Monday, December 22, 2008

Attention Deficite Hyperactivity Disorder

ADHD atau Attention Deficite Hyperactivity Disorder atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH) pada anak yang merupakan gangguan perilaku sering ditemukan. Seringkali karena kurang pemahaman dari orangtua dan guru serta orang-orang disekitarnya anak diperlakukan tidak tepat sehingga cenderung memparah keadaan.
Anak-anak dengan ADHD umumnya menunjukkan perilaku yang secara umum dibagi dalam dua kelompok, yaitu: kurangnya kemampuan memelihara perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas. APA (American Psychiatric Association) dalam DSM-IV membagi gangguan ini dalam 3 jenis, yaitu: yang gejala utamanya kurang perhatian; gejala utama hiperaktivitas-impulsivitas; dan kombinasi kedua tipe tersebut (Barkley, 1997).
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH) merupakan suatu gangguan yang timbul pada masa kanak-kanak awal dan dapat terus menimbulkan masalah sampai masa dewasa. Gangguan ini merupakan gangguan psikiatri yang paling sering didiagnosis pada anak-anak, dengan gejala utama hiperaktif, kurangnya perhatian dan impulsif. : Dari 560 pasien di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RS Dadi dan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, didapatkan 66 orang pasien GPPH (11,79%). Dari 66 orang pasien GPPH didapatkan yang terbanyak 56,06% berusia di bawah 5 tahun, 86,36% laki-laki, 36,36% anak yang tertua (sulung), 62,12% dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan hiperaktif. Jumlah pasien GPPH yang berkunjung ke Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RS Dadi dan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo adalah 11,79% dari jumlah pasien Anak dan Remaja seluruhnya. Terbanyak berusia di bawah 5 tahun dengan keluhan hiperaktif, anak sulung dan berjenis kelamin laki-laki (Nus.2005).
Pesatnya jumlah anak hiperaktif di Indonesia membuat berbagai kalangan seperti dokter anak, psikolog, psikiater, dokter spesialis rehabilitasi medis, okupasi terapi, terapi wicara dan lain-lain (tidak hanya orang tua yang mempunyai anak hiperaktif) harus lebih memperhatikan segala sesuatu tentang hiperaktif. Berbagai pendekatan, metode, teknik, dan treatment dikembangkan untuk membantu anak-anak hiperaktif, dari mulai terapi modifikasi tingkah laku, wicara, diet makanan yang dikonsumsi, farmakoterapi, kognitif, bahkan sampai masalah sensori yang dialami oleh anak hiperaktif.
American Psychiatric Association (1994) menyatakan bahwa prevalensi terjadinya hiperaktivitas sangat bervariasi, hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam batasan dan kriteria hiperaktivitas pada anak yang sangat tergantung dari latar belakang dan lingkungan sekitarnya. Diagnosa and Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan prevalensi kejadian ADHD pada anak usia sekolah berkisar 3 hingga 5 persen. Rasio kejadian antara laki-laki dan perempuan adalah 4 : 1 secara epidemiologis, namun secara klinis perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 9 : 1 (Hamid , 2003).

Salah satu treatment masalah pada anak hiperaktif adalah penggunaan terapi bermain. Bermain dikatakan sebagai media untuk eksplorasi dan penemuan hubungan interpersonal, eksperimen dalam peran orang dewasa, dan memahami perasaannya sendiri. Bermain adalah bentuk ekspresi diri yang paling lengkap yang pernah dikembangkan manusia. Bermain adalah rangkaian perilaku yang sangat kompleks dan multi-dimensional, yang berubah secara signifikan seiring pertumbuhan dan perkembangan anak, yang lebih mudah untuk diamati daripada untuk didefinisikan dengan kata-kata. Kesulitan dalam mendefinisikan permainan yang dapat diterima banyak pihak adalah karena tidak adanya satu set permainan yang dapat mencakup banyak tipe permainan. (Lusi Nuryanti, 2007).
Pembatasan Masalah
Karena luasnya masalah yang timbul akibat Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), maka tugas akhir ini akan membahas tentang terapi bermain bagi penyandang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) untuk mengurangi hiperaktifitas ringan dan hiperaktifitas sedang.






BAB II : Kajian Teori

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Definisi
Menurut Barkley yang ditulis kembali oleh Nuryanti (2007) ADHD adalah salah satu kondisi neurologis yang melibatkan gangguan pada proses memusatkan perhatian dan perilaku hiperaktivitas dan impulsivitas, yang tidak sejalan dengan tingkat usia anak. Hal ini menunjukkan bahwa ADHD bukan semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi yang selama ini ada, namun lebih kepada kegagalan perkembangan fungsi sirkuit otak yang memonitor kontrol diri dan inhibisi. Hilangnya regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang lain yang penting untuk memelihara perhatian, termasuk kemampuan untuk menunda imbalan.
Menurut DeClerq yang ditulis kembali oleh Mulyono (2003) Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperativitas (GPPH) atau Attension Deficite Hyperactivity Disorder (ADHD), yang sering disebut hanya dengan hiperaktivitas (Hyperactivity), digunakan untuk menyatakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif (semaunya sendiri)).
Etiologi
Menurut Barkley yang ditulis kembali oleh Nuryanti (2007) sampai saat ini belum jelas faktor apa yang dapat menyebabkan munculnya ADHD, meskipun banyak penelitian yang dilakukan dalam bidang neurologi dan ilmu genetika sepertinya menunjukkan sedikit titik terang. Banyak peneliti mencurigai faktor genetik dan biologis sebagai penyebab ADHD, meskipun lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang juga membantu menentukan perilaku anak yang spesifik.
Studi terhadap gambar otak menunjukkan bagian mana dari otak anak-anak ADHD yang tidak berfungsi dan penyebab tidak berfungsinya bagian itu belum diketahui, namun diduga berkaitan dengan mutasi beberapa gen. Selain faktor genetik tersebut, terdapat beberapa faktor yang sering dikatakan memiliki kontribusi dalam munculnya ADHD, diantaranya: kelahiran prematur, konsumsi alkohol dan tembakau (rokok) saat ibu hamil, terpapar timah dalam kadar tinggi, dan kerusakan otak sebelum lahir. Beberapa pihak lagi mengklaim bahwa zat aditif pada makanan, gula, ragi, dan pola asuh yang kering dapat memunculkan ADHD, namun pendapat ini kurang didukung fakta dan data yang akurat.
Menurut Forman & Dalton yang ditulis kembali oleh Nuryanti (2007) dilihat dari segi corak kognitif, tingkat dan tipe gerakan, serta respon terhadap hadiah, anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperativitas (GPPH) berbeda dari anak normal. Zanetkin dan Repoport telah memperagakan kelainan sken tomografi positron emisi dengan penurunan metabolisme glukosa pada premotor dan korteks prefrontal superior pada orang dewasa yang mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperativitas GPPH). Area ini meliputi kontrol terhadap perhatian dan aktifitas motorik. Faktor-faktor genetik telah juga dirumuskan sebagai penyumbang utama pada perkembangan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperativitas (GPPH) .
Menurut Suryana yang ditulis kembali oleh Mulyadi (2007) Anak hiperakif menunjukan adanya suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi, dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif.
Tanda dan Gejala ADHD
ADHD sering disertai dengan gejala penyerta seperti: agresifitas, perkembangan intelektual 7-15 poin dibawah rerata normal, kemempuan fungsi adaptif dibawah normal, perkembangan bicara dan bahasa terlambat, tidak mampu mengarahkan perilaku sesuai dengan aturan dan instruksi, hambatan dalam internalisasi bahasa, respon emosi terhadap orang lain berlebihan, serta masalah integrasi sensorik motorik (Saputro, 2003).
Kriteria diagnosa ADHD berdasarkan DSM-IV (Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth Edition) tahun 1994 sebagai berikut :
A. Kelompok (1) atau (2), (1) Gangguan Pemusatan Perhatian (Inattention) Sekurang-kurangnya enam dari gejala Gangguan Pemusatan Perhatian ini muncul minimal dalam enam bulan terakhir,(1).sering gagal memberi perhatian secara teliti, atau kurang teliti dalam bekerja, mengerjakan tugas sekolah atau tugas lainnya, (2) sering mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian dalam suatu tugas dan permainan, (3) sering seakan tidak mendengar ketika dipanggil atau diajak berbicara, (4) sering tidak mengikuti instruksi dan gagal dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah atau suatu pekerjaan (bukan berarti bersikap melawan atau tidak memahami instruksi, (5) sering mengalami kesulitan mengorganisasikan tugas dan aktivitas, (6) sering menghindari, tidak suka atau malas untuk tugas yang memerlukan pengendalian diri (misal dalam mengerjakan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah, (7) sering kehilangan alat-alat untuk mengerjakan tugas atau aktifitas (misal : buku, mainan, peralatan, dan lain-lain), (8) mudah terganggu dengan adanya stimulus dari luar atau mudah beralih perhatiannya, (9) sering lupa pada kegiatan/tugas rutin, (2) Hiperaktifitas-Impulsifitas Sekurang-kurangnya enam dari gejala ini muncul minimal dalam enam bulan terakhir. Hiperaktifitas : (1) sering kaki dan tangan tidak bisa diam atau banyak bergerak di tempat duduk, (2.) sering berdiri atau berjalan pada situasi yang dituntut untuk duduk (di dalam kelas), (3). sering berlari-lari atau memanjat tanpa memperdulikan lingkungan (kelihatan gelisah), (4). mengalami kesulitan utnuk bermain dengan tenang dan santai, (5). sering seakan selalu “bergerak” atau seperti “digerakkan” oleh mesin, (6). sering berbicara terlalu banyak.
Impulsivitas, (1). sering menjawab sebelum pertanyaan selesai, (2). sering tidak bisa menunggu giliran, baik dalam bermain maupun berbicara, (3). sering menginterupsi orang lain (misalnya dalam percakapan atau permainan), (A). Gejala Hiperaktivitas-Impulsivitas atau Gangguan Pemusatan Perhatian muncul sebelum umur 7 tahun, (B).Gejala ini muncul dalam dua atau lebih situasi (misal di sekolah dan di rumah), (C). Harus ada bukti jelas gangguan klinis dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan, (D). Gejala tidak muncul bersamaan dengan gangguan perkembangan, skizofrenia, gangguan psikotik lain atau gangguan mental. Pemberian kode atau klasifikasi berdasarkan pada tipenya : (1). Tipe kombinasi (ADHD), bila criteria A (1) dan A (2) terjadi bersama-sama selama enam bulan terakhir, (2).Tipe Gangguan Pemusatan Perhatian (ADHD, predominantly inattentive type), bila kriteria A (1) terjadi selama enam bulan terakhir, (3). Tipe hiperaktif-impulsif (ADHD, predominantly hyperactive-impulsive type), bila kriteria A (2) terjadi selama enam bulan terakhir
Menurut Dalton & Forman yang ditulis kembali oleh Nuryanti (2007) Meskipun hiperaktifitas mungkin berlangsung singkat tetapi gejala lain ADHD dapat menetap pada kehidupan berikutnya.

Apabila keadaan tersebut tidak ditangani dengan baik, anak dalam resiko tinggi untuk terjadinya gangguan kemampuan belajar, penurunan kepercayaan diri, masalah sosial, kesulitan keluarga, potensial untuk efek yang timbul dikemudian hari (Sunartini, 2000).

Terapi Bermain
Definisi
. Bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, ketrampilan komunikasi, perkembangan emosi, ketrampilan sosial, ketrampilan pengambilan keputusan, dan perkembangan kognitif pada anak-anak (Landreth, 2001).
Menurut Landreth yang ditulis kembali oleh Nuryanti (2007) mendefinisikan bermain sebagai suatu situasi dimana ego dapat bertransaksi dengan pengalaman dengan menciptakan situasi model dan juga dapat menguasai realitas melalui percobaan dan perencanaan.
Menurut Landreth yang ditulis kembali oleh Nuryanti (2007) mendefinisikan permainan sebagai ‘pembiaran pergi’, kebebasan untuk mengalami, membenamkan seseorang secara total dalam momen tersebut sehingga tidak ada lagi beda antara diri dan objek dan diri sendiri dan orang lain. Energi, hidup, spirit, kejutan, peleburan, kesadaran, pembaharuan, semuanya adalah kualitas dalam permainan
Beberapa definisi terapi bermain tersebut mengarah pada beberapa hal penting, yaitu: (a) tipe dan jumlah permainan yang digunakan, (b) konteks permainan, (c) partisipan yang terlibat, (d) urutan permainan, (e) ruang yang digunakan, (f) gaya bermain, (g) tingkat usaha yang dicurahkan dalam permainan.
Mainan kehidupan nyata. Boneka yang terdiri atas keluarga (ibu, bapak, anak), boneka rumah-rumahan, binatang peliharaan, atau tokoh kartun dapat menjadi media untuk mengekpresikan perasaan secara langsung. Terapis juga dapat menggunakan mainan keseharian seperti mobil-mobilan, alat masak memasak tiruan, kartu bergambar ,atau kapal-kapalan untuk melihat pengalaman hidup klien.
Mainan pelepas agresivitas-bermain peran. Klien dapat mengkomunikasikan emosi yang terpendam melalui mainan atau materi seperti karung tinju, boneka tentara, boneka dinosaurus dan hewan-hewan buas, pistol dan pisau mainan, boneka orang, dan balok kayu.
Mainan pelepas emosi dan ekspresi kreativitas. Pasir, air, balok, atau lilin dapat menjadi sarana klien mengekspresikan emosi atau kreativitasnya.
Terapi bermain bagi penyandang ADHD dapat ditujukan untuk meminimalkan atau menghilangkan perilaku agresif, perilaku menyakiti dirisendiri, dan menghilangkan perilaku yang berlebihan. Hal ini dapat dilakukan dengan melatihkan gerakan-gerakan tertentu kepada anak, misalnya tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun balok, bermain palu dan pasak, dan alat bermain yang lain. Dengan mengenalkan gerakan yang lain dan berbagai alat bermain yang dapat digunakan maka diharapkan dapat digunakan untuk mengalihkan agresivitas yang muncul, juga jika anak sering berlarian tak bertujuan. Mengenalkan anak pada permainan konstruktif seperti menyusun balok juga akan membantu anak mengenal urutan dan membantu mengembangkan ketrampilan motorik.
Berdasarkan banyak definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa permainan adalah aktivitas yang mengandung motivasi instrinsik, memberi kesenangan dan kepuasan bagi siapa yang terlibat, dan dipilih secara sukarela. Sementara terapi bermain adalah pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri ( landreth, 2001)






Memberikan Terapi Bermain


Melakukan Terapi Bermain



Keterangan Gambar :
Gambar diatas menjelaskan bahwa terapi bermain sebagai hubungan interpersonal yang dinamis antara anak dengan terapis yang terlatih dalam prosedur terapi bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih dan memfasilitasi perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk sepenuhnya mengekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan, pikiran, pengalaman, dan perilakunya) melalui media bermain(Landreth,2001)
Persiapan dan Pelaksanaan Terapi Bermain.
Langkah-langkah dalam persiapan dan pelaksanaan Terapi Bermain yaitu menyiapkan ruangan (ruangan apa yang cocok untuk anak) persiapan support dan stimulasi untuk anak, sehingga setelah sesi terapi bermain anak dalam keadaan tenang.


Kerangka Acuan
Kerangka acuan yang digunakan untuk pelaksanaan terapi bermain ini adalah kerangka acuan perilaku dengan reward jika anak berhasil melakukan instruksi terapis dengan benar dan punishment jika anak berperilaku menyimpang dari tujuan atau berperilaku hiperaktif. Kerangka acuan perilaku dalam Okupasi Terapi dari percobaan psikologi kerja, seperti Thorndike (1898, Pavlov 1927) dan Skiner (1938, 1953). Teori ini disiapkan untuk divormulasikan untuk mengembangkan strategi intervensi dan menghasilkan perubahan prilaku. Perilaku adalah belajar segala bentuk tingkah laku pada bagian ini belajar selalu menarik kesimpulan dari perilaku. Strategi kerangka acuan perilaku yaitu : (1)re-edukasi perilaku berupa punishment, disentisisasi (pembelajaran secara bertahap) digunakan untuk pasien dengan tingkat kecemasan tinggi, (2) mengeliminasi perilaku, bentuknya: (a) behavior management (b)memastikan perilaku yang akan dihilangkan tidak mendapat penguatan (c) time out sebagai control perilaku : (1) belajar perilaku, (2) mengubah perilaku: (a) token ekonomi (seperti kupon atau voucher), (i) system operant conditioning digunakan untuk mengubah perilaku, (ii) token digunakan sebagai reward, (b) view feedback yaitu suatu proses penggunaan alat untuk meningkatkan kondisi fisiologis internal dalam bentuk sinyal, visual, dan auditory. Sinyal tersebut menjadi stimulus untuk betindak dan sebagai reinforcer. Peran Okupasi Terapi dalam kerangka acuan oerilaku yaitu : (1) Memfasilitasi ketrampilan kinerja yang dikehendaki sehingga memampukan individu untuk berfungsi secara optimal dari lingkungan yang diharapkan. (2) Proses fasilitasi yang dilakukan antara lain : (a) Identifikasi dalam kinerja dan mendisain pengalaman belajar, (b) membantu mengelola atau mengeliminasi prilaku inappropriate, (c) menjadi role mode untuk perilaku, (d) secara selektif menguatkan perilaku yang di kehendaki, (e)mendidik keluarga dan care giver dalam penggunaan strategi perilaku. (3) Meningkatkan motivasi pasien. (4) Terapis sebagai model.
Evaluasi
Evaluasi tentang bagaimana pengalaman anak selama melakukan terapi Bermain, perilaku anak sebelum dan setelah sesi Terapi Bermain, masalah yang muncul selama melakukan Terapi Bermain, apakah Terapi Bermain berdampak positif atau negatif, evaluasi dilakukan berdasarkan pemeriksaan awal saat observasi.












Bab III : Pelaksanaan Terapi

Terapi bermain merupakan salah satu dari berbagai terapi anak penyandang ADHD yang berfungsi sebagai acuan untuk mengurangi aktifitas yang berlebihan, dan terapi bermain di bawah ini merupakan proses dari terapi bermain untuk mengurangi aktifitas yang berlebihan atu hiperaktif anak penyandang ADHD usia satu sampai lima tahun.

Pelaksanaan Terapi
Terapi Bermain dapat dilakukan dengan melatihkan gerakan-gerakan tertentu kepada anak, misalnya tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun balok, bermain palu dan pasak, dan alat bermain yang lain. Dengan mengenalkan gerakan yang lain dan berbagai alat bermain yang dapat digunakan maka diharapkan dapat digunakan untuk mengalihkan agresivitas yang muncul, juga jika anak sering berlarian tak bertujuan (Weissbourd dalam Landreth, 2001).
Aktifitas Menyusun Balok
Aktifitas menyusun balok dilakukan untuk membantu anak mengenal urutan dan membantu mengembangkan ketrampilan motorik halus serta mengenalkan anak pada permainan konstruktif sehingga diharapkan perilaku stereotip yang tidak bermanfaat dapat diminimalkan. Aktifitas ini dapat dilakukan diruangan tertutup atau terbuka menggunakan media balok warna-warni kemudian anak diminta menyusun, dengan terlebih dahulu terapis memberikan contoh, kemudian anak mengikuti, posisi terapis berada didepan pasien untuk mengarahkan anak membuat bentuk konstruktif yang di inginkan.Terapi ini digunakan pada anak ADHD dengan kondisi hiperaktif apa saja tetapi harus bersama-sama dengan terapi obat-obatan sehingga proses terapi bisa bejalan lancar. Yang perlu diperhatikan dalam aktifitas menyusun balok adalah terapis harus menjaga anak waktu menyusun balok sehingga balok tidak dilempar atau dimakan (dimasukan ke mulut) (Weissbourd, 2001).

Gambar 1: Aktivitas menyusun balok






Aktifitas Bermain palu dan pasak
Aktifitas bermain palu dan pasak bertujuan membantu anak untuk meluapkan emosi dan membantu mengembangkan ketrampilan motorik halus serta atensi sehingga diharapkan perilaku menyakiti diri sendiri dapat diminimalkan. Aktifitas ini dapat dilakukan diruangan tertutup dalam posisi duduk dengan terapis berada didepan pasien untuk mengarahkan konsentrasi terhadap aktifitas yang di berikan. Media yang dipersiapkan adalah mainan palu dan pasak, pertama-tama anak diperintahkan untuk duduk kemudian anak diberi perintah untuk memukul pasak dengan palu satu persatu hingga selesai. Untuk aktifitas bermain palu dan pasak terapis harus menjaga agar anak tetap konsentrasi terhadap permainan, sehingga palu tidak dipukulkan ke terapis atau ke diri anak sendiri Aktifitas ini untuk kondisi ADHD dengan hiperaktif ringan jika harus digunakan untuk hiperaktif berat atau sedang terlebih dahulu dilakukan terapi obat-obatan untuk mengurangi hiperaktifitas (Weissbourd, 2001).

Gambar 2: Aktivitas bermain palu dan pasak

Aktifitas Menari atau Bermain Musik
Aktifitas menari atau bermain musik meliputi aktivitas menyanyi, menari mengikuti irama dan memainkan alat musik. Musik dapat sangat bermanfaat sebagai media mengekspresikan diri.
Dalam aktifitas menari atau bermain musik anak diminta untuk menirukan gerakan terapis dengan posisi duduk atau berdiri dalam memainkan alat musik atau menari di depan cermin diiringi dengan musik (terapis tidak memaksa anak untuk melakukannya). Cara ini bertujuan untuk meningkatkan atensi dan konsentrasi anak dalam satu aktivitas sehingga diharapkan anak dapat fokus terhadap aktivitas yang diberikan terapis dan mampu mengekspresikan diri melalui aktifitas ini. Jika anak dapat memusatkan atensi dan konsentrasi maka hiperaktifnya akan berkurang dan dapat mengurangi perilaku menyakiti diri sendiri. Media yang digunakan pada aktifitas ini cukup sederhana yaitu cemin besar, tape recorder atau CD player dan kaset Aktifitas ini dilakukan diruang tertutup dengan posisi terapis berada disamping pasien untuk memberi instruksi gerakan dan perintah. Dalam aktifitas menari atau bermain musik yang perlu diperhatikan adalah minat anak terhadap musik yang diputar, jika anak mulai berlarian berarti anak sudah merasa jenuh atau tidak suka dengan musik tersebut sehingga perlu diganti. Aktifitas ini untuk kondisi ADHD dengan hiperaktif ringan jika harus digunakan untuk hiperaktif berat atau sedang terlebih dahulu dilakukan terapi obat-obatan untuk mengurangi hiperaktifitas (Sleeuwen, 1996 ).

Gambar 3: Aktifitas Menari atau Bermain Musik
Aktifitas Menggambar
Aktifitas menggambar seperti yang kita ketahui anak hiperaktif biasanya tidak mampu mengontrol waktu sehingga latihan pemecahan aktivitas menggambar diperlukan.
Aktifitas ini dipecah-pecah menjadi komponen-komponen kecil seperti mengambil kertas, mengambil pensil, dan mengambil crayon. Tahap-tahap komponen ini kemudian diajarkan satu persatu kepada pasien. Aktivitas menggambar bertujuan untuk melatih mengorganisasikan waktu sehingga kita harus membantu untuk memecah-mecah tugas menjadi komponen-komponen kecil yang sederhana. Aktifitas yang pertama anak diperintahkan untuk mengambil kertas setelah anak selesai mengambil kertas kemudian anak ditanya ” jika kita mau menggambar maka kita harus punya pensil, mana pensilnya...? kemudian terapis mengajak untuk untuk mengambil pensil, setelah anak selesai mengambil pensil baru terapis memberi instruki menggambar, setelah selesai anak diprintahkan untuk mengambil krayon untuk mewarnai gambar tersebut media yang digunakan untuk aktifitas menggambar adalah kertas gambar, pensil dan krayon. Aktifitas ini dilakukan diruang tertutup dengan posisi terapis berada didepan pasien untuk memberi instruksi urutan aktivitas yang harus dilakukan. Aktifitas ini digunakan untuk anak ADHD dengan hiperaktif yang ringan jika harus digunakan untuk hiperaktif berat atau sedang terlebih dahulu dilakukan terapi obat-obatan untuk mengurangi hiperaktifitas (Weissbourd, 2001).


.
Gambar 4 : Aktifitas menggambar






Aktifitas Bermain puzzle
Latihan puzzle digunakan untuk mengembangkan kontak mata, atensi, dan konsentrasi serta koordinasi mata, tangan dan melatih konsep. Media yang digunakan bisa puzzle hewan, puzzle manusia dan puzzle yang lain, pertama-tama anak diperintahkan untuk duduk kemudian terapis memberikan satu persatu biji puzzle kepada anak dan anak diminta untuk melihat biji puzzle saat diberikan dan menata sesuai dengan bentuk puzzle tersebut. Aktifitas ini dilakukan diruang tertutup dalam posisi duduk dikursi dan puzzle diatas meja dengan posisi terapis duduk berhadapan dengan anak untuk memberi instruksi yang harus dilakukan, yang harus diperhatikan dalam aktifitas ini adalah terapis harus tetap waspada jika terjadi anak melempar puzzle atau memasukan biji puzzle kedalam mulut. Aktifitas ini digunakan untuk anak ADHD dengan hiperaktif yang ringan jika harus digunakan untuk hiperaktif berat atau sedang terlebih dahulu dilakukan terapi obat-obatan untuk mengurangi hiperaktifitas (Weissbourd, 2001).

Gambar 5 : Aktifitas Bermain puzzle
Aktifitas kepatuhan
Latihan kepatuhan dilakukan diruangan tertutup setelah sesi terapi selesai. Anak diminta mengambil mainan kemudian dimasukkan ke dalam keranjang. Media yang digunakan adalah mainan yang telah selesai dipakai saat terapi, latihan kepatuhan ini dilakukan saat terapi selesai dengan meminta anak untuk membereskan mainam dengan insntruksi ” bereskan” atau ” masukan ketempatnya” dan lain sebagainya. Aktivfitas ini bertujuan untuk melatih tanggung jawab terhadap barang milik anak sendiri sehingga diharapkan saat anak bermain sendiri setelah selesai anak mampu membereskan mainan yang berserakan ketempat yang semestinya. dalam aktifitas ini posisi terapis duduk dan mengarahkan saja hingga mainan selesai dibereskan dan menghentikan jika anak melempar- lempar mainan. Aktifitas ini digunakan untuk anak ADHD dengan hiperaktif yang ringan jika harus digunakan untuk hiperaktif berat atau sedang terlebih dahulu dilakukan terapi obat-obatan untuk mengurangi hiperaktifitas (Weissbourd, 2001).

Gambar 6 : Aktifitas kepatuhan
Aktivitas Lempar Tangkap
Aktifitas lempar tangkap ini dilakukan diruangan terbuka dengan posisi terapis dan anak berdiri berhadapan dengan jarak tertentu, dengan media bola, untuk aktifitas lempar tangkap bola anak diminta memegang bola kemudian terapis memberi instruksi untuk melempar bola tersebut dan terapis melempar kembali ke anak untuk ditangkap Bertujuan untuk membentuk kontak mata. Permainan yang dapat dipilih misalnya lempar tangkap bola dengan bantuan, ‘lihat ini’, ’tangkap’, ’lempar’ dan lain-lain.yang perlu diperhatikan dalam aktifitas lempar tangkap terapis harus memperhatikan lemparan anak dan kontak matanya sehinnga lemparan tidak meleset dan melukai anak atu anak berlarian kesana-kemari karena distraksi dari luar sehingga terapis harus memposisikan anak menghadap ke dinding dengan terapis berada didepan pasien. Aktifitas ini digunakan untuk anak ADHD dengan hiperaktif yang ringan jika harus digunakan untuk hiperaktif berat atau sedang terlebih dahulu dilakukan terapi obat-obatan untuk mengurangi hiperaktifitas (Weissbourd, 2001).

Gambar 7 : Aktivitas lempar tangkap
Aktifitas bermain lompat-lompatan
Aktivitas ini dilakukan diruangan tertutup dengan posisi anak berdiri diatas trampolin dan terapis memegangi ke dua tangan anak, anak diminta untuk loncat-loncat diatas trampolin dengan teratur berdasarkan hitungan terapis tidak loncat dengan ngawur, bertujuan untuk mengurangi tenaga yang berlebihan sehingga anak tidak berperilaku hiperaktif. Sebaiknya terapis memegang dengan erat kedua tangan anak sehingga anak tidak terjatuh. Aktifitas bermain trampoline dapat digunakan untuk anak ADHD dengan kondisi hiperaktif berat. Aktifitas ini hanya menggunakan media trampoline untuk proses terapinya (Weissbourd, 2001).

Gambar 8 : Aktifitas bermain lompat-lompatan
Aktivitas Bermain tebak gambar
Aktifitas bermain tebak gambar digunakan untuk mengembangkan kontak mata, atensi, dan konsentrasi dan daya ingat. Media yang digunakan untuk aktifitas bermain tebak gambar ini adalah kartu bergambar angka, binatang, buah dll tujuanya mengalihkan perhatian anak agar tidak berlaku hiperaktif, aktifitas ini dilakukan dengan cara anak diminta menyebutkan gambar yang ditunjukan terapis satu-persatu. Aktifitas ini dilakukan diruang tertutup dengan posisi terapis duduk berhadapan dengan pasien untuk memberi instruksi yang harus dilakukan dan memberikan bantuan jika pasien kesulitan.terapis harus tetap memegangi kertas bergambar agar kertas tidak disobek atau dirusakan. Aktifitas ini digunakan untuk anak ADHD dengan hiperaktif yang ringan jika harus digunakan untuk hiperaktif berat atau sedang terlebih dahulu dilakukan terapi obat-obatan untuk mengurangi hiperaktifitas (Weissbourd, 2001).


Gambar 9 : Aktivitas Bermain tebak gambar





Aktivitas Meronce
Permainan meronce digunakan sebagai latihan menunggu giliran dan melatih emosi anak, media yang digunakan yaitu biji untuk meronce dan benang, pertama-tama anak diminta untuk duduk kemudian terapis memberikan biji meronce dan meminta anak untuk meroncenya, aktivitas ini sebaiknya dilakukan diruang tertutup dengan posisi duduk dan terapis didepan dengan sedikit mengarahkan sehingga anak dapat memusatkan perhatian pada satu aktivitas. Dalam aktifitas ini terapis harus memperhatikan anak agar anak, melemparkan biji meronce atau memasukan kedalam mulut atu memberantakan biji meronce. Aktifitas ini digunakan untuk anak ADHD dengan hiperaktif yang ringan jika harus digunakan untuk hiperaktif berat atau sedang terlebih dahulu dilakukan terapi obat-obatan untuk mengurangi hiperaktifitas (Weissbourd, 2001).

Gambar 10 : Aktivitas Meronce.



Aktivitas naik turun tangga
Aktivitas ini dilakukan untuk menguras tenaga yang berlebihan sehingga anak tidak bersifat agresif dan hiperaktif,media yang digunakan untuk aktifitas ini adalah tangga dari kayu atau dari besi dan matras, pertama-tama anak diminta untuk berdiri didepan tangga kemudian anak diinstruksikan naik turun tangga dengan terapis berada dekat dengan anak untuk menjaga jika anak terjatuh, dalam aktifits ini terapis harus tetap siaga untuk mengantisipasi anak bila terjatuh dari tangga. Aktivitas naik turun tangga ini dilakukan diruang tertutup. Aktifitas ini digunakan untuk anak ADHD dengan hiperaktif yang ringan jika harus digunakan untuk hiperaktif berat atau sedang terlebih dahulu dilakukan terapi obat-obatan untuk mengurangi hiperaktifitas (Weissbourd, 2001).

Gambar11 : Aktivitas naik turun tangga




BAB IV : Penutup
Kesimpulan
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) yang biasa disebut hiperaktivitas (hyperactivity) merupakan pola perilaku seseorang yang kurang konssentrasi pada satu aktifitas, mudah terdistraksi an tak mau diam atau duduk walaupun hanya sebentar saja. Sehingga perlu dilakukan terapi untuk meminimalkan gangguannya, salah satu terapi yang bisa dilakukan yaitu terapi bermain.
ADHD dapat disebabkan karena kerusakan kecil pada Sistem Saraf Pusat dan otak sehingga tidak mampu mempertahankan konsentrasi dalam jangka waktu lama meskipun hanya lima menit. Penyebab lainnya yaitu pengaruh lingkungan yang kurang baik, kecelakan sebelum lahir atau setelah kelahiran, infeksi, virus dan gizi buruk.
American Psychiatric Association (1994) menyatakan bahwa prevalensi terjadinya hiperaktivitas sangat bervariasi, hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam batasan dan kriteria hiperaktivitas pada anak yang sangat tergantung dari latar belakang dan lingkungan sekitarnya. Diagnosa and Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan prevalensi kejadian ADHD pada anak usia sekolah berkisar 3 hingga 5 persen. Rasio kejadian antara laki-laki dan perempuan adalah 4 : 1 secara epidemiologis, namun secara klinis perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 9 : 1.

Salah satu treatment masalah pada anak hiperaktif adalah penggunaan terapi bermain. Bermain dikatakan sebagai media untuk eksplorasi dan penemuan hubungan interpersonal, eksperimen dalam peran orang dewasa, dan memahami perasaannya sendiri. Bermain adalah bentuk ekspresi diri yang paling lengkap yang pernah dikembangkan manusia. Bermain adalah rangkaian perilaku yang sangat kompleks dan multi-dimensional, yang berubah secara signifikan seiring pertumbuhan dan perkembangan anak, yang lebih mudah untuk diamati daripada untuk didefinisikan dengan kata-kata. Kesulitan dalam mendefinisikan permainan yang dapat diterima banyak pihak adalah karena tidak adanya satu set permainan yang dapat mencakup banyak tipe permainan.
Terapi bermain adalah salah satu alternatif diantara sekian banyak program terapi yang sudah dikembangkan bagi anak ADHD.
Manfaat pemberian Terapi Bermain untuk anak ADHD adalah meminimalkan gangguan agresifitas, hiperaktifitas serta gangguan atensi dan konsentrasi sehingga anak mampu berkembang sesuai denngan usia perkembanganya.

Saran
Sebaiknya terapi bermain ini dilakukan bersama-sama dengan terapi yang berupa obat-obatan yang membantu untuk mengendalikan agresifitas, memberikan ketenangan kepada anak dan mengurangi kecemasan.
Daftar Pustaka

APA. 1994. DSM-IV, 4th Ed. Washington DC: The American Psychiatric Association

Barkley, R.A. 1998. Attention-deficit hyperactivity disorder. Scientific American, 279:3.

Barkley, R.A. 1997. Behavioral inhibition, sustained attention, & executive functions: constructing a unifying theory of ADHD. Psychological Bulletin, 121:1, 65-94
Bruce, M.A & Borg, B. (1987) Frame Of Reference In Occupational Therapy. New Jersey : Slack Incoporated.

Caldera, Y.M., et al., 1999. Children ‘s Play Preferences, Construction Play with Blocks, and Visual-Spatial Skills: Are They Related? International Journal of Behavior Developmental Psychology. Vol. 23. No. 4,855-872.

Coplan, R.J, et al., 2004. Do You “want “ to Play? Distinguishing Between Conflicted Shyness and Social Disinterest in Early Childhood. International Journal of Behavior Developmental Psychology. Vol. 40. No. 2, 244-258.

Hartini, N., 2004. Pola Permainan Sosial: Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosi Anak, Anima, Vol. 19, No. 3, 271-285

Hoeksema, S.N., 2004. Abnormal Psychology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill Companies. Inc.

International Association for Play Therapy (APT), Play Therapy. Retrived. mei, 05, 2008 dari http://klinis wordpress.com.

Landreth, G.L., 2001, Innovations in Play Therapy: Issues, Process, and Special Populations, Philadelphia, Brounner-Routledge

Lyytinen, P., Dikkens, A. M., dan Laakso, M.L. 1997. Language and Symbolic Play in Toddlers. International Journal of Behavior Developmental Psychology. Vol. 21. No. 2, 289-302.

McConnell, R.S., 2002. Interventions to Facilitate Social Interaction for Young Children with Autism: Review of Available Research and Recommendations for Educational Intervention and Future Research. Journal of Autism and Developmental Disorders. Vol. 32. No. 5, October 2002, 351-372
National Institute of Mental Health (NIMH), 1999. Questions and Answers. NIMH Multimodal Treatment Study of Children with ADHD. Bethesda, MD: NIMH

Nuryanti, L. (2007). Penerapan Terapi bermain bagi Penyandang ADHD1. Retrieved mei, 05, 2008 dari http://klinis wordpress.com.

Nuryanti, L. (2007). Penerapan Terapi bermain bagi Penyandang ADHD2. Retrieved mei, 05, 2008 dari http://klinis wordpress.com.

Nuryanti, L. (2007). Penerapan Terapi bermain bagi Penyandang ADHD3. Retrieved mei, 05, 2008 dari http://klinis wordpress.com.


















Data penulis

Nama : Agung Tri Cahyono
Tempat, tanggal lahir : Sukoharjo 16 Februari 1984
Alama asal : Singopuran RT 04 RW 02, Kartasura, Sukoharjo
Riwayat pendidikan :
1. SD di SD Negeri 2 Singopuran, tahun 1997
2. SLTP di SLTP 3 Negeri Kartasura, tahun 2000
3. SMU di SMK Negeri 7 Surakarta, tahun 2003























ABSTRAK



Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperativitas (GPPH) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), merupakan gangguan pada seseorang yang menunjukan perilaku tidak mau diam walaupun hanya sebentar, perilaku ini ditandai dengan tidak tahan menunggu giliran, mudah terdistraksi dan sulit untuk berkonsentrasi.
Anak-anak dengan ADHD umumnya menunjukkan perilaku yang secara umum dibagi dalam dua kelompok, yaitu: kurang atensi,konsentrasi dan hiperaktivitas-impulsivitas atau kombinasi kedua.
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH) merupakan suatu gangguan yang timbul pada masa kanak-kanak awal dan dapat terus menimbulkan masalah sampai masa dewasa. Gangguan ini merupakan gangguan psikiatri yang paling sering didiagnosis pada anak-anak, dengan gejala utama hiperaktif, kurangnya perhatian dan impulsif. : Dari 560 pasien di Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RS Dadi dan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, didapatkan 66 orang pasien GPPH (11,79%). Dari 66 orang pasien GPPH didapatkan yang terbanyak 56,06% berusia di bawah 5 tahun, 86,36% laki-laki, 36,36% anak yang tertua (sulung), 62,12% dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan hiperaktif. Jumlah pasien GPPH yang berkunjung ke Poliklinik Jiwa Anak dan Remaja RS Dadi dan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo adalah 11,79% dari jumlah pasien Anak dan Remaja seluruhnya. Terbanyakberusia di bawah 5 tahun dengan keluhan hiperaktif, anak sulung dan berjenis kelamin laki-laki. Sehigga membuat dunia kesehatan memperhatikan segala sesuatu tentang hiperaktif. Berbagai pendekatan, metode, teknik, dan tindakan dikembangkan untuk membantu anak-anak hiperaktif, dari mulai terapi modifikasi tingkah laku, wicara, diet makanan yang dikonsumsi, farmakoterapi, kognitif, bahkan sampai masalah sensori yang dialami oleh anak hiperaktif. Salah satu tindakan yang bisa dilakukan untuk menangani gangguan hiperaktif adalah penggunaan terapi bermain. terapi bermain merupakan hubungan interpersonal yang dinamis antara anak dengan terapis yang menyediakan materi permainan yang dipilih dan memfasilitasi perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk sepenuhnya mengekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan, pikiran, pengalaman, dan perilakunya) melalui media bermain.
. Dalam Karya Tulis Ilmiah ini akan diuraikan tentang penerapan terapi bermain bagi penyandang Attension Deficite Hyperactivity Disorder (ADHD) untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan atau hiperaktifitas.


No comments:

Post a Comment

Popular Posts