) Brain injury
Brain injury atau cidera pada kepala bayi dapat mengakibatkan:
(1) Anoksia/hipoksia
Anoksia merupakan keadaan saat bayi tidak mendapatkan oksigen, yang dapat terjadi pada saat kelahiran bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan bedah caesar.
(2) Perdarahan otak
Perdarahan dapat terjadi karena trauma pada saat kelahiran misalnya pada proses kelahiran dengan mengunakan bantuan instrumen tertentu. Perdarahan dapat terjadi di ruang sub arachnoid. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastik.
b) Ikterus
Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basalis, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.

c) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa CP.
d) Prematuritas
Prematuritas dapat diartikan sebagai kelahiran kurang bulan, lahir dengan berat badan tidak sesuai dengan usia kelahiran atau terjadi dua hal tesebut. Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
Pada cerebral palsy spastik diplegi biasanya terjadi pada kasus kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan anoksia berat pada saat kelahiran.
3) Post natal
Pada masa pascanatal bayi beresiko mendapatkan paparan dari luar yang dapat mempengaruhi perkembangan otak, yang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada otak Kerusakan yang terjadi pada jaringan otak setelah proses kelahiran yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan CP, misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis dan luka parut pada otak pasca bedah dan bayi dengan berat badan lahir rendah.

c. Patologi
CP spastik diplegi dari beberapa literatur diasumsikan oleh karena adanya haemorage dan periventricular leukomalacia pada area subtanstia alba yang merupakan area terbesar dari kortek motor. Periventricular leukomalacia adalah necrosis dari substasia alba sekitar ventrikel akibat dari menurunnya kadar oksigen dan arus darah pada otak yang biasanya terjadi pada spastik diplegi. Periventricular leukomalacia sering terjadi bersamaan dengan lesi haemoragic dan potensi terjadi selama apnoe pada bayi prematur. Baik periventricular leukomalacia maupun lesi haemoragic dapat menyebabkan spastik diplegi. Hal ini sekaligus menguatkan arti patogenesis adalah kejadian kerusakan pada white matter (de Vriest et al, 1985 yang dikutip Sheperd, 1995).
d.Tanda dan Gejala
Pada anak dengan CP spastik diplegi pada umumnya ditandai dengan adanya(1) gangguan yang lebih berat yang mengenai anggota gerak bawah dengan distribusi yang seimbang diantara kedua tungkai, pada anggota gerak atas mengalami gangguan yang sangat ringan bahkan tidak ada (2) hiper reflek patellar reflek, (3) gerak rotasi tidak berkembang secara sempurna, (4) gerakan yang terjadi adalah gerakan dengan pola gerak inner range pada sendi anggota gerak,
e. Prognosis
Prognosis pasien cerebral palsy spastik diplegi dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
1) Berat ringannya kerusakan yang dialami pasien.
Menurut tingkatannya cerebral palsy spastik diplegi secara umum diklasifikasikan dalam tiga tingkat yaitu mild, moderate dan severe. Pasien dengan mild diplegia dapat berjalan tanpa menggunakan alat bantu seperti kruk atau walker, dan dapat bersosialisasi dengan baik dengan anak-anak normal seusianya pasien. Pada moderate diplegi pasien mampu untuk berjalan saat melakukan aktifitas sehari-hari tetapi terkadang masih membutuhkan alat bantu seperti kruk ataupun walker. Namun demikian untuk perjalanan jauh atau ektifitas berjalan dalam waktu yang relatif lama dan jarak tempuh yang relatif jauh, pasien masih memerkulan bantuan kursi roda, seperti pada saat berjalan-jalan ke pusat belanja, taman hiburan atau kebun binatang. Sedangkan pada severe diplegi pasien sangat tergantung pada alat bantu untuk berjalan meskipun anya untuk mencapai jarak yang dekat, misalnya untuk berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain dalam satu rumah. Pasien sangat tergantung pada kursi roda untuk melakukan aktifitas di tempat umum, meskipun demikian pada umumnya pasien dengan severe diplegi dapat mengendarai kursi roda secara mandiri.
2) Pemberian terapi pada pasien cerebral palsy spastik diplegi.
Pemberian terapi dengan dosis yang tepat dan adekuat juga berpengaruh terhadap prognosis pasien. Semakin tepat dan adekuat terapi yang diberikan semakin baik prognosisnya.
3) Daya tahan tubuh pasien.
Dengan daya tahan tubuh yang baik akan mempermudah pasien untuk mengembangkan kemampuannya pada saat latihan sehingga pasien dapat melakuka aktifitas sehari-hari secara mandiri.
4) Lingkungan tempat pasien tinggal dan bersosialisasi.
Peran lingkungan terutama keluarga sangat mempengaruhi perkembangan pasien, dukungan mental yang diberikan keluarga kepada pasien sangat dibutuhkan pasien tidak hanya pada saat menjalani terapi sehingga pasien bersemangat setiap kali menjalani sesi latihan tetapi juga untuk menumbuhkan rasa percaya diri pasien untuk bersosialisasi dengan dunia luar.

B.Deskripsi Problematika fisioterapi

Problematika fisioterapi pada penderita Cerebral palsy spastik diplegia meliputi : (1) impairment adalah adanya abnormalitas tonus otot berupa spastisitas pada tungkai, (2) functional limittation adalah adanya keterbatasan dalam melakukan aktifitas fungsional yang menggunakan tungkai bawah seperti berjalan dan berdiri.(3) Participation restriction: penarikan diri dari lingkungan sosial.

C.Teknologi Intervensi Fisioterapi
Teknologi intervensi fisioterapi yang digunakan untuk menangani problematik yang ada pada kondisi CP spastik diplegi meliputi latihan pada mobilitas trunk, passive stretching dan latihan gerak aktif dengan pendekatan play therapy serta latihan berjalan.
1. Latihan pada mobilitas trunk.
Merupakan gerakan atau aktifitas yang diberikan baik pasif maupun aktif ke seluruh luas gerak tubuh (fleksi, ekstensi, side fleksi dan rotasi trunk) yang bertujuan untuk memperbaiki co-contraksi otot-otot trunk untuk mencapai fleksibilitas trunk yang diharapkan dapat memperbaiki postur yang cenderung kifosis pada anak. Pada akhir gerakan pasif dapat disertai dengan pemberian stretching dan elongasi.
2. Stretching
Stretching adalah suatu bentuk terapi yang di desain untuk mengulur struktur jaringan lunak yang mengalami pemendekan secara patologis dan dengan dosis tertentu dapat menambah range of motion. Passive stretching dilakukan ketika pasien dalam keadaan rileks, menggunakan gaya dari luar, dilakukan secara manual atau dengan bantuan alat untuk menambah panjang jaringan yang memendek (Kisner & Colby, 1996).
3. Latihan gerak aktif dengan pendekatan play therapy
Latihan ini diberikan dengan melibatkan anak secara aktif. Pada pendekatan ini anak akan diberikan bentuk-bentuk latihan aktifitas fungsional yang akan dilakukan bersamaan dengan bermain untuk tujuan meningkatkan aktivitas fungsional, seperti latihan berdiri dan berjalan.
4. Latihan pola jalan
Latihan pola jalan dilakukan dengan tujuan mengajarkan pola jalan yang benar pada anak sehingga anak dapat berjalan dengan pola yang baik dan benar, atau paling tidak mendekati pola jalan yang benar.







BAB III
PELAKSANAAN STUDI KASUS
A. Pengkajian Fisioterapi

Rencana pengkajian fisioterapi (assessment) sangat penting dalam proses fisioterapi dengan cara ini fisioterapi mampu mengidentifikasi masalah yang ada. Kemudian hasil dari identifikasi ini akan menjadi dasar untuk menentukan rencana dan program fisioterapi, mengevaluasi perkembangan penderita cerebral palsy dan dengan assessment pula akan diketahui metode yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi penderita cerebral palsy. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan yaitu (1) kesan umum pasien, (2) tonus otot postural, (3) pertumbuhan dan perkembangan anak, (4) kemampuan fungsional anak, (5) masalah primer dan sekunder yang dihadapi anak, (6) deformitas. Langkah-langkah pemeriksaan yang akan dilakukan sebagai berikut :
1.Anamnesis
Ananmesis adalah :Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk tanya jawab dengan pasien (autoanamnesis) atau dengan orang lain paling dekat dengan pasien (heteroanamnesis) tentang keadaan pasien.

Anamnesis dibagi menjadi 4 bagian yaitu :

a.Anamnesis Umum

Anamnesis ini meliputi (1) identitas pasien antara lain : (nama,tanggal lahir, usia, jenis kelamin, agama, alamat, ) (2) mengetahui riwayat sekarang dan penyakit dahulu (3) heteroanamnesis kepada orang tua pasien tentang alasan untuk mencari pertolongan medis terutama pelayanan fisioterapi,kapankah gejala pada pasien sudah mulai muncul,dan apa yang menyebabkan gejala tersebut muncul dan telah berobat kemana saja?. Diagnosis medis apa saja yang pernah diperoleh,dan pada pasien tersebut apakah sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu.

b.Anamnesis
Dalam anamnesis ini pertanyaan ditujukan pada riwayat ibu sedang mengalami kehamilan dan masa tumbuh kembang anak,yaitu (1) Pada waktu ibu hamil,apakah pernah mengalami perdarahan,apakah pernah mengalami keracunan obat, kekurangan vitamin, dan apakah pernah terkena virus atau radiasi,(2) Pada masa persalinan,apakah ibu mengalami kesulitan waktu proses persalinan dan sehingga memerlukan alat bantu,dan apakah bayi lahir dengan berat normal? Dan Apakah bayi mengalami prematur? (3) apakah pada masa kembang anak pernah mengalami trauma kepala.

c.Anamnesis Sistem
Anamnesis ini untuk melengkapi data yang belum tercakup dari data anamnesis diatas.Anamnesis ini meliputi : (1) kepala dan leher,ditanyakan apakah mengalami rasa pusing dan kaku,(2) kardiovaskuler, ditanyakan apakah pasien merasa nyeri dada dan jantung terasa berdebar-debar, (3) respirasi pasien merasa sesak nafas,dan batuk, (4) gastrointestinal, apakah pasien mearsa mual dan muntah,dan apakah defekasi (buang air besar ) terkontrol atau tidak (5) urogenital ditanyakan apakah pasien mengalami buang air kecil terkontrol atau tidak (6) nervorum perlu pemeriksaan pada fungsi sensibilitas.

d.Anamnesis tambahan


Merupakan pencarian data mengenai riwayat keluarga yang berhubungan dengan adanya cerebral palsy seperti apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita cerebral palsy sebelumnya, apakah keluarga penderita pernah mengalami incompatibilitas rhesus.

2.Pemeriksaan Fisik

a.Vital sign
Pemeriksaan vital sign meliputi :
1) Tekanan darah ( blood preasure )
Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter pada pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum,sesudah dan selama intervensi fisioterapi. Jika pasien anak-anak menggunakan manset ukuran anak-anak,sedangkan pasien dewasa menggunakan manset ujuran dewasa.

2) Nadi
Pemeriksaan denyut nadi dilakukan dengan cara manual.Pada umumnya pemeriksaan denyut nadi dilakukan pada arteri radialis dengan menggunakan 3 jari dengan cara dipalpasi dan pemeriksaan nadi juga dapat dilakukan pada arteri femoralis,arteri dorsalis pedis,arteri temporalis,dll. Frekuensi nadi sama dengan frekuensi nadi sama dengan frekuensi denyut jantung.

3) Suhu tubuh ( Temperatur )
Pemeriksaan suhu tubuh dilakukan dengan manual untuk mengetahui apakah pasien sedang demam atau tidak tanpa memperhatikan besarnya derajat suhu tubuh. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terapi bisa dilakukan atau tidak.jika pasien demam tidak dilakukan untuk diterapi.



4) Tinggi badan
Pengukuran pada tinggi badan dilakukan dengan menggunakan pita ukur atau midline.

5) Berat badan
Pengukuran berat badan dilakukan dengan menggunakan timbangan berat badan.

b. Inspeksi
lewat inspeksi terapis memperhatikan pola gerak khususnya saat berjalan,postur anak dan gerakan-gerakan yang bisa dilakukan oleh anak dan faktor-faktor penghambat pada gerakan-gerakan tersebut.

c.Palpasi
Pada pemeriksaan dengan menggunakan palpasi untuk mengetahui ada tidaknya spasme dan temperatur tubuh secara subyektif.

d.Perkusi dan Auskultasi
Pemeriksaan ini hanya dilakukan jika pasien mempunyai riwayat penyakit jantung dan paru-paru.

3.pemeriksaan gerak aktif
Pemeriksaan gerak dilakukan secara aktif,pasif maupun isometrik melawan tahanan.disini yang perlu diperhatikan yaitu ada tidaknya keterbatasan ROM,kekuatan otot, dan koordinasi gerakan serta pola gerak yang salah.

a. Pemeriksaan gerak aktif
Pada pemeriksaan gerak aktif pasien diminta menggerakkan anggota yang diperiksa secara aktif ( free active movement ). Dan kalau meyakinkan dilakukan secara bilateral dan terapis melihat dan memberi aba-aba.

b. Pemeriksaan gerak pasif
Pemeriksaan gerak pasif adalah pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh terapis pada penderita sementara dalam keadaan pasif relaks misalnya : memeriksa lingkup gerak sendi, end feel, provokasi nyeri, kelenturan otot, pola kapsuler, kualitas tonus otot, derajat spastisitas,adanya kontraktur anggota gerak.
c. Pemeriksaan isometrik melawan tahanan
Pemeriksaan isometrik melwan tahanan adalah suatu cara pemeriksaan gerakan oleh penderita secara aktif, dan terapis memberikan tahanan yang berlawanan arah dari gerakan yang dilakukan oleh penderita

4. Pemeriksaan spesifik
a. Pemeriksaan spastisitas

Pemeriksaan spasstisitas dilakukan dengan cara menggerakan pasien dengan cara pasif dan gerakan fleksi ekstensi dengan gerakan yang semakin cepat, penilaianya menggunakan skala asworth dengan kriteria sebagai berikut :
















TABEL I :

Kriteria Nilai Spastisitas Menurut Asworth
No NILAI KRITERIA
1. 0 Normal, tidak ada peningkatan tonus otot
2. 1 Ada peningkatan tonus otot ditandai dengan terasanya tahanan minimal pada akhir gerakan, sendi masih mampu full ROM dan mudah digerakan
3. 2 Ada sedikit peningkatan tonus otot ditandai dengan adanya pemberhentian gerak serta diikutinya munculnya tahanan minimal mulai dari prtengahan hingga akhir gerakan, sendi masih bisa full ROM dan mudah digerakan
4. 3 Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tetapi secara umum sendi masih mudah digerakan
5. 4 Peningkatan tonus otot sangat nyata, sendi sulit digerakan
6. 5 Sendi dan ekstremitas kaku (rigid)

Sumber : Bobath Center of London, 1996










b.Pemeriksaan reaksi-reaksi otomatis
Pada pemeriksaan reaksi otomatis ini didapatkan informasi tentang penurunan atau hilangnya reaksi-reaksi otomatis antara lain : (1) reaksi tegak kepala (righting reaction) diperiksa dengan cara anak didudukan dan trunk digerakan ke depan, ke belakang dan ke samping maka anak akan mempertahankan kepala agar tetap tegak (2) reksi keseimbangan (equilibirum reaction) diperiksa dengan cara menggerakan tubuh melawan tahanan agar tetap menjaga keseimbangan (3) reaksi ekstensi protektif (protective reaction) anak didudukan kemudian didorong ke salah satu sisi dilihat apakah lengan bereaksi bisa memepertahankan badan dengan ekstensi lengan.
Dari hasil pemeriksaan reaksi-reaksi otomatis, jika positif maka pasien tidak mengalami penurunan. Reaksi otomatis, sedangkan jika negatif maka pasien mengalami penurunan atau hilangnya reaksi otomatis.

c. Pemeriksaan reflek primitif
Pada pemeriksaan reflek primitif disesuaikan dengan umur anak /keadaanya dan stimulasi yang diberikan saat pemeriksaan harus tepat. Secara fisiologis beberapa reflek yang terdapat pada bayi tidak lagi dijumpai pada anak yang sudah besar. Bila reflek-reflek ini masih ada,menunjukkan adanya kemunduran fungsi saraf. Abnormalitas reflek ini ada 3 macam yaitu : (1) reaksi asimetris, (2) tidak timbulnya reaksi yang diharapkan ada. (3) reflek tetap pada usia yang seharusnya reflek tersebut sudah hilang. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui reflek-reflek primitif yang masih ada.
Adapun pemeriksaan reaksi reflek primitif meliputi : (1) reflek babinky, (2) reflek moro.(3) grasp reflek, (4) asymmetrical tonic neck reflek (5) body righting (6) tonic labyrinthine reflek, (7) positive suporting reaction (8) reflek tendon patella, (9) ankle clonus




TABEL I: FORMULIR PEMERIKSAAN REFLEKS (The Bobath Centre London, 1994)

Usia (bulan)

Reflex) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Moro + + + +
Gallant + +
ATNR + + + +
Primary standing + +
Grasp:
a. tangan
b. kaki
+
+
+
+
+
+
+
+

+

+

+

+
Suckling + + +
Neck Righting + + + + + + + + + + +
Body Righting on Body + + + + + + + +
Labyrinthine Righting + + + + + + + + + + + + +
Landau + + + + + + + + +
Parachute
a. Downwards
b. Forwards
c. Sideways
d. Backwards
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Equilibrium Reaction
a. Supine
b. Prone.
c. Sitting
d. Quadripedal
e. See-saw reaction
f. Standing

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Keterangan:
+ : Mulai muncul atau mulai menghilang
+ : Muncul










d. Pemeriksaan pola gerak
Pemeriksaan pola gerak dilakukan (1) pada posisi terlentang, pada posisi dilihatnya semetris atau tidaknya posisi kepala saat diangkat full to shit secara pasif (2) posisi tengkurap, pada posisi diliohat kesimetrisanya, kemampuan kepala pada salah satu sisi mid line, lengan mampu menyangga atau tidak, kemampuan menjangkau benda, upaya keposisi merangkak (3) pada posisi duduk, dilihat kesimetrisanya, ada tidaknya gangguan lengan, long sitting, side sitting, dilihat dari gerakan tungaki dari satu sisi ke sisi yang lain (4) posisi merangak, dilihat dari kesimetrisan, aktifitas lengan dalam menjangkau objek bermain, beralih ke posisi side sitting, beralih keduduk, beralih posisi dari half kneeling kemampuan berakhir posisi duduk (5) kneeling dilihat berpegangan atau tidak, bagaimana berjalan kneeling kedepan dan kebelakang pemindahan berat badan ke kanan dan ke kiri (6) half kneeling, dilihat diawali dengan kaki kanan atau kiir, berpegangan atau tidak (7) ke posisi berdiri, dilihat bagaimana reaksinya dari duduk di lantai ke berdiri (8) pada posisi berdiri,dilihat apakah tungkai pararel dimana letak berat badan saat berjalan kemampuan menyangga satu tungkai,kemampuan berjalan kedepan,kebelakang, dan kesamping.

e.Pemeriksaan lingkup gerak ( LGS )
Pemeriksaan LGS dilakukan untuk mengetahui luas bidang gerak dari suatu sendi. Dilakukan aktif pasif pada sendi-sendi yang ada dilengan (shoulder, wrist, elbow dan jari-jari tangan) dan tungkai (hip, knee dan ankle) alatbyang digunakan untuk mengukur adalah gonemeter. Pengukuran standart internasional ortopeadic measurments (ISOM).

f. Pemeriksaan deformitas
Pemeriksaan deformitas bertujuan untuk mengetahui : (1) subluksasi atau dislokasi shoulder, (2) skoliosis kearah sisi yang sakit pada vertebra, (3) keterbatasan luas gerak sendi, (4) kontraktur pada jaringan lunak.

g. Gait analisis
Gait analisis dilakukan untuk mengetahui : (1) apakah anak melakukan independen atau dengan bantuan, (2) fase gait circle lengkap atau tidak, (3) bidang tumpu normal / melebar / menyempit, (4) sikap / postur trunk dan kepala lengan dan tungkai normal atau tidak.

h.Pemeriksaan intrapersonal dan interpersonal
Alat ukur atau metode yang digunakan dalam pemeriksaan intrapersonal dan interpersonal disesuaikan dengan aspek intrapersonal dan interpersonal yang akan diperiksa dengan menggunakan cara interview.Aspek yang dinilai sejauh mana pasien dapat melakukan aktifitas perawatan diri serta mana pasien dapat bekerja sama dengan fisioterapi.

i. Pemeriksaan aktifitas fungsional
Pemeriksaan aktifitas fungsional dilakukan untuk menilai tingkat kemandirian anak, apakah anak dapat melakukan aktifitas sehari-hari dan secara mandiri,dibantu sebagian atau sepenuhnya oleh orang lain.Gross Motor Function Measurment (GMFM) dapat digunakan dalam melakukan pemeriksaan ini.
GMFM adalah suatu jenis pengukuran klinis untuk mengevaluasi perubahan fungsi gross motor pada penderita cerebral palsy.
Penilaian GMFM ada 4 skor yaitu 0,1,2,dan 3 yang masing-masing mempunyai arti sama mekkipun deskripsinya berbeda tergantung pada penilaiannya.









Lampiran 2

Tabel penilaian pemeriksaan dan evaluasi GMFM

A. Dimensi terlentang dan tengkurap

No Item yang dinilai T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
1 Terlentang, kepala pada garis tengah tubuh, rotasi kepala dengan ekstremitas simetris
2 Terlentang, menyatukan jari-jari kedua tangan dibawa pada garis tengah tubuh
3 Terlentang, mengangkat kepala 45º.
4 Terlentang, fleksi hip dan knee kiri full ROM
5 Terlentang, fleksi hip dan knee kanan full ROM
6 Terlentang, meraih dengan lengan kiri, tangan menyilang garis tengah tubuhmenyentuh mainan
7 Terlentang, meraih dengan lengan kanan, tangan menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
8 Terlentang, berguling ke tengkurap melalui sisi kiri tubuh
9 Terlentang, berguling ke tengkurap melelui sisi kanan tubuh
10 Tengkurap, mengangkat kepala keatas.
11 Tengkurap, menghadap kedepan, mengangkat kepala dengan lengan lurus
12 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat badan pada kaki kiri, lengan yang berlawanan diangkat kedepan
13 Tengkurap, menghadap ke depan, tumpuan berat badan pada kaki kanan, lengan yang berlawanan diangkat ke depan
14 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kiri tubuh
15 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kanan tubuh
16 Tengkurap, berputar 90º ke kiri menggunakan ekstremitas
17 Tengkurap, berputar 90º ke kanan menggunakan ekstremitas
Total dimensi A














B. Dimensi duduk

No. Item yang dinilai T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
18 Terlentang, tangan ditarik terapis kearah duduk dengan kontrol kepala
19 Terlentang, berguling ke sisi kanan dibawa ke posisi duduk
20 Terlentang, berguling kesisi kiri dibawa ke posisi duduk
21 Duduk di matras, thorak disuport terapis, kepala lurus ditahan 3 detik
22 Duduk di matras, thorak disuport terapis, kepala lurus ditahan 10 detik
23 Duduk di matras, kedua lengan disangga, dipertahankan 5 detik
24 Duduk di matras, tangan bebas dan ditahan 3 detik
25 Duduk di matras, dengan di depannya dan badan condong kedepan
26 Duduk di matras dan menyentuh mainan yang berada 45°
27 Duduk di matras dan menyentuh mainan yang berada 45° dibelakang sisi kiri dan kenbali ke posisi awal
28 Duduk dengan pantat posisi kanan dan mempertahankan posisi dengan kedua lengan bebas selama 5 detik
29 Duduk dengan pantat posisi kiri dan mempertahankan posisi dengan kedua lengan bebas selama 5 detik
30 Duduk di matras kemudian menunduk keposisi tengkurap
31 Duduk di matras dengan kedua kaki berhadapan dan dapat mencapai 4 point lewat sisi kanan
32 Duduk di matras dengan kedua kaki berhadapan dan dapat mencapai 4 point lewat sisi kiri
33 Duduk di matras dan berputar 90° tanpa bantuan lengan
34 Duduk di bangku dan dapat menahan lengan dan kaki selama 10 detik
35 Berdiri lalu duduk diatas bangku kecil
36 Di lantai dan berusaha duduk di bangku kecil
37 Di lantai dan berusaha mencapai duduk di bangku besar
Total dimensi B






C. Dimensi merangkak dan berdiri dengan lutut

No Item yang dinilai T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
38 PR dan maju ke depan sejauh 18 m……..
39 4 POINT ; mempertahankan berat tangan dan lutut 10
detik ……………………….
40 4 POINT ; menuju posisi duduk dengan tangan bebas
41 PR ; bertahan 4 poin, berat pada tangan dan knee
42 4 POINT ; meraih ke depan dengan tangan kanan
meliputi lengan & shoulder
43 4 POINT ; meraih ke depan dengan tangan kiri meliputi
lengan & shoulder
44 4 POINT ; merangkak dan berusaha maju ke depan
45 4 POINT ; pengulangan merangkak ke depan
46 4 POINT ; merangkak diatas 4 langkah dengan tangan
& Knee/ kaki …………
47 4 POINT ; merangkak ke belakang dibawah 4 langkah
dgn tangan & knee..
48 Menuju keposisi tinggi menggunakan tangan, lalu
tahan dengan tangan bebas selama 10 detik
49 HIGH KN, menuju posisi ½ kneeling pada lutut kanan
menggunakan tangan, lalu tahan dengan tangan bebas
selama 10 detik
50 HIGH KN, menuju posisi ½ kneeling pada lutut kiri
menggunakan tangan, lalu tahan dengan tangan bebas
selama 10 detik
51 HIGH KN, berjalan kneeling maju 10 langkah, tangan
bebas ………………..
Total dimensi C





















D. Dimensi berdiri

No Item yang dinilai T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
52 Pada lantai, mendorong ke berdiri dengan kursi lebar
53 Berdiri dengan tangan bebas dan ditahan selama 3 detik
54 Berdiri bertahan pada kursi lebar dengan 1 tangan
memindahkan kaki kanan, 3 detik
55 Berdiri bertahan pada kursi lebar dengan 1 tangan
memindahkan kaki kiri , 3 detik……………..
56 Berdiri dengan tangan bebas dan bertahan selama 20
detik………………………………………
57 Berdiri memindahkan kaki kiri dan tangan bebas
selama 10 detik ………………………………..
58 Berdiri memindahkan kaki kanan dan tangan bebas
selama 10 detik ………………………….
59 Duduk pada bangku kecil, menuju ke berdiri tanpa
memakai tangan …………………………
60 HIGH KN; menuju keposisi duduk melalui ½ kneeling
pada lutut kanan tanpa menggunakan tangan
61 HIGH KN; menuju keposisi duduk melalui ½ kneeling
pada lutut kiri tanpa menggunakan tangan
62 Berdiri extremitas bawah berusaha duduk dilantai
dengan kontrol tangan bebas ………………….
63 Berdiri menuju squad, tangan bebas ………….
64 Berdiri mengambil objek dari lantai, tangan bebas, dan
kembali ke posisi berdiri …………..
Total dimensi D



















E. Dimensi berjalan, lari, dan melompat.
No Item yang dinilai T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
65 Berdiri, dua tangan berpegangan pada bangku besar,
jalan 5 langkah ke kiri ………………..
66 Berdiri, dua tangan berpegangan pada bangku besar,
jalan 5 langkah ke kanan………………..
67 Berdiri, dua tangan berpegangan pada terapis, berjalan
ke depan 10 langkah ………………..
68 Berdiri, satu tangan berpegangan pada terapis, berjalan
ke depan 10 langkah ………………..
69 Berdiri, berjalan ke depan 10 langkah………..
70 Berdiri, berjalan ke depan 10 langkah, berhenti
kemudian berputar 180º dan kembali ke tempat semula
71 Berdiri, berjalan ke belakang 10 langkah……..
72 Berdiri, berjalan ke depan 10 langkah, membawa objek
besar dengan dengan 2 tangan…………..
73 Berdiri, berjalan ke depan 10 langkah, diantara garis
pararel yang berjarak 20 cm antara 2 garisnya
74 Berdiri, berjalan ke depan 10 langkah pada garis 2 cm
75 Berdiri, step over stick at knee level, R food leading
76 Berdiri, step over stick at knee level, L food leading
77 Berdiri, berlari 4,5 m, berhenti dan kembali…..
78 Berdiri, menendang bola dengan kaki kiri……
79 Berdiri, menendang bola dengan kaki kanan…..
80 Berdiri, melompat 30 cm ke atas, kedua kaki diangkat
81 Berdiri, melompat 30 cm ke depan ……………..
82 Berdiri pada kaki kiri, hops on R food 10 times within
A 60 cm ………………………………..
83 Berdiri pada kaki kanan, hops on L food 10 times
within A 60 cm ………………………………..
84 Berdiri, holding 1 Rail Walks up 4 steps, holding 1 Rail
85 Berdiri, holding 1 Rail Walks down 4 steps, holding 1
Rail …………………………………..
86 Berdiri, berjalan ke depan 4 langkah dengan kaki
bergantian ……………………………………
87 Berdiri, berjalan ke belakang 4 langkah dengan kaki
bergantian ………………………………
88 Berdiri, pada langkah ke 15 melompat, kedua kaki
diangkat……………………………………
Total dimensi E






2. Stimulasi
Disesuaikan pada problem motor yang dimiliki pada anak cerebral palsy.Pada umumnya stimulasi diberikan pada anak cerebal dengan kondisi hipotonia seperti ataxia dan athetoid. Teknik yang digunakan dalam stimulasi adalah teknik propioseptif dan taktil dengan menggunakan tapping.

C.Rencana Evaluasi Hasil Terapi
Evaluasi dilakukan berdasarkan rencana program yang telah disusun berdasarkan kriteria.Evaluasi dilakukan 6 kali terapi atau satu minggu sekali.dan menggunakan pengukuran yang dilakukan meliputi: (1) evaluasi spastisitas dengan menggunakan skala asworth (2) evaluasi gross motor, keseimbangan dan kemampuan berjalan dengan menggunakan GMFM.

READ MORE - PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY DIPLEGIA SPASTIK

RANCANG BANGUN DAN PROSES PEMBUATAN LEFT BELOW ELBOW PROSTHESIS PADA AMPUTASI BAWAH SIKU KARENA TRAUMA

BAB I
PENDAHULUAN
Kebijakan Nasional bidang kesehatan dirumuskan dalam rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 dengan mewujudkan masyarakat sehat dan proaktif dalam memandang kesehatan yang bermutu. Pelayanan kesehatan meliputi upaya peningkatan (promosi), pencegahan (prevensi), penyembuhan (kurasi), dan pemulihan (rehabilitasi). Di mana semua ini ditangani secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Depkes RI, 1999)
Ortotis prostetis adalah salah satu dari tim rehabilitasi medis, yaitu tenaga kesehatan yang mempunyai wewenang untuk menangani tentang proses pengukuran, pembuatan dan pengepasan alat bantu bagi anggota fungsional tubuh yang layuh atau alat ganti bagi anggota fungsional tubuh yang hilang (Raharjo, 2003)
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan kemajuan pembangunan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, di mana terdapat dampak positif dan dampak negatif. Dampak negatif tersebut antara lain tingkat kecelakaan yang semakin tinggi dan berdampak pada tingkat kecacatan yang diakibatkan trauma.
Trauma merupakan salah satu penyebab yang sering terjadi pada kasus amputasi. Kecelakaan kendaraan bermotor dan cedera terkait pekerjaan bersama dengan tingginya resiko aktifitas di alam bebas dan bencana alam bertanggung jawab pada mayoritas terjadinya suatu amputasi (Garrison, 1995). Amputasi karena trauma lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 5 : 1 (Pitteti, 2005).
Amputasi yaitu tindakan menghilangkan sebagian atau seluruh anggota gerak tubuh yang mengalami kerusakan. Tindakan amputasi dilakukan sebagai upaya terakhir dalam proses penyembuhan, karena upaya pertama ialah menyelamatkan anggota gerak yang masih utuh. Amputasi bawah siku merupakan amputasi yang dilakukan pada bagian radius ulna, antara batas bawah sendi siku hingga sendi pergelangan tangan.
Pada pembahasan selanjutnya, pemilihan kasus dalam below elbow prosthesis menitikberatkan pada sisi kosmetik dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (prevention of disability) antara lain disuse atrofi dan kekakuan sendi (stiff joint) yang dapat terjadi apabila stump tidak pernah melakukan aktifitas.
Seorang ortotis prostetis berperan aktif dalam penanganan rehabilitasi medis. Di mana tenaga ortotis prostetis yang profesional adalah tenaga kesehatan yang mampu melaksanakan tugas pelayanan kesehatan, membuat dan memperbaiki alat penguat anggota gerak (orthosis) atau anggota gerak tiruan (prosthesis), mencegah dan mengoreksi kecacatan serta memperbaiki estetika dengan memandang manusia seutuhnya sehingga dapat hidup mandiri (Raharjo, 2003). Oleh sebab itu prosthesis pada kasus amputasi bawah siku ini seharusnya dapat memperbaiki nilai estetika dan mencegah kecacatan lebih lanjut serta dapat meningkatkan fungsional dari pasien tersebut.


B. Rumusan Masalah
Dari pembahasan singkat di atas, dapat dirumuskan masalah yang berhubungan dengan intervensi ortotik prostetik dalam pemakaian prosthesis pada kondisi amputasi bawah siku kiri dengan menggunakan below elbow prosthesis. Adapun masalah yang dapat dirumuskan antara lain : (1) apakah secara kosmetik pasien dapat lebih baik dengan below elbow prosthesis? (2) apakah below elbow prosthesis dapat digunakan dalam fungsional aktifitas? (3) apakah below elbow prosthesis dapat mencegah timbulnya kecacatan baru?
C. Tujuan penulisan
Pada penulisan proposal karya tulis ilmiah ini, terdapat beberapa tujuan yaitu : (1) untuk mengetahui manfaat below elbow prosthesis dalam upaya memperbaiki penampilan penderita secara kosmetik, (2) untuk mengetahui manfaat below elbow prosthesis dalam fungsional aktifitas, (3) untuk mengetahui manfaat below elbow prosthesis dalam mencegah timbulnya kecacatan baru.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kasus
1. Definisi / pengertian kasus
Amputasi adalah tindakan menghilangkan sebagian dari anggota gerak tubuh yang mengalami kerusakan. Tindakan amputasi dilakukan sebagai upaya terakhir dalam proses penyembuhan, karena upaya pertama ialah menyelamatkan anggota gerak yang masih utuh. Sedangkan amputasi bawah siku adalah amputasi yang dilakukan antara batas bawah sendi siku hingga sendi pergelangan tangan. Amputasi bawah siku digolongkan dalam 3 kategori yaitu (1) short below elbow amputate yaitu amputasi pada 35% bagian fore Arm (2) medium below elbow amputate yaitu amputasi pada 35%-55% bagian fore Arm (3) long below elbow amputate yaitu amputasi pada 55%-75% bagian fore Arm (William R.Santschi)

2. Anatomi Fungsional dan Biomekanik Lengan Bawah
a. Osteologi dan Arthrologi
1) Os radius
Tulang ini merupakan skeleton anterbrachii, terdapat pada salah satu lengan bawah yang sejajar dengan tulang ulna untuk membentuk lengan bawah.Tulang radius dapat dibedakan menjadi tiga bagian besar yaitu :

a) Epiphysis Proximal
Merupakan discus yang dataran atasnya concaf (cembung), disebut capitulum radii dan convect (cekung) pada capitulum radii disebut fovea capituli radii yang bersendi dengan humeri.
b) Diaphysis
Terdapat pada bagian corpus radii. Dibagian distal capitulum radii terdapat collum radii dan Pada bagian ujung proximal terdapat tonjolan yang disebut tuberusitas radii.
c) Epiphysis Distal
Berbentuk lebar dan tebal, pada dataran yang menghadap ke ulna terdapat suatu lekukan yang disebut incissura ulnaris. Ujung epiphysis ini berbentuk meruncing yang disebut processus styloideus.
2) Os ulna
Sama halnya dengan tulang radius, tulang ulna merupakan skeleton anterbrachii sekaligus pasangan dari tulang radius dalam membentuk lengan bawah yang bersendi dengan humeri dan tulang pergelangan tangan (carpalia). Tulang ulna dibagi menjadi beberapa bagian , yaitu :
a) Epiphysis proximal
Merupakan tonjolan yang bulat ke arah volar diaphysis mempunyai takik yang dalam, disebut incissura semiulnaris dan bersendi dengan humerus, dataran dorsal membuat tonjolan jelas yang disebut olecranon.


b) Diaphysis
Diaphysis panjang dan disebut corpus ulna. Dataran radial corpus itu mempunyai tepi yang tajam disebut crista interossea (antara dua tulang).
c) Epiphysis distalis
Bagian ini lebih kecil dari pada epiphysis proximalis. Diaphysis berakhir membulat dengan dataran sendi yang besar disebut capitulum ulna, sedangkan dataran sendinya disebut circumferential articularis ulnaris. Ke arah dorsal capitulum berakhir meruncing yang disebut processus styloideus ulna.
3) Sendi siku
Sendi ini terdiri dari tiga buah persendian yaitu articulation humero ulnaris, articulation humero radialis dan articulation radio ulnaris proximalis. Sendi siku ini diperkuat oleh beberapa ligament yaitu : (1) ligamentum collaterale radiale, (2) ligamentum collaterale ulnaris.

b. Biomekanik pada Sendi Siku dan Sendi Lengan Bawah
1) Gerakan yang terjadi pada sendi siku antara lain yaitu :
a) Fleksi
Gerakan ini terjadi pada bidang sagittal dengan axisnya transversal. Pada saat sendi siku fleksi, maka os humerus sliding ke arah dorsal dan rolling ke arah ventral. Lingkup gerak sendi pada gerakan fleksi adalah 0º - 145º. Otot-otot yang terlibat aktif dalam gerak fleksi sendi siku adalah : (1) musculus biceps brachii, (2) brachialis, (3) brachio radialis. Dan dibantu oleh (1) musculus pronator teres, (2) flexor carpi radialis, (3)flexor carpi ulnaris.
b) Ekstensi
Gerakan ini terjadi pada bidang sagittal dalam axis transversal. Pada saat sendi siku pada gerakan ekstensi, maka os humerus sliding ke arah ventral dan rolling ke arah dorsal. Sedangkan lingkup gerak sendi siku pada gerakan ekstensi yaitu dari 145º - 0º - 10º. Otot-otot yang mendukung gerak ekstensi antara lain (1) musculus triceps brachii,(2) anconeus dan dibantu musculus extensor digitorum communis, (2) extensor carpi ulnaris.
2) Gerakan yang terjadi pada sendi lengan bawah, dengan posisi lengan bawah fleksi antara 0˚-145˚ yaitu :
a) Supinasi
Gerakan ini terjadi pada bidang horisontal dengan axis longitudinal. Gerak supinasi merupakan sebuah gerakan di mana os radii rotasi ke arah lateral terhadap os ulna, sehingga kedudukan os radii sejajar dengan os ulna. Lingkup gerak sendi lengan bawah pada gerakan supinasi adalah 0º - 90º. Otot pada gerakan ini antara lain musculus supinator yang dibantu (1) musculus extensor carpi radialis brevis, (2) extensor carpi ulnaris , (3) musculus indicis propius.
b) Pronasi
Gerakan ini terjadi pada bidang horisontal dengan axis longitudinal. Gerak pronasi merupakan sebuah gerakan di mana os radii rotasi ke arah medial terhadap os ulna, sehingga kedudukan os radii menyilang terhadap os ulna. Lingkup gerak sendi lengan bawah pada gerakan pronasi adalah 0º - 80º. Otot-otot yang menggerakan sendi lengan bawah pada gerakan pronasi antara lain (1) musculus pronator teres, (2) pronator quadriatus dan dibantu (1) musculus extensor carpi radialis longus,(2) musculus brachio radialis, (3) musculus flexor carpi radialis.

3. Etiologi Amputasi bawah siku
Etiologi merupakan penetapan sebab-sebab atau alasan dari penjelasan tentang penyakit, mencakup identifikasi faktor-faktor yang menimbulkan penyakit tersebut. Faktor resiko dari amputasi dapat dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi ambulasi dan aktifitas sehari-hari, yaitu : (1) hilangnya peredaran darah suatu anggota gerak tubuh yang tidak dapat dipulihkan, hal ini disebabkan karena adanya trauma (ruda paksa) pada kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, penyakit pembuluh tepi (peripheral vascular disease), (2) penyakit infeksi, (3) penyakit tumor (neoplasma), (4) cacat sejak lahir (congenital) (Sutopo, 1981)
Pada pembahasan ini pasien mengalami amputasi 45% bagian proksimal pada lengan bawah yang dikarenakan traumatik benda tajam akibat terpotong gergaji mesin secara langsung di tempat kejadian.

4. patologi
Patologi merupakan cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang sebab, sifat dan perjalanan penyakit serta perubahan anatomik maupun fungsional dari suatu kondisi penyakit (Prasetya, 1997). Penyebab terjadinya amputasi yang disebabkan oleh trauma, penderita yang mengalami kerusakan berat akibat trauma, di mana kerusakan tersebut tidak lagi dapat disembuhkan dengan cara lain dan apabila dibiarkan akan mengalami pembusukan dan menjalar ke arah proximal (Barbara, 1999). Namun pada pembahasan kali ini, kasus amputasi bawah siku yang terjadi bukan dari pemotongan dari tim medis, melainkan langsung terjadi di tempat kejadian trauma. Sehingga menyebabkan nekrosis dan harus segera diberikan penanganan medis untuk penutupan luka pada amputasi spontan tersebut.

5. Prognosis
Prognosis merupakan ramalan dari berbagai aspek penyakit atau kondisi pasien. Prognosis untuk pasien bawah siku cukup bervariasi. Karena hilangnya sebagian anggota gerak tubuhnya, pasien cenderung mengalami kesulitan dalam menunjang aktifitas telapak tangan, seperti pada saat menggenggam dan mengangkat suatu benda. Secara umum, prognosis pasca amputasi bawah siku meliputi (1) quo ad vitam, dapat dikatakan baik, mengingat kondisi pasien yang bersangkutan secara langsung tidak membahayakan keselamatan jiwa (2) quo ad sanam baik, karena tidak menyebabkan infeksi lebih lanjut terhadap pasien (3) quo ad functionam baik apabila kondisi ini mendapatkan pelayanan prosthetis, aktifitas fungsional akan lebih baik (4) quo ad cosmeticam juga dapat dikatakan baik dan diharapkan dengan penanganan prosthetis dapat meningkatkan penampilan dan kepercayaan diri pasien.

B. Deskripsi Problematika Prostetik
Berdasarkan dari pembahasan amputasi bawah siku tersebut dapat diuraikan problematika yang terjadi pada paska amputasi yang dapat menghambat intervensi prostetik dan penyembuhan dari pasien itu sendiri, diantaranya adalah : (1)dapat berkurangnya nilai estetika yang berpengaruh pada kosmetika tubuh, diakibatkan hilangnya lengan bawah oleh karena trauma, (2) berkurangnya aktifitas fungsional pada lengan kiri yang disebabkan oleh amputasi lengan bawah karena trauma, (3) potensial terjadinya deformitas sekunder akibat hilangnya lengan bawah yang dikarenakan trauma
Sedangkan problematika rancang bangun pada below elbow prosthesis adalah: (1) penentuan jenis prosthesis yang sesuai beserta modifikasinya, (2) penentuan jenis bahan yang digunakan pada prosthesis sesuai dengan kondisi pasien.
C. Deskripsi Ortotik Prostetik Yang Dapat Diberikan
Untuk membantu penderita amputasi bawah siku agar dapat mengembalikan fungsi dari bagian tubuh yang hilang. Ada beberapa jenis prosthesis bawah siku yang dapat dibedakan

1. Berdasarkan Bahan Dasar Body Fore Arm
a. Body fore arm dengan alumunium
Memiliki kelebihan bisa diubah-ubah, misalnya setelah fitting ada ukuran circumference yang tidak sesuai bisa diperbaiki kembali. Dalam pembuatannya praktis karena tidak memerlukan bahan dan persiapan yang banyak, namun dalam proses pembuatannya lebih sulit dan memerlukan banyak tenaga, tetapi dengan bahan alumunium ini sudah jarang sekali digunakan.
b. Body fore arm dengan resin
Mempunyai kelemahan yaitu body yang sudah jadi akan lebih sulit jika ingin dirubah kembali, tetapi dalam proses pembuatan lebih mudah dan tidak memerlukan tenaga yang banyak. Namun agar lebih akurat dalam pembuatan socket sekaligus body fore arm tersebut, pada casting negatif gips penekanan harus tepat dan pada saat memodifikasi positif gips harus benar – benar akurat penambahan dan pengurangannya. Sampai saat ini dengan bahan resin dan catalist masih sering digunakan dalam pembuatan socket sekaligus body fore arm pada below elbow prosthesis.



Gambar 2.1

Body fore arm sekaligus socket dari resin (BBRSBD, 2007)



2. Berdasarkan Jenis Telapak Tangan :
a. Telapak tangan kayu (dress hand).
Mempunyai kelebihan antara lain mudah didapatkan dan harga relatif murah. Namun memiliki kekurangan antara lain : (1) proses pembuatan lebih sulit, (2) mudah keropos, (3) dari segi kosmetik kurang bagus jika dibanding hand glove. Pada dress hand kayu dapat menggerakan fleksi dan gerakan ekstensi pada ibu jarinya (thumb). Pada dress hand dapat dibentuk sesuai keinginan dan kebutuhan pasien, misalnya posisi menulis, posisi berjalan, posisi menyetir dan lain – lain.

Gambar 2.2
Dress hand writing position (BBRSBD, 2007)
b. Telapak tangan karet (hand glove)
Proses pembuatan lebih mudah, karena tinggal mencetak. Dari segi kosmetik lebih baik dari pada dress hand dari kayu. Tetapi pada hand glove tidak dapat melakukan gerakan dan harganya lebih mahal. Hand glove cable control hanya sampai fore arm bagian atas. Hand glove ini dibuat khusus hanya untuk berfungsi kosmetik dari pasien yang kehilangan anggota gerak tubuhnya.

Gambar 2. 3
Hand glove below elbow prosthesis (JICA, 1981).
c. Hook
Work hand hook lebih multi fungsi dari pada jenis lainnya, berfungsi untuk bekerja. Namun tidak mempunyai kesan kosmetik, namun proses pembuatan hook ini memakan waktu yang cukup lama dan jika membeli komponennya masih terbilang mahal, karena sampai saat ini masih memakai produk import. Berbentuk seperti pengait dari besi stenlies tahan karat dengan berbagai macam model, sesuai dengan pekerjaan pasien. Kerja dari hook ini dapat untuk menjepit benda-benda dengan penuh kesadaran pemakainya. Hand hook ini dapat terbuka dengan adanya tarikan dari kabel kontrol yang dihubungkan ke lengan pasien.

Gambar 2.4
Macam – macam work hand (hook) ( JICA, 1981).
Pada hook dan bagian body fore arm dihubungkan dengan wrist unit atau adaptor. Dan wrist unit atau adaptor ini berfungsi untuk memberikan gerak rotasi pada hook apabila saat pemasangan pada body fore arm kurang tepat. Dan apabila sudah dipakai, pada bagian ini harus sering diberi pelumasan agar tidak mudah korosi. Bentuk dari wrist unit / adaptor ini bermacam – macam sesuai dari bentuk dari hooknya sendiri, menurut kebutuhan pasien untuk pekerjaan yang dilakukan.

Gambar 7. 2
Macam – macam wrist unit / adaptor (JICA, 1981)
Dari pembuatan rancang bangun below elbow prosthesis dapat diambil beberapa manfaat, antara lain (1) memperbaiki kosmetik dari pasien sehingga diharapkan dapat menambah rasa percaya diri dari pasien, (2) mengembalikan fungsi seperti semula (3) mencegah kecacatan lain yang potensial terjadi

Daftar pustaka
Santschi,William R; Manual Of Upper Extremity Prosthesis, 1958, University of California, Los Angles
May, Bella J; Amputations Anfd Prosthetics A Case Study Approach, F.A. Davis Company, Philadelphia
Dalimin; Rancang Bangun Dan Proses Pembuatan Prosthesis PTB Supra Condylar Kanan Pada Amputasi Bawah Lutut, 2006, Poltekkes Surakarta Progam Studi Orthotik Prosthetik, Surakarta
Prasetyo, hudaya; DP3FT, , 2002Poltekkes, Surakarta
Departemen kesehatan RI; Rencana Pembangunan Menuju Indonesia Sehat, 1999, Departemen kesehatan RI, Jakarta
Garison, Susan, J; Dasar-Dasar Terapi Dan Rehab Fisik, 2001, Hipokrates, Jakarta
Sutopo; Amputasi, Penataran Peningkatan Ketrampilan Tehnisi Orthotik Prosthetik,1981, RSOP RC Prof dr. R Soeharso, Surakarta
BBRSBD; orthotik prosthetik work shop, 2007, Surakarta

READ MORE - RANCANG BANGUN DAN PROSES PEMBUATAN LEFT BELOW ELBOW PROSTHESIS PADA AMPUTASI BAWAH SIKU KARENA TRAUMA

LOW BACK PAIN

PENGERTIAN
Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah termasuk salah satu dari gangguan muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat dari mobilisasi yang salah. LBP menyebabkan timbulnya rasa pegal, linu, ngilu, atau tidak enak pada daerah lumbal berikut sakrum. LBP diklasifikasikan kedalam 2 kelompok, yaitu kronik dan akut. LBP akut akan terjadi dalam waktu kurang dari 12 mingguSedangkan LBP kronik terjadi dalam waktu 3 bulan. Yang termasuk dalam faktor resiko LBP adalah umur, jenis kelamin, faktor indeks massa tubuh yang meliputi berat badan, tinggi badan, pekerjaan, dan aktivitas / olahraga.
(Idyan, Zamna., 2007)

PATOFISIOLOGI
Pinggang merupakan pengemban tubuh dari toraks sampai perut. Sokoguru bagian belakang tersebut terdiri dari lumbal dan tulang belakang pada umumnya. Tiap ruas tulang belakang berikut diskus intervertebralis sepanjang kolumna vertebralis merupakan satuan anatomik dan fisiologik. Bagian depan berupa korpus vertebralis dan diskus intervertebralis yang berfungsi sebagai pengemban yang kuat dan tahan terhadap tekanan-tekanan menurut porosnya. Berfungsi sebagai penahan tekanan adalah nukleus pulposus.
Dalam keseluruhan tulang belakang terdapat kanalis vertebralis yang didalamnya terdapat medula spinalis yang membujur ke bawah sampai L 2. Melalui foramen intervertebralis setiap segmen medula spinalis menjulurkan radiks dorsalis dan ventralisnya ke periferi. Di tingkat servikal dan torakal, berkas serabut tepi itu menuju ke foramen tersebut secara horizontal. Namun di daerah lumbal dan sakrum berjalan secara curam ke bawah dahulu sebelum tiba di tingkat foramen intervertebralis yang bersangkutan. Hal tersebut dikarenakan medula spinalis membujur hanya sampai L 2 saja.
Otot-otot yang terdapat di sekeliling tulang belakang mempunyai origo dan insersio pada prosesus transversus atau prosesus spinosus. Stabilitas kolumna vertebrale dijamin oleh ligamenta secara pasif dan secara aktif oleh otot-otot tersebut. Ujung-ujung serabut penghantar impuls nyeri terdapat di ligamenta, otot-otot, periostium, lapisan luar anulus fibrosus dan sinovia artikulus posterior.
(Sidharta, Priguna., 2004))

ETIOLOGI
Etiologi low back pain dapat dihubungkan dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Proses degeneratif, meliputi: spondilosis, HNP, stenosis spinalis, osteoartritis.
Perubahan degeneratif pada vertebrata lumbosakralis dapat terjadi pada korpus vertebrae berikut arkus dan prosessus artikularis serta ligamenta yang menghubungkan bagian-bagian ruas tulang belakang satu dengan yang lain. Dulu proses ini dikenal sebagai osteoartrosis deforman, tapi kini dinamakan spondilosis. Perubahan degeneratif ini juga dapat menyerang anulus fibrosis diskus intervertebralis yang bila tersobek dapat disusul dengan protusio diskus intervertebralis yang akhirnya menimbulkan hernia nukleus pulposus (HNP). Unsur tulang belakang lain yang sering dilanda proses degeneratif ini adalah kartilago artikularis yang dikenal sebagai osteoartritis.
2. Penyakit Inflamasi
LBP akibat inflamasi terbagi 2 yaitu artritis rematoid yang sering timbul sebagai penyakit akut dengan ciri persendian keempat anggota gerak terkena secara serentak atau selisih beberapa hari/minggu, dan yang kedua adalah pada spondilitis angkilopoetika, dengan keluhan sakit punggung dan sakit pinggang yang sifatnya pegal-kaku dan pada waktu dingin dan sembab linu dan ngilu dirasakan.
3. Osteoporotik
Sakit pinggang pada orang tua dan jompo, terutama kaum wanita, seringkali disebabkan oleh osteoporosis. Sakit bersifat pegal, tajam atau radikular.
4. Kelainan Kongenital
Anomali kongenital yang diperlihatkan oleh foto rontgen polos dari vertebrae lumbosakralis sering dianggap sebagai penyebab LBP meskipun tidak selamanya benar. Contohnya adalah lumbalisasi atau adanya 6 bukan 5 korpus vertebrae lumbalis merupakan variasi anatomik yang tidak mengandung arti patologik. Demikian pula pada sakralisasi, yaitu adanya 4 bukan 5 korpus vertebrae lumbalis.
5. Gangguan Sirkulatorik
Aneurisma aorta abdominalis dapat membangkitkan LBP yang hebat dan dapat menyerupai sprung back atau HNP. Gangguan sirkulatorik yang lain adalah trombosis aorta terminalis yang perlu mendapat perhatian karena mudah didiagnosa sebagai HNP. Gejalanya disebut sindrom Lerichie. Nyeri dapat menjalar sampai bokong, belakang paha dan tungkai kedua sisi.
(Adelia, Rizma., 2007)
6. Tumor
Dapat disebabkan oleh tumor jinak seperti osteoma, penyakit Paget, osteoblastoma, hemangioma, neurinoma,meningioma. Atau tumor ganas yang primer seperti mieloma multipel maupun sekunder seperti macam-macam metastasis.
7. Toksik
Keracunan logam berat, misalnya radium.
8. Infeksi
Akut disebabkan oleh kuman piogenik (stafilokokus, streptokokus) dan kronik contohnya pada spondilitis tuberkulosis (penyakit Pott), jamur, osteomielitis kronik.
9. Problem Psikoneurotik
Histeria atau depresi, malingering, LBP kompensatorik. LBP yang tidak mempunyai dasar organik dan tidak sesuai dengan kerusakan jaringan atau batas-batas anatomis.
(Nuarta, Bagus., 1989)
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis LBP berbeda-beda sesuai dengan etiologinya masing-masing seperti beberapa contoh dibawah ini :
1. LBP akibat sikap yang salah
• Sering dikeluhkan sebagai rasa pegal yang panas pada pinggang, kaku dan tidak enak namun lokasi tidak jelas.
• Pemeriksaan fisik menunjukkan otot-otot paraspinal agak spastik di daerah lumbal, namun motalitas tulang belakang bagian lumbal masih sempurna, walaupun hiperfleksi dan hiperekstensi dapat menimbulkan perasaan tidak enak
• Lordosis yang menonjol
• Tidak ditemukan gangguan sensibilitas, motorik, dan refleks pada tendon
• Foto rontgen lumbosakral tidak memperlihatkan kelainan yang relevan.
(Sidharta, Priguna., 2004)
2. Pada Herniasi Diskus Lumbal
• Nyeri punggung yang onsetnya perlahan-lahan, bersifat tumpul atau terasa tidak enak, sering intermiten, wala kadang onsetnya mendadak dan berat.
• Diperhebat oleh aktivitas atau pengerahan tenaga serta mengedan, batuk atau bersin.
• Menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak terkena dengan tungkai yang sakit difleksikan.
• Sering terdapat spasme refleks otot-otot paravertebrata yang menyebabkan nyeri sehingga membuat pasien tidak dapat berdiri tegak secara penuh.
• Setelah periode tertentu timbul skiatika atau iskialgia.
3. LBP pada Spondilosis
• Kompresi radiks sulit dibedakan dengan yang disebabkan oleh protrusi diskus, walaupun nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilisis
• Dapat muncul distesia tanpa nyeri pada daerah distribusi radiks yang terkena
• Dapat disertai kelumpuhan otot dan gangguan refleks
• Terjadi pembentukan osteofit pada bagian sentral dari korpus vertebra yang menekan medula spinalis.
• Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal.
4. LBP pada Spondilitis Tuberkulosis
• Terdapat gejala klasik tuberkulosis seperti penurunan berat badan, keringat malam, demam subfebris, kakeksia. Gejala ini sering tidak menonjol.
• Pada lokasi infeksi sering ditemukan nyeri vertebra/lokal dan menghilang bila istirahat.
• Gejala dan tanda kompresi radiks atau medula spinalis terjadi pada 20% kasus (akibat abses dingin)
• Onset penyakit dapat gradual atau mendadak (akibat kolaps vertebra dan kifosis)
• Diawali nyeri radikular yang mengelilingi dada atau perut, diikuti paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus, hiperrefleksia dan refleks Babinsky bilateral. Dapat ditemukan deformitas dan nyeri ketok tulang vertebra.
• Penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik.
5. LPB pada Spondilitis Ankilopoetika
• Biasanya dirasakan pada usia 20 tahun.
• Tidak hilang dengan istirahat dan tidak diperberat oleh gerakan.
• Pemeriksaan fisik menunjukkan pembatasan gerakan di sendi sakrolumbal dan seluruh tulang belakang lumbal.
• Laju endap darah meninggi.
• Terjadi osifikasi ligamenta interspinosa.
(Mansjoer, Arif, et all., 2007)



PEMERIKSAAN
1. Riwayat penyakit dengan perhatian khusus pada lokasi dan penjalaran nyeri, posisi tubuh yang menimbulkan atau memperberat nyeri, trauma, ligitasi (medikolegal), obat-obat penghilang nyeri yang dipakai dan jumlah yang dibutuhkan, kemungkinan keganasan.
2. Pemeriksaan fisis, dengan perhatian khusus pada tanda-tanda infeksi sistemis, tanda-tanda keganasan yang tersembunyi, nyeri tekan lokal atau pada insisura iskiatika, spasme otot, ruang lingkup gerakan, tes angkat tungkai lurus (Laseque), dan pemeriksan rektum (tonus sfingter dan prostat).
3. Pemeriksaan neurologis, dengan perhatian khusus pada afek dan alam perasaan, kelemahan otot, atrofi, atau fasikulasi, defisit sensorik termasuk perineum, refleks (tendon dalam, abdominal, anal, kremaster).
4. Pemeriksaan laboratorium yaitu foto rontgen polos (posterior, lateral, oblik) hitung darah lengkap dan laju endap darah, serum : kreatinin, kalsium, fosfat, alkali fosfatase, asam urat, fosfatase asam (pria), gula darah puasa.
5. Pemeriksaan khusus (misalnya sken tulang, gula darah 2-jam postprandial, sken magnetik resonan, sken tomografik, mielografi) bergantung pada hasil pemeriksaan rutin di atas.
(Mansjoer, Arif, et all., 2007)

PENATALAKSANAAN
Nyeri pinggang dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan, istirahat dan modalitas. Pemberian obat anti inflamasi non steroid (OAINS) diperlukan untuk jangka waktu pendek disertai dengan penjelasan kemungkinan efek samping dan interaksi obat. Tidak dianjurkan penggunaan muscle relaxan karena memiliki efek depresan. Namun pada pasien dengan depresi premorbid atau timbul depresi akibat rasa nyeri, penggunaan anti depresan dianjurkan. Untuk pengobatan simptomatis lainnya, kadang memerlukan campuran antara obat analgesik, antiinflamasi,OAINS, dan penenang.
Istirahat secara umum atau lokal banyak memberikan manfaat. Tirah baring pada alas keras dimaksudkan untuk mencegah melengkungnya tulang punggung. Modalitas dapat berupa kompres es, semprotan etil klorida, dan fluorimetan.
Tidak semua nyeri dapat diatasi dengan cara-cara di atas. Terkadang diperlukan tindakan injeksi anestetik atau antiinflamasi steroid pada tempat-tempat seperti pada faset, radiks saraf, epidural, intradural. Bahkan untuk beberapa kasus LBP dibutuhkan pembedahan.
Setelah fase akut teratasi dilakukan beberapa pencegahan kekambuhan diantaranya pelatihan peregangan dan pemakaian korset atau braching.
(Adelia, Rizma., 2007)



















DAFTAR PUSTAKA

Adelia, Rizma., 2007. Nyeri Pinggang/Low Back Pain. In : http://www.fkunsri.wordpress.com/2007/09/01/nyeri-pinggang-low-back-pain/
Idyan, Zamna., 2007. Hubungan Lama Duduk Saat Perkuliahan Dengan Keluhan Low Back Pain. In : http://www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=130
Mansjoer, Arif, et all., 2007. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran,
edisi III, jilid kedua, cetakan keenam. Jakarta : Media Aesculapius. 54-59
Nuarta, Bagus., 1989. Beberapa Segi Klinik dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang Bawah. In : http://www.kalbe.co.id
Sidharta, Priguna., 2004. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik Umum, edisi III, cetakan kelima. Jakarta : PT Dian Rakyat. 203-205

READ MORE - LOW BACK PAIN

Abses Leher Dalam sebagai Komplikasi Infeksi Odontogenic

Sutji Pratiwi Rahardjo
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNHAS

Abstrak. Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial, di antara fasia leher sebagai
akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, sinus paranasali, telinga tengah, leher, dan lain-lain.
Infeksi biasanya dimulai dari jaringan lunak leher yang meluas ke ruang-ruang potensial . Apeks gigi molar rahang
bawah sangat erat hubungannya dengan m. mylohyoideus sehingga bila terjadi abses dentoalveolar, mudah
menembus ruang submaksilar dan menyebar secara perkontinuitatum ke ruang-ruang lain. Komplikasi yang paling
tinggi mortalitasnya pada penyakit ini adalah mediastinitis. Kami melaporkan 2 kasus abses leher dalam yang
berasal dari komplikasi infeksi odontogenic. Kasus pertama adalah angina Ludwig yang berasal dari infeksi gigi
4.8. Kasus kedua adalah masticatory abscess yang berasal dari infeksi gigi 4.8. Pada kasus 1 dan 2, pasien
datang dengan trismus, disfagia, febris dan tanpa obstruksi jalan napas. Pada pasien dilakukan drainase abses
dan pemberian antibiotik parenteral sesuai kultur dan sensitivitas. Hasil terapi baik, maka pasien melakukan ekstraksi
gigi untuk menghilangkan fokus infeksi setelah rawat jalan.
Kata kunci: abses leher dalam, angina Ludwig, masticatory abscess

Pendahuluan
Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam
ruang potensial di antara fasia leher sebagai akibat
penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, sinus
paranasal, telinga tengah, leher, dan lainnya. Tergantung
ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinis setempat
berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi
infeksi.1,2
Sejak ditemukannya antibiotik, secara signifikan angka
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) kasus
abses leher dalam menurun secara drastis. Walaupun
demikian, abses leher dalam tetap merupakan salah satu
kasus kegawatan di bidang THT. Keterlambatan dalam
diagnosis dan pemberian terapi yang tidak adekuat dapat
mengakibatkan komplikasi yang dapat membahayakan
jiwa, seperti mediastinitis, dengan angka mortalitas sebesar
40%.2,3 Karena itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman
anatomi yang baik tentang fasia dan ruang potensial serta
faktor penyebab dari abses leher dalam agar dapat
memperkirakan perjalanan penyebaran infeksi dan
penatalaksanaan yang adekuat

Etiologi
Sebelum ditemukannya antibiotik, 70% dari kasus abses
leher dalam disebabkan oleh penyebaran dari infeksi yang
berasal dari faring dan tonsil. Setelah ditemukannya
antibiotik, infeksi gigi merupakan sumber infeksi paling
banyak yang dapat menyebabkan abses leher dalam.
Kebersihan gigi yang kurang dan penyalahgunaan obat
intravena bisa menjadi faktor penyebab tersering pada orang
dewasa.2,5
Penyebab infeksi leher dalam sebagai berikut:2
_ Infeksi pada faring dan tonsil
_ Infeksi atau abses dental
_ Prosedur bedah mulut atau pengangkatan kawat gigi
_ Infeksi atau obstruksi glandula saliva
_ Trauma kavum oris dan faring
_ Pemeriksaan, terutama esofagoskopi atau bronkoskopi
_ Aspirasi benda asing
_ Limfadenitis servikal
_ Anomali celah brakial
_ Kista ductus tyroglossalis
_ Tiroiditis
_ Mastoiditis dengan petrositis dan Bezold’s abscess
_ Penggunaan obat intravena
_ Nekrosis dan supurasi masa atau limfonodus servikalis
maligna

Berbagai jenis organisme ditemukan pada abses leher
dalam. Kebanyakan abses mengandung flora bakteri
campuran. Pada suatu penelitian, rata-rata ditemukan lebih
dari 5 spesies yang diisolasi pada satu kasus.2,5,6
Streptococcus, terutama hemolytic, dan staphylococcus
adalah patogen aerob yang sering ditemukan. Isolat aerob
yang lain adalah bakteri Diptheroid, Neisseria, Klebsiella, dan
Haemophillus.2
Kebanyakan abses odontogenic melibatkan patogen
anaerob misalnya spesies Bacteroides, terutama Bacteroides
melaninogenicus, dan Peptostreptococcus.

Kasus
Kasus Pertama
Pasien laki-laki, 35 tahun, dengan keluhan utama terdapat
pembengkakan di bawah dagu yang terasa hangat dan keras,
susah makan terutama makanan padat, tetapi masih dapat
minum. Sembilan hari sebelumnya penderita mengeluh
sakit pada gigi geraham kiri bawah, lalu berobat di
Puskesmas namun tidak ada perubahan. Pasien merasa ada
cairan nanah yang merembes keluar melalui akar giginya
yang rusak. Dua hari sebelum masuk RS penderita tidak
dapat membuka mulut dan disertai suhu badan yang agak
tinggi, sakit kepala namun sesak belum ada.

Pemeriksaan Fisis:
Keadaan umum: sedikit lemah/gizi cukup/ sadar. Tanda
vital: tekanan darah (TD):120/80 mm Hg, nadi (N): 100x/
mnt, suhu (S): 38,5oC, pernapasan (P): 28x/mnt. Terlihat
trismus ± 2 cm, hipersalivasi. Melalui celah di antara gigi
tampak sisa gangren radiks pada M3 kiri bawah. Sesak
belum dirasakan oleh penderita.

Pemeriksaan THT
Inspeksi: fluktuasi di bawah leher, batas tidak jelas, saat di
palpasi kesan seperti papan, teraba panas, tetapi tidak nyeri.
Telinga: telinga kanan dan kiri tidak ada kelainan. Hidung:
konka nasalis dan septum nasi kesan normal. Tenggorok:
tidak dapat dinilai karena trismus ± 2 cm.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Hb:13g/dL, lekosit: 20x103/mm3, eritrosit: 4.48x106/mm3,
trombosit: 247x103/mm3, GDS: 229 mg/dL, ureum: 90.7 u/
L, kreatinin: 1,47 u/L, SGOT: 78.3 u/L, SGPT: 52.7 u/L
Radiologi: foto toraks: kesan normal. Foto servikal AP dan
lateral: soft tissue swelling dengan gambaran lusen di
dalamnya. Di daerah prefaringal dan parafaringal disertai
dengan kompresi pada ke-2 sisi trakea terutama sisi kiri,
sesuai dengan gambaran abses prefaringal dan parafaringal.

Diagnosis kerja: angina Ludwig
Penatalaksanaan:
IVFD RL: Dextrose 5% 1:1.28 tts/mnt
Clindamycin 3x300 mg p.o
Metronidazole 500 mg/12 jam/IV drips
Dexamethasone 1 ampul/8 jam/IV
Novalgin 1 ampul/8 jam/IV
Pasang NGT, diet bubur saring (TKTP per sonde)
Awasi jalan nafas dan tanda-tanda vital (T,N,S,P)
Konsul bagian gigi, mulut dan bagian interna
Perawatan hari ke-1
Tanda vital: T: 120/70 mmHg, N: 88x/mnt, S: 38°C, P: 20x/
mnt. Keadaan umum: sedikit lemah. Trismus ± 2 cm,
odinofagi (+), febris ada, disfagia (+) (makanan padat)
Edema pada daerah submental dan submandibula, fluktuasi
(+), sesak (-).

Penatalaksanaan :
o IVFD RL: dextrose 5% 1; 1.28 tetes/mnt.
o Clindamycin 3x300mg (per sonde)
o Dexamethasone 1 amp/8 jam/IV
o Novalgin 1 amp/8 jam/IV
o Diet bubur saring TKTP (per sonde)
o Dilakukan pungsi dan aspirasi di daerah submental,
kesan pus disertai darah kurang lebih 50 cc
o Kultur dan sensitivitas tes
o Jawaban konsul bagian Gigi dan Mulut: setuju dilakukan
ekstraksi sisa akar gigi M3 kiri bawah, jika trismus
berkurang
o Jawaban konsul Penyakit Dalam: terdapat gangguan
fungsi ginjal mungkin disebabkan oleh intake cairan
tidak adekuat. Usul: rehidrasi (keseimbangan cairan),
kontrol ulang ureum dan kreatinin beberapa hari
kemudian, periksa GDP, TTGO.

Perawatan hari ke-8:
Keadaan umum:
Membaik.
Tanda vital: T: 120/70 mmHg, N: 88x/mnt, S: 37,3oC,
20x/mnt
Trismus ± 3 cm, odinofagi (±), disfagia mulai berkurang,
pus sisa sedikit pada drain. Ganti obat oral yaitu:
Clindamycin 3x300 mg, dexametazone 3x1 tablet, mefenamat
acid 3x500 mg, ekstraksi gigi.
Kasus Kedua:
Pasien laki-laki, 28 tahun, dengan keluhan utama terdapat
pembengkakan daerah pipi sebelah kiri ± 7 hari sebelum
masuk RS. Dua hari sebelum masuk RS, penderita
dapat membuka mulut, disertai sakit bila menelan. Demam,
sakit kepala, tetapi tidak ada sesak
Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum : sakit sedang/ gizi baik/ sadar. Tanda
T: 110/60 mmHg, N: 72x/mnt, S: 36.5°C, P: 20x/ mnt, terlihat
trismus ± 1 cm, hipersalivasi. Tampak sisa akar gigi M2
M3 rahang bawah kiri. Tidak terdapat adanya sesak.
Pemeriksaan THT
Inspeksi: benjolan di pipi sebelah kiri mulai daerah zygoma
ke bawah sampai di daerah submental dan angulus
mandibula kiri. Palpasi: nyeri tekan (+), fluktuasi (+).
Telinga: telinga kanan dan kiri tidak ada kelainan. Hidung:
konka nasalis dan septum nasi kesan normal. Tenggorok:
tidak dapat dinilai karena trismus ± 2 cm.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium: Hb:16g/dL, leukosit 21.1x103/mm3, GDS: 95
mg/dL, ureum 34 mg/dL, kreatinin 1.7 mg/dL, SGOT 17
u/L, SGPT 15 u/L.
Radiologi:
Foto toraks: dalam batas normal, foto servikal AP/ lateral:
tidak ada kelainan radiologik.

Diagnosis kerja: masticatory abscess sinistra
Penatalaksanaan:
IVFD RL: Dextrosa 5% 1:1 28 tetes/mnt. Ampicillin 1 gr/8
jam/IV (skin test). Metronidazole 500 mg/12 jam/IV/drip.
Novalgin 1 amp/8 jam/IV. Dexamethasone 1 amp/8 jam/IV.
Konsul bagian Gigi dan Mulut

Perawatan hari I
Keadaan umum: sakit sedang/gizi cukup/sadar. Tanda
vital: T: 110/60 mmHg, N : 72x/mnt, S : 36.5oC ,P : 20 x/
mnt. Terlihat trismus ± 1 cm, bengkak pada pipi sebelah
kiri. Dilakukan insisi dan drainase ± 1 cm di bawah angulus
mandibula kiri, kesan pus warna kuning kehijauan, foetor
(+). Kultur dan sensitivitas. Jawaban konsul Gigi dan Mulut:
ekstraksi gigi dilakukan setelah trismus berkurang.
Perawatan hari ke-9
Keadaan umum: sakit sedang/gizi cukup/sadar.
Tanda vital: T: 110/60 mmHg, N: 72x/mnt, S: 36.5oC, P: 20
x/mnt.
Trismus membaik ± 3 cm, bengkak pada pipi sebelah kiri
sudah tidak ada. Odinofagi tidak ada.
Penatalaksanaan: ganti dengan obat oral yaitu:
chloramphenicol 3x500 mg, dexamethasone 2x1 tablet, Na
diclofenac 2x50 mg, ekstraksi gigi dan pasien dipulangkan.

Pembahasan
Kasus pertama merupakan kasus angina Ludwig yang
mengenai beberapa ruang leher dalam yaitu ruang
submental, submandibular, ruang visera anterior dengan
sumber infeksi berasal dari gigi molar rahang bawah.
Penjalaran penyakit diawali dengan sakit gigi kemudian
diikuti pembengkakan di dagu. Penyebaran infeksi yang
berlanjut ke submental dan submandibula tanpa diketahui
ruang mana yang terkena lebih dahulu. Sedangkan kasus
kedua merupakan kasus masticatory abscess.
Menurut Boss-Sorvino, et al., faktor penyebab infeksi
odontogenic dan periodontal merupakan 75-90% dari seluruh
kasus. Adanya trismus dan letak anatomi yang berdekatan
antara apeks radiks gigi, ruang submandibular dan
masticatory menunjukkan kemungkinan adanya penyebaran
infeksi dari gigi.10 Trismus dapat juga terjadi akibat iritasi
pada m. masseter dan tendon m. pterygoideus internus yang
terdapat di ruang masticatory. Dari ruang masticatory, infeksi
dapat dengan mudah menyebar ke ruang parafaring, oleh
karena parafaring terletak di anterolateral dari ruang
masticatory.
Pertimbangan pertama pada pasien dengan angina
Ludwig adalah kontrol jalan napas. Edema lidah dan mulut,
serta adanya trismus adalah halangan untuk melakukan
intubasi oral. Trakeostomi dipertimbangkan bila ada tandatanda
sumbatan jalan napas.8 Pada kedua kasus ini tidak
ditemukan adanya hambatan jalan nafas. Pada kasus
pertama, pus yang terdapat di ruang sublingual dapat di
drainase dengan baik melalui fistula intraoral (sisa akar gigi
yang mengeluarkan pus). Gambaran foto servikal AP dan
lateral, tampak bahwa selain abses di submental, juga
terdapat abses di parafaringal yang menekan trakea.
Hubungan anatomi antara masing-masing ruang potensial
adalah sebagai berikut kasus kedua, pasien datang dengan
pembengkakan pada pipi kiri. Setelah dilakukan insisi dan
drainase pada daerah angulus mandibula, keluar pus warna
kuning kehijauan. Keadaan umum penderita menjadi lebih
baik, setelah eksplorasi dan pemberian antibiotik yang
sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas.2

Daftar Pustaka
1. Fachruddin D. Abses leher dalam. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000.p.184-8
2. Driscoll BP, Scott B, Stiernberg C. Deep neck space infection.
In: Bailey, ed. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 2nd ed.
Vol 1. Philadelphia New York:Lippincott-Raven; 2002.p.819-35
3. Lee Kj. Neck spaces and fascial planes. In: Essential
Otolryngology Head & Neck Surgery. 8th ed. New York:McGraw-
Hill.p.422-37
4. Ballenger JJ. Snow JB. Ruang-ruang fasia. Dalam: Staf Ahli
Bagian THT RSCM-FKUI, ed. Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. 13th edition. Jakarta:Bina Rupa
Aksara;1996.p.295-303
5. Marcincuk MC. Deep neck infections. Available from: http://
www. emedicine.com/ specialties/ otolaryngology and Facial
Plastic Surgery
6. Jimenez Y, et al. Odontogenic infections complications. Systemic
manifestations. In: Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2004; 9 Suppl:SJ
39-47
7. Beck HJ. Salassa JR. McCaffrey T, et al. Life-threatening soft tissue
infections of the neck. Laryngoscope 1984; 94: 54-62
8. Bross-Soriano D, et al. Management of ludwig’s angina with small
neck incisions: 18 years experience. Otolaryngol Head Neck Surg
2004; 130:712-7
9. Levine T et al. Mediastinitis occurring as a complication of
odontogenic infections. Laryngoscope 986; 96:747-9
10. Zainuddin H, dkk. Abses mastikator. Kumpulan Naskah Ilmiah
Konggres Nasional VIII. PERHATI; 1986.p.649-54

READ MORE - Abses Leher Dalam sebagai Komplikasi Infeksi Odontogenic

ASI

Air susu ibu (ASI) adalah sebuah cairan tanpa tanding ciptaan Allah untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem saraf.1 Makanan-makanan tiruan untuk bayi yang diramu menggunakan tekhnologi masa kini tidak mampu menandingi keunggulan makanan ajaib ini.Daftar manfaat ASI bagi bayi selalu bertambah setiap hari. Penelitian menunjukkan, bayi yang diberi ASI secara khusus terlindung dari serangan penyakit sistem pernapasan dan pencernaan. Hal itu disebabkan zat-zat kekebalan tubuh di dalam ASI memberikan perlindungan langsung melawan serangan penyakit. Sifat lain dari ASI yang juga memberikan perlindungan terhadap penyakit adalah penyediaan lingkungan yang ramah bagi bakteri ”menguntungkan” yang disebut ”flora normal”. Keberadaan bakteri ini menghambat perkembangan bakteri, virus dan parasit berbahaya. Tambahan lagi, telah dibuktikan pula bahwa terdapat unsur-unsur di dalam ASI yang dapat membentuk sistem kekebalan melawan penyakit-penyakit menular dan membantunya agar bekerja dengan benar. 2
Karena telah diramu secara istimewa, ASI merupakan makanan yang paling mudah dicerna bayi. Meskipun sangat kaya akan zat gizi, ASI sangat mudah dicerna sistem pencernaan bayi yang masih rentan. Karena itulah bayi mengeluarkan lebih sedikit energi dalam mencerna ASI, sehingga ia dapat menggunakan energi selebihnya untuk kegiatan tubuh lainnya, pertumbuhan dan perkembahan organ.
Air susu ibu yang memiliki bayi prematur mengandung lebih banyak zat lemak, protein, natrium, klorida, dan besi untuk memenuhi kebutuhan bayi. Bahkan telah dibuktikan bahwa fungsi mata bayi berkembang lebih baik pada bayi-bayi prematur yang diberi ASI dan mereka memperlihatkan kecakapan yang lebih baik dalam tes kecerdasan. Selain itu, mereka juga mempunyai banyak sekali kelebihan lainnya.
Salah satu hal yang menyebabkan ASI sangat dibutuhkan bagi perkembangan bayi yang baru lahir adalah kandungan minyak omega-3 asam linoleat alfa. Selain sebagai zat penting bagi otak dan retina manusia, minyak tersebut juga sangat penting bagi bayi yang baru lahir. Omega-3 secara khusus sangat penting selama masa kehamilan dan pada tahap-tahap awal usia bayi yang dengannya otak dan sarafnya berkembang secara nomal. Para ilmuwan secara khusus menekankan pentingnya ASI sebagai penyedia alami dan sempurna dari omega-3. 3
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan para ilmuwan Universitas Bristol mengungkap bahwa di antara manfaat ASI jangka panjang adalah dampak baiknya terhadap tekanan darah, yang dengannya tingkat bahaya serangan jantung dapat dikurangi. Kelompok peneliti tersebut menyimpulkan bahwa perlindungan yang diberikan ASI disebabkan oleh kandungan zat gizinya. Menurut hasil penelitian itu, yang diterbitkan dalam jurnal kedokteran Circulation, bayi yang diberi ASI berkemungkinan lebih kecil mengidap penyakit jantung. Telah diungkap bahwa keberadaan asam-asam lemak tak jenuh berantai panjang (yang mencegah pengerasan pembuluh arteri), serta fakta bahwa bayi yang diberi ASI menelan sedikit natrium (yang berkaitan erat dengan tekanan darah) yang dengannya tidak mengalami penambahan berat badan berlebihan, merupakan beberapa di antara manfaat ASI bagi jantung.4
Selain itu, kelompok penelitian yang dipimpin Dr. Lisa Martin, dari Pusat Kedokteran Rumah Sakit Anak Cincinnati di Amerika Serikat, menemukan kandungan tinggi hormon protein yang dikenal sebagai adiponectin di dalam ASI. 5 Kadar Adiponectin yang tinggi di dalam darah berhubungan dengan rendahnya resiko serangan jantung. Kadar adiponectin yang rendah dijumpai pada orang yang kegemukan dan yang memiliki resiko besar terkena serangan jantung. Oleh karena itu telah diketahui bahwa resiko terjadinya kelebihan berat badan pada bayi yang diberi ASI berkurang dengan adanya hormon ini. Lebih dari itu, mereka juga menemukan keberadaan hormon lain yang disebut leptin di dalam ASI yang memiliki peran utama dalam metabolisme lemak. Leptin dipercayai sebagai molekul penyampai pesan kepada otak bahwa terdapat lemak pada tubuh. Jadi, menurut pernyataan Dr. Martin, hormon-hormon yang didapatkan semasa bayi melalui ASI mengurangi resiko penyakit-penyakit seperti kelebihan berat badan, diabetes jenis 2 dan kekebalan terhadap insulin, dan penyakit pada pembuluh nadi utama jantung. 6
Fakta tentang "Makanan Paling Segar" [ASI]
Fakta tentang ASI tidak berhenti hanya sampai di sini. Peran penting yang dimainkannya terhadap kesehatan bayi berubah seiring dengan tahapan-tahapan yang dilalui bayi dan jenis zat-zat makanan yang dibutuhkan pada tahapan tertentu. Kandungan ASI berubah guna memenuhi kebutuhan yang sangat khusus ini. ASI, yang selalu siap setiap saat dan selalu berada pada suhu yang paling sesuai, memainkan peran utama dalam perkembangan otak karena gula dan lemak yang dikandungnya. Di samping itu, unsur-unsur seperti kalsium yang dimilikinya berperan besar dalam perkembangan tulang-tulang bayi.
Meskipun disebut sebagai susu, cairan ajaib ini sebenarnya sebagian besarnya tersusun atas air. Ini adalah ciri terpenting, sebab selain makanan, bayi juga membutuhkan cairan dalam bentuk air. Keadaan yang benar-benar bersih dan sehat mungkin tidak bisa dimunculkan pada air atau bahan makanan, selain pada ASI. Namun ASI – sedikitnya 90% adalah air – , memenuhi kebutuhan bayi akan air dalam cara yang paling bersih dan sehat.

ASI dan Kecerdasan
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa perkembangan kemampuan otak pada bayi yang diberi ASI lebih baik daripada bayi lain. Penelitian pembandingan terhadap bayi yang diberi ASI dengan bayi yang diberi susu buatan pabrik oleh James W. Anderson – seorang ahli dari Universitas Kentucky – membuktikan bahwa IQ [tingkat kecerdasan] bayi yang diberi ASI lebih tinggi 5 angka daripada bayi lainnya. Berdasarkan hasil penelitian ini ditetapkan bahwa ASI yang diberikan hingga 6 bulan bermanfaat bagi kecerdasan bayi, dan anak yang disusui kurang dari 8 minggu tidak memberikan manfaat pada IQ. 7
Apakah ASI Dapat Memerangi Kanker? Berdasarkan hasil seluruh penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa ASI, yang dibahas dalam ratusan tulisan yang telah terbit, melindungi bayi terhadap kanker. Hal ini telah diketahui, walaupun secara fakta mekanismenya belum sepenuhnya dipahami. Ketika sebuah protein ASI membunuh sel-sel tumor yang telah ditumbuhkan di dalam laboratorium tanpa merusak sel yang sehat mana pun, para peneliti menyatakan bahwa sebuah potensi besar telah muncul. Catharina Svanborg, Profesor imunologi klinis di Universitas Lund, Swedia, memimpin kelompok penelitian yang menemukan rahasia mengagumkan ASI ini.8 Kelompok yang berpusat di Universitas Lund ini menjelaskan kemampuan ASI dalam memberikan perlindungan melawan beragam jenis kanker sebagai penemuan yang ajaib.
Awalnya, para peneliti memberi perlakuan pada sel-sel selaput lendir usus yang diambil dari bayi yang baru lahir dengan ASI. Mereka mengamati bahwa gangguan yang disebabkan oleh bakteri Pneumococcus dan dikenal sebagai pneumonia berhasil dengan mudah dihentikan oleh ASI. Terlebih lagi, bayi yang diberi ASI mengalami jauh lebih sedikit gangguan pendengaran dibandingkan bayi yang diberi susu formula, dan menderita jauh lebih sedikit infeksi saluran pernapasan. Pasca serangkaian penelitian, diperlihatkan bahwa ASI juga memberikan perlindungan melawan kanker. Setelah menunjukkan bahwa penyakit kanker getah bening yang teramati pada masa kanak-kanak ternyata sembilan kali lebih sering menjangkiti anak-anak yang diberi susu formula, mereka menyadari bahwa hasil yang sama berlaku pula untuk jenis-jenis kanker lainnya. Menurut hasil penelitian tersebut, ASI secara tepat menemukan keberadaan sel-sel kanker dan kemudian membunuhnya. Adalah zat yang disebut alpha-lac (alphalactalbumin), yang terdapat dalam jumlah besar di dalam ASI, yang mengenali keberadaan se-sel kanker dan membunuhnya. Alpha-lac dihasilkan oleh sebuah protein yang membantu pembuatan gula laktosa di dalam susu.
Berikut manfaat ASI untuk bayi[1] [2]
1. Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya[3].
2. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)[3].
3. Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat[3].
4. ASI disesuaikan secara unik bagi bayi manusia, seperti halnya susu sapi adalah yang terbaik untuk sapi
5. Komposisi ASI ideal untuk bayi
6. Dokter sepakat bahwa ASI mengurangi resiko infeksi lambung-usus, sembelit, dan alergi
7. Bayi ASI memiliki kekebalan lebih tinggi terhadap penyakit. Contohnya, ketika si ibu tertular penyakit (misalnya melalui makanan seperti gastroentretis atau polio), antibodi sang ibu terhadap penyakit tersebut diteruskan kepada bayi melalui ASI
8. Bayi ASI lebih bisa menghadapi efek kuning (jaundice). Level bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring dengan diberikannya kolostrum dan mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tanpa pengganti ASI.
9. ASI selalu siap sedia setiap saat bayi menginginkannya, selalu dalam keadaan steril dan suhu susu yang pas
10. Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI juga memberikan kedekatan antara ibu dan anak. Bayi merasa aman, nyaman dan terlindungi, dan ini mempengaruhi kemapanan emosi si anak di masa depan.
11. Apabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk diberikan karena sangat mudah dicerna. Bayi akan lebih cepat sembuh.
12. Bayi prematur lebih cepat tumbuh apabila mereka diberikan ASI perah. Komposisi ASI akan teradaptasi sesuai dengan kebutuhan bayi, dan ASI bermanfaat untuk menaikkan berat badan dan menumbuhkan sel otak pada bayi prematur.
13. Beberapa penyakin lebih jarang muncul pada bayi ASI, di antaranya: kolik, SIDS (kematian mendadak pada bayi), eksim, Chron’s disease, dan Ulcerative Colitis.
14. IQ pada bayi ASI lebih tinggi 7-9 point daripada IQ bayi non-ASI. Menurut penelitian pada tahun 1997, kepandaian anak yang minum ASI pada usia 9 1/2 tahun mencapai 12,9 poin lebih tinggi daripada anak-anak yang minum susu formula.[4]
15. Menyusui bukanlah sekadar memberi makan, tapi juga mendidik anak. Sambil menyusui, eluslah si bayi dan dekaplah dengan hangat. Tindakan ini sudah dapat menimbulkan rasa aman pada bayi, sehingga kelak ia akan memiliki tingkat emosi dan spiritual yang tinggi. Ini menjadi dasar bagi pertumbuhan manusia menuju sumber daya manusia yang baik dan lebih mudah untuk menyayangi orang lain.
Berikut manfaat ASI untuk ibu menyusui [1] [2]:
Hisapan bayi membantu rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali ke masa pra-kehamilan dan mengurangi risiko perdarahan
1. Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan pindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali
2. Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menyusui memiliki resiko lebih rendah terhadap kanker rahim dan kanker payudara.
3. ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan dan mensterilkan botol susu, dot, dsb
4. ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan ke luar rumah tanpa harus membawa banyak perlengkapan seperti botol, kaleng susu formula, air panas, dsb
5. ASI lebih murah, karena tidak usah selalu membeli susu kaleng dan perlengkapannya
6. ASI selalu bebas kuman, sementara campuran susu formula belum tentu steril
7. Penelitian medis juga menunjukkan bahwa wanita yang menyusui bayinya mendapat manfaat fisik dan manfaat emosional
8. ASI tak bakalan basi. ASI selalu diproduksi oleh pabriknya di wilayah payudara. Bila gudang ASI telah kosong. ASI yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi, ASI dalam payudara tak pernah basi dan ibu tak perlu memerah dan membuang ASI-nya sebelum menyusui[4].
sunting Untuk Keluarga[5]
1. Tidak perlu uang untuk membeli susu formula, botol susu kayu bakar atau minyak untuk merebus air, susu atau peralatan.
2. Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam perawatan kesehatan dan berkurangnya kekhawatiran bayi akan sakit.
3. Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi LAM dari ASI eksklusif.
4. Menghemat waktu keluarga bila bayi lebih sehat.
5. Memberikan ASI pada bayi (meneteki) berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab ASI selalu siap tersedia.
6. Lebih praktis saat akan bepergian, tidak perlu membawa botol, susu, air panas, dll.
sunting Untuk Masyarakat dan Negara[5]
1. Menghemat devisa negara karena tidak perlu mengimpor susu formula dan peralatan lain untuk persiapannya.
2. Bayi sehat membuat negara lebih sehat.
3. Terjadi penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi sakit lebih sedikit.
4. Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan kematian.
5. Melindungi lingkungan karena tak ada pohon yang digunakan sebagai kayu bakar untuk merebus air, susu dan peralatannya.
6. ASI adalah sumber daya yang terus menerus diproduksi dan baru
ASI? Air susu ibu (breast feeding) merupakan makanan terbaik bagi bayi pada awal kehidupannya. ASI eksklusif (yaitu pemberian ASI tanpa makanan pendamping lain) telah cukup untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi dalam enam bulan pertama setelah dilahirkan. Sebaiknya, pemberian ASI diteruskan sampai umur dua tahun.
Apa Manfaat ASI bagi ibu?
• ASI mudah diperoleh, selalu siap diberikan setiap saat, dan secara ekonomi jauh lebih murah.
• Saat bayi mengisap payudara ibu, tubuh ibu akan merespon isapan tersebut dengan mengeluarkan sejenis horman (oksitosin) yang menimbulkan kontraksi pada kandungan (uterus) ibu, sehingga kandungan ibu lebih cepat untuk kembali ke ukuran normal. Ibu memperoleh kepuasan emosional karena merasa mampu memberi makanan yang bergizi bagi bayinya.
• Menyusui kadang membantu ibu menurunkan berat badan yang naik saat hamil. Ibu yang menyusui bayinya jarang menderita "depresi setelah melahirkan". Ibu menyusui mempunyai resiko yang jauh lebih kecil untuk terkena kanker payudara, kanker kandungan, dan kanker ovarium.
• Ibu yang menyusui bayinya, akan menjadi contoh bagi ibu lainnya untuk menyusui bayinya juga.
Apa Manfaat ASI bagi bayi?
• ASI mengandung nutrisi yang seimbang yang cocok untuk tumbuh kembang bayi.
• ASI mengandung jenis protein yang mudah dicerna oleh usus bayi yang masih lemah.
• ASI mengandung antibodi yang berguna untuk kekebalan tubuh bayi dari serangan penyakit.
• ASI mengandung asam amino DHA dan AA yang berguna untuk perkembangan otak bayi.
• ASI akan menurunkan resiko terkena eksim dan asma.
• ASI akan mengurangi resiko kegemukan, terkena penyakit tekanan darah tinggi, diabetes, kolesterol, kelak saat dewasa.
Apa Manfaat ASI bagi keduanya?
Saat menyusui, terjadi kontak fisik antara ibu dan bayinya. Kontak fisik ini sangat berperan memperat hubungan kasih sayang antara keduanya, tidak hanya saat proses menyusui, tapi juga pada kehidupan mereka selanjutnya
ASI adalah makanan alamiah untuk bayi anda. ASI mengandung nutrisi-nutrisi dasar dan elemen, dengan jumlah yang sesuai, untuk pertumbuhan bayi yang sehat.
Memberikan ASI kepada bayi anda bukan saja memberikan kebaikan bagi bayi tapi juga keuntungan untuk ibu.

Keuntungan untuk bayi:
• ASI adalah makanan alamiah yang disediakan untuk bayi anda. Dengan komposisi nutrisi yang sesuai untuk perkembangan bayi sehat.
• ASI mudah dicerna oleh bayi.
• Jarang menyebabkan konstipasi.
• Nutrisi yang terkandung pada ASI sangat mudah diserap oleh bayi.
• ASI kaya akan antibody(zat kekebalan tubuh) yang membantu tubuh bayi untuk melawan infeksi dan penyakit lainnya..
• ASI dapat mencegah karies karena mengandung mineral selenium.
• Dari suatu penelitian di Denmark menemukan bahwa bayi yang diberikan ASI samapi lebih dari 9 bulan akan menjadi dewasa yang lebih cerdas. Hal ini diduga karena Asi mengandung DHA/AA.
• Bayi yang diberikan ASI eksklusif samapi 4 bln akan menurunkan resiko sakit jantung bila mereka dewasa.
• ASI juga menurunkan resiko diare, infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi saluran kencing, dan juga menurunkan resiko kematian bayi mendadak.
• Memberikan ASI juga membina ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi.

Keuntungan untuk ibu:
• Memberikan ASI segera setelah melahirkan akan meningkatkan kontraksi rahim, yang berarti mengurangi resiko perdarahan.
• Memberikan ASI juga membantu memperkecil ukuran rahim ke ukuran sebelum hamil.
• Menyusui (ASI) membakar kalori sehingga membantu penurunan berat badan lebih cepat.
• Beberapa ahli menyatakan bahwa terjadinya kanker payudara pada wanita menyusui sangat rendah.

Karena begitu besar manfaat dari ASI maka WHO dan UNICEF menganjurkan agar para ibu memberikan ASI EKSKLUSIF yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan pendamping hingga bayi berusia 6 bulan.
Begitu banyak keuntungan yang diberikan Air Susu Ibu baik untuk ibu maupun bayi. Berikanlah Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi anda sebagai hadiah terindah dalam menyambut kelahirannya.

Air Susu Ibu (ASI) adalah anugerah Tuhan untuk bayi yang tidak dapat digantikan oleh makanan atau minuman apapun. Hanya ASI yang dapat memenuhi semua kebutuhan bayi untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. ASI aman, bersih dan mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai macam penyakit dan infeksi. Lebih dari itu, ASI tersedia setiap saat dan gratis sehingga tidak merepotkan ibu untuk memberikannya.
Mempertimbangkan keunggulan ASI tersebut, WHO/UNICEF (2002) dalam dokumen Global Strategy for Infant and Young Child Feeding (IYCF) merekomendasikan pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak sampai usia 2 tahun adalah : 1) Memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan inisiasi menyusu dini dalam 1 jam setelah lahir; 2) Menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai umur 6 bulan; 3) Mulai memberi makanan pendamping ASI yang bergizi sejak bayi berusia 6 bulan; dan 4) Meneruskan menyusui sampai anak berusia 24 bulan atau lebih.
Dalam rangka mencapai derajat kesehatan anak yang optimal, semua negara di dunia diharapkan mengimplementasikan rekomendasi tersebut sesuai dengan kondisi masing-masing negara. Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan telah menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor: 450/MENKES/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia, yang menetapkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif bagi bayi di Indonesia adalah sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, dan semua tenaga kesehatan agar menginformasikanya kepada semua ibu yang baru melahirkan.
Dalam rangka meningkatkan akses ibu, keluarga dan masyarakat terhadap informasi tentang pola makan terbaik bagi bayi dan anak sampai usia 2 tahun, setiap fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti Rumah Sakit, Rumah Sakit Bersalin, Puskesmas dan jaringannya, bidan praktek swasta, dan sebagainya, perlu memiliki tenaga konselor menyusui yang mampu membantu ibu dan keluarganya dalam melakukan inisiasi menyusu dini dan menyusui eksklusif selama 6 bulan.
Upaya peningkatan pemberian Air Susu Ibu (ASI) berperan sangat besar terhadap pencapaian dua dari empat sasaran tersebut, yaitu menurunnya angka kematian bayi dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita. World Health Organization/United Nations Children’s Fund (WHO/UNICEF), pada tahun 2003 melaporkan bahwa 60% kematian balita langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh kurang gizi dan 2/3 dari kematian tersebut terkait dengan praktik pemberian makan yang kurang tepat pada bayi dan anak. Oleh karena itu penting sekali penerapan pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak.


READ MORE - ASI

Popular Posts