Tuesday, December 23, 2008

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY DIPLEGIA SPASTIK

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan pembangunan bangsa Indonesia yaitu memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut maka dilaksanakan pembangunan di segala bidang secara terarah, terpadu, dan menyeluruh sehingga peningkatan kualitas kehidupan rakyat Indonesia dapat tercapai.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka salah satu faktor penting yang harus diperhatikan yaitu pembangunan dalam bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan diperlukan untuk mencapai derajad kesehatan yang optimal sehingga masyarakat mempunyai kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat yang akan menyangkut semua aspek kehidupan, baik fisik, mental maupun sosial ekonomi ( UU No 23 tahun 1992).Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal, yang semula berupa upaya penyembuhan berkembang menuju upaya peningkatan kualitas kesehatan yang menyeluruh serta melibatkan masyarakat untuk ikut berperan dan mendukungnya. Upaya tersebut meliputi, upaya penigkatan ( promotif), upay pencegahan ( preventif ) tanpa mengabaikan upaya penyembuhan ( curatif ), dan pemulihan ( rehabilitatif ). ( Depkes RI, 1999 ).
Fisioterapi merupakan salah satu disiplin ilmu dan bagian dari tenaga kesehatan yang mempunyai peran untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, intervensi yang diberikan adalah yang berhubungan dengan gerak dan fungsi. Fisioterapi juga juga bertanggung jawab dalam upaya meningkatkan kesehatan yang optimal, baik dari segi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif( Depkes RI, 1996)
Dalam lingkup tumbuh kembang anak fisioterapi mempunyai peran penting yaitu memberikan pelayanan secara optimal pada tahapan tumbuh kembang anak, baik pada anak dengan tumbuh kembang yang normal maupun pada anak dengan hambatan pada tumbuh kembang. CP....
A. Latar Belakang
Difinisi CP secara umum  (Ref)
Macam2 CP umum  ref..
Epid : angka kejadian CP saat ini di Internasional , Nasional, lokal (Ref)
Penyebab secara umum... (Ref).
Permasalahan ....(Ref) Posture dan kontrol gerak oleh karena adanya spastisitas secara postural
Intervensi : Medis --- Fisioterapi (re)
Fisioterapi  intervensinya?? (ref)
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh ... terapi latihan yang berupa latihan ....hasinya spastisitas menurun kemampuan fungsional meningkat.... (Ref)
Dari uraian diatas penulis akan mengajukan topik........

Pelayanan kesehatan pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting untuk dilaksanakan karena pada masa ini merupakan tahap-tahap yang menentukan keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Baik atau tidaknya kulitas pertumbuhan dan perkembangan anak ditentukan oleh berbagai banyak faktor. Baik faktor internal yang berhubungan dengan proses pematangan organ-organ tubuh ataupun faktor eksternal yang berhubungan dengan keadaan lingkungan sekitar anak yang mendukung proses tersebut. Terjadinya gangguan terhadap proses pematangan organ-organ penting yaitu susunan saraf menjadi salah satu faktor penyebab yang serius terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Gangguan proses pematangan susunan saraf pada anak dapat terjadi pada saat dalam kandungan sampai dengan masa pertumbuhan anak di luar kandungan. Pada umumnya kerusakan pada CP terjadi pada cortek cerebri, ganglia basalis, dan cerebellum. Kerusakan jaringan otak tersebut bersifat non progresif dan mengganggu perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis.
Layanan kesehatan pada anak perlu dilakukan sedini mungkin pada setiap tahapan yang dilalui anak sejak di dalam kandungan sampai dengan anak tumbuh dan berkembang, sehingga dapat dilakukan deteksi sedini mungkin apabila terjadi gangguan pada tahap-tahap tersebut. Sangat penting untuk memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan sampai dengan pada awal masa kanak-kanak, mengingat bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa dan negara.
Kejadian CP di eropa ( 1950 ) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Skandinavia sebanyak 1,2 – 1,5 per 1000 kelahiran hidup. Girloy memeproleh 5 dari 1000 anak memperlihatkan deficit motorok yang sesuai dengan CP, 50 % termasuk ringan, 10 % termasuk berat. Yang dimaksudkan ringan adalah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat adalah penderita yang memerlukan perawatan khusus, 25 % mempunyai intelegensi rata-rata ( normal ), sedang 30 % kasus menunjukan IQ dibawah 70, 35 % disertai kejang.
American Academy for Cerebral palsy mengemukakan klasifikasi gambaran klinis CP sebagai berikut: klasifkasi neuromotorik yaitu, spastic, atetosis, rigiditas, ataxia, tremor dan mixed. Klasifikasi distribusi topografi keterlibatan neuromotorik: diplegia, hemiplegia, triplegia dan quadriplegia yang pada masing-masing dengan tipe spastik (Sunusi dan Nara, 2007). Pada kasus CP spastik diplegia, anggota gerak bawah tidak berfungsi maksimal jika dibandingkan dengan anggota gerak atas.
Pada umumnya permasalahan pada kondisi CP spastik diplegi adalah terajadi peningkatan tonus otot-otot postur karena adanya spastisitas yang kemudian akan mempengaruhi kontrol gerak. Adanya spastisitas akan berakibat pada gangguan postur, kontrol gerak, keseimbangan, dan koordinasi yang pada akhirnya akan mengganggu aktifitas fungsional anak penderita CP. Apabila keadaan tersebut tidak segera memperoleh penanganan yang tepat maka akan berpotensi terjadinya permasalahan baru, sehingga akan semakin memperburuk postur tubuh dan pola jalan yang benar.
Fisioterapi pada kasus CP berperan dalam memperbaiki postur, mobilitas postural, kontrol gerak, dan mengajarkan pola gerak yang benar. Cara yang digunakan yaitu dengan mengurangi spastisitas, memperbaiki pola jalan, dan mengajarkan pada anak gerakan-gerakan fungsional sehingga diharapkan anak mampu mandiri untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari. Hal ini telah ditunjukkan dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa latihan fungsional yang dilakukan secara rutin akan dapat meningkatkan kemampuan penderita CP [Wikipedia Project, 2007].
Demikian juga dengan penguluran yang dilakukan secara pasif akan dapat memanjangkan jaringan lunak sehingga menurunkan kekakuan atau spastisitas (Kisner dan Colby, 1996). Penguluran yang dilakukan secara pasif diharapkan dapat memberikan efek relaksasi pada grup otot yang mangalami spastisitas sehingga dapat meningkatkan mobilitas postural dan mengontrol gerakan abnormal yang timbul pada penderita CP.
Dari penjabaran di atas Karya Tulis Ilmiah ini mengambil judul Penatalaksanaan Terapi Latihan pada Cerebral Palsy Spastik Diplegi untuk mengetahui manfaat terapi latihan yang dapat memperbaiki postur, mengurangi spastisitas dan memperbaiki pola jalan sehingga penderita cerebral palsy (CP) dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada pada anak CP maka dapat dirumuskan sebagai berikut (1) apakah terapi latihan berupa mobilitas trunk dapat mengurangi spastisitas (abnormalitas tonus postural) dan memperbaiki keseimbangan pada kondisi CP spatik diplegi? (2) apakah streching (penguluran ) secar pasif dapat mencegah kontraktur pada kondisi CP spastik diplegi ? (3) apakah latihan berjalan dapat memperbaiki pola jalan dan meningkatkan kemampuan aktifitas fungsional pada kondisi CP spastik diplegi ? (4) Apakah melalui terapi dengan permainan mampu memperbaiki kemampuaan motori kasar dan halus pada penderita CP spastik diplegi ?



C. Tujuan Penulisan
(1) Untuk mengetahui manfaat latihan mobilitas trunk dalam menurunkan spastisitas ( abnormalitas tonus postural ) dan memperbaiki keseimbangan pada kondisi CP spastik diplegi (2) untuk mengetahui manfaat streching dalam mencegah kontraktur pada kondisi CP diplegi spastik. ( 3 ) untuk mengetahui apakah latihan jalan dapat menigkatkan kemampuan fungsional pada kondisi CP diplegi spastik (4) untuk mengetahui apakah terpai permainan dapat memperbaiki kemampuan motorik kasar dan halus pada kondisi CP diplegi spastik.





































BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kasus
1. Pengertian CP diplegia spastik specifik
2. Neuro anatomi dan fisiologi otak
a. Neuro Anatomi
Otak merupakan bagian pertama dari sistem saraf pusat yang mengalami perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningen) dan berada di dalam rongga tulang tengkorak (Chusid, 1990). Pada sub bab ini akan dijelasakan mengenai bagian-bagian dari susunan saraf otak yang berhubungan dengan permasalahan pada CP.
1. ) Korteks cerebri
Korteks cerebri merupakan bagian terluas dari otak yang menutup total hemisferium cerebri. Kedua hemisferium cerebri membentuk bagian otak yang terbesar, dipisahkan oleh fissura longitudinalis cerebri. Permukaan hemisferium cerebri berada di dorsalsteral, medial dan basal. Pada permukaan ini terdapat alur-alur atau parit-parit , yang dikenal sebagai fissura dan sulcus. Bagian otak yang terletak diantara alur-alur ini dinamakan konvolusi atau gyrus. Bagian-bagian cerebrum ( otak ) yang utama :
a. ) Lobus frontalis
Lobus frontalis meluas dari ujung frontal dan berakhir pada sulcus centralis dan disisi samping pada fissura lateralis. Area 4 merupakan daerah motorik yang utama. Area 6 merupakan sirkuit traktus extrapyramidalis. Area 8 berhubungan dengan pergerakan mata dan perubahan pupil. Area 9, 10, 11, dan 12 merupakan daerah asosiasi frontalis.
b. ) lobus parietalis
Lobus parietalis meluas dari sulcus centralis sampai fissura parieto-occipitalis dan ke lateral sampai setinggi fissura cerebri lateralis. Area 3, 1, dan 2 merupakandaerah sensorik postcentralis yang utama. Area 5 dan 7 adalah daerah asosiasi sensorik.
c. ) lobus occipitalis
lobus occipitalis merupakan lobus psterior yang berbentuk pyramid dan terletak dibelakang fissura parieto-occipitalis. Area 17 yaitu corteks striata, corteks visual yang utama. Area 18 dan 19 merupakan daerah asosiasi visual.
d. ) Lobus temporalis
bagian lobus temporalis dari hemisferium cerbri terletak dibawah fissura lateralis cerebri ( sylvii ) dan berjalan kebelakang sampai fissura parieto-occippitalis. Area 41 adalah daerah auditorius primer. Area 42 merupakan corteks auditoris sekunder atau asosiatif. Area 38, 40, 21, dan 22 adalah daerah asosiasi.
Penelitian yang dilakukan Fritsch dan Hitzig pada tahun 1870 mebuktikan bahwa perangsangan listrik pada korteks serebri akan menimbulkan gerakan anggota tubuh di sisi kontralateral. Sejak saat itu dapat dilakukan pemetaan somatotropik pada korteks serebri mengenai pola gerakan tertentu pada otot-otot wajah, tubuh, anggota gerak atas dan anggota gerak bawah. Pemetaan tersebut menghasilkan gambar suatu homunculus (manusia kecil) yang terbalik pada girus presentralis. Otot-otot wajah diproyeksikan pada girus presentralis bagian bawah. Di sebelah atasnya terletak daerah proyeksi dari otot-otot ekstremitas superior, sedangkan di sebelah atas daerah ini terletak proyeksi dari otot-otot tubuh. Daerah proyeksi otot-otot ekstremitas inferior dan genitalis berada di permukaan medial hemisfer serebri yaitu di girus parasentralis (Ngoerah, 1991). Seperti tercantum pada gambar 2.3.
2) Ganglia basalis
Ganglia basalis ialah massa substansia grisea yang terletak di dalam setiap hemispherium cerebri. Massa-massa tersebut adalah corpus striatum, nucleus amygdala dan claustrum. Nucleus caudatus dan nucleus lentiformis bersama fasiculus interna membentuk corpus striatum yang merupakan unsur penting dalam sistem extrapyramidal. Fungsi dari ganglia basalis adalah sebagai pusat koordinasi dan keseimbangan yang berhubungan dengan keseimbangan postur, gerakan otomatis (ayunan lengan saat berjalan) dan gerakan yang membutuhkan keterampilan. Ganglia basalis diduga mempunyai peran dalam perencanaan gerakan dan sinergi gerakan (Japardi, 2007).
3) Cerebellum
Cerebellum yang terletak pada fosa posterior tengkorak berada dibelakang pons dan medulla, dipisahkan dari cerebrum yang berada diatasnya oleh perluasan durameter, yaitu tentorium cerebelli.
Permukaan cerebellum mepunyai banyak sulcus dan alur, yang memberikan gambaran berlapis-lapis dan makin dipertegas oleh beberapa fisura yang dalam yang membagi cerebellum menjadi beberapa lobus. Cerebellum terdiri atas bagian medial yang kecil dan tidak berpasangan, yaitu vermis dan 2 massa lateral yang besar, yaitu hemispherium cerebelli (Chusid, 1990). Struktur interna cerrebelum ditandai oleh lapisan corteks dan massa interna substansia alba yang didalamnya terdapat sekelompok nukleus.
Fungsi cerebellum adalah sebagai pusat koordinasi untuk mempertahankan keseimbangan dan tonus otot. Cerebellum mrupakan bagian dari susunan saraf pusat yang diperlukan untuk mempertahankan postur dan keseimbangan untuk berjalan dan berlari (Japardi, 2007).


Gambar 2.1
Peta sektoral cortex cerebri (Chusid, 1990)






Gambar 2.2
Daerah-daerah cortex (Chusid, 1990)

















Gambar 2.3
Homunculus motorik (Chusid, 1990)






4). Traktus piramidalis
Traktus piramidalis adalah traktus yang melewati piramida medula oblongata (Ngoerah, 1991). Traktus piramidalis dibentuk oleh serabut-serabut frontospinalis dan serabut-serabut sentrospinalis (Ngoerah, 1991). Fungsi sistem piramidalis adalah sebagai pengatur kontrol gerak yang berhubungan dengan gerakan terampil dan motorik halus (gambar 2.4).
5) Traktus ekstrapiramidalis
Gambar 2.3
Homunculus motorik (Chusid, 1990)




Keterangan gambar 2.3 Homunculus motorik (Chusid, 1990)
1. Jari kaki
2. Pergelangan kaki
3. Lutut
4. Pinggul
5. Badan
6. Bahu
7. Siku
8. Pergelangan tangan
9. Tangan
10. Kelingking
11. Jari manis
12. Jari tengah
13. Telunjuk
14. Ibu jari
15. Leher
16. Alis
17. Kelopak mata dan bola mata
18. Wajah
19. Bibir vokalis
20. Salivasi
21. Lidah
22. Otot penelan
Neurofisiologi
Traktus ekstrapiramidalis dapat dianggap sebagai suatu sistem fungsional dengan 3 lapisan integrasi yaitu: cortical, striatal (basal ganglia) dan tegmental (mesencephalon). Daerah inhibisi dan fasilitas bulboreticularis menerima serabut-serabut dari daerah cortex cerebri, striatum dan cerebellum anterior. Fungsi utama dari sistem ekstrapiramidal berhubungan dengan gerakan yang berkaitan, pengaturan sikap tubuh dan integrasi otonom. Lesi pada setiap tingkat dalam sistem ekstrapiramidal dapat mengaburkan atau menghilangkan gerakan di bawah sadar dan menggantikannya dengan gerakan di luar sadar (Chusid, 1990).

Gambar 2.4
Traktus Piramidalis (Dust, 1996)
Keterangan gambar 2.4 Traktus Piramidalis (Dust, 1996)

1. Konvolusi sentral anterior
2. Dari area 8
3. Kauda nukleus kaudatus
4. Nukleus lentikularis
5. Kapsula interna
6. Kaput nukleus kaudatus
7. Traktus kortikomesensefalik
8. Traktus kortikonuklearis
9. Traktus kortikospinalis (piramidalis)
10. Piramida
11. Dekusasio piramidalis
12. Traktus kortikospinalis anterior (langsung)
13. Talamus
14. Mesensefalon
15. Traktus kortikopontin
16. Pedunkulus serebral
17. Pons
18. Medula oblongata
19. Traktus kortikospinalis lateral (menyilang)
20. Lempeng akhir motorik


Gambar 2.5
Traktus Extrapiramidalis (Dust, 1996)
Keterangan gambar 2.5 Traktus Ekstrapiramidalis ( Dust, 1996 )
1. Traktus parietotemporopontin
2. Traktus oksipitomesensefalik
3. Nukleus lentikularis
4. Nukleus pontis
5. Dari serebelum (nukleus fastigialis)
6. Formasio retikularis
7. Nucleus lateral nervus vestibularis
8. Potongan di bawah dekusasio piramidalis
9. Traktus rubrospinalis
10. Traktus olivospinalis
11. Traktus vestibulospinalis
12. Traktus kortikospinalis lateral
13. Traktus frontopontin
14. Traktus kortikospinalis dengan serat ekstra piramidalis
15. Talamus
16. Kaput nukleus kaudatus
17. Nukleus tegmental
18. Nuklei ruber
19. Substansia nigra
20. Traktus tegmentum sentralis Oliva inferior
21. Piramid
22. Traktus retikulospinalis
23. Traktus tektospinalis
24. Traktus kortikospinalis anterior





















b. Anatomi dan fisiologi peredaran darah otak
Circulus willisi pada dasar otak merupakan pokok anastomose pembuluh darah arteri yang penting di dalam jaringan otak apabila terjadi pemyumbatan salah satu pembuluh nadi utama. Dalam mencapai circulus willisi melalui arteri carrotis interna dan arteri vertebralis. Circulus willisi dibentuk oleh hubungan antara arteri carrotis interna, arteri basilaris, arteri cerebri anterior, arteri communicans anterior, arteri cerebri posterior dan arteri communicans posterior.
Pemberian darah ke korteks serebri terutama melalui cabang-cabang cortical dari arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dan arteri cerebri posterior, yang mencapai korteks di dalam piamater. Permukaan lateral masing-masing hemispherium cerebri mendapatkan darah terutama dari arteri cerebri media. Permukaan medial dan inferior hemispherium cerebri diperdarahi oleh arteri cerebri anterior dan arteri cerebri posterior. Cerebellum diperdarahi oleh arteri-arteri cerebelli (arteri cerebelli superior, arteri cerebrlli anterior inferior, arteri cerebelli posterior inferior) (Chusid, 1990).
Arteri cerebri media, suatu cabang terminalis dari arteri carrotis interna, memasuki fissura lateralis cerebri dan membagi diri menjadi cabang-cabang kortikal yang memperdarahi lobus-lobus frontalis, temporalis, paraetalis dan occipitallis. Pembuluh-pembuluh nadi yang kecil, yaitu arteri lenticulo striata, timbul dari bagian basal arteri cerebri media unutk memperdarahi capsula interna dan struktur-struktur yang berdekatan.
Arteri cerebri anterior berjalan lebih medial dari pangkalnya pada arteri carotis interna, menuju kedalam fissura longitudinalis cerebri ke genu corpus collasum, dimana arteri ini berbelok ke posterior dekat dengan corpus collasum. Arteri cerebri anterior mengeluarka cabang-cabangnya ke lobus frontalis medius dan lobus parietalis, serta cortek yang berdekatan disepanjang permukaan lateral medial dri lobus-lobus ini.
Arteri cerebri posterior muncul dari arteri basillaris pada pembesaran rostral pontinus, lalu melengkung ke dorsal dikitar pedunculus cerebri serta mengirimkan cabang-cabangnya kepermukaan medial dan inferior dari lobus temporalis serta ke lobus occipitalis medius. Cabang-cabangnya meliputi arteri calcarina dan cabang-cabang yang menuju ke thalamus posterior serat subthalamus.
Arteri basilaris dibentuk dari persambungan antara arteri-arteri vertebralis. Arteri basilaris ini memperdarahi batang otak sebelah atas melalui cabang-cabang paramedius brevis, circumferentia brevis dan circumferentia longus.
Aliran darah vena dari otak terutama kedalam sinus-sinus durameter, suatu saluran pembuluh darah yan terdapat ke dalam struktur durameter yang liat.
Diperkirakan bahwa metabolisme otak menggunakan kira-kira 18 % dari total konsumsi oksigen oleh tubuh. Sebagian besar oksigen dipakai untuk proses oksidasi glukosa,dan didalam otak metabolisme karbohidrat merupakan sumber tenaga yang utama. Pada manusia, pada suatu saaat mungkin otak mengandung kira-kira 7 ml total oksigen, yang dengan kecepatan pemakaian yang normal akan habis kira-kira dalam waktu 10 detik. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika masa hidup jaringan SSP yang menghadapi kekurangan oksigen yang cukup singkat kebutuhan otak sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus dipertahankan ( Chusid, 1990).













Gambar 3
Sirkuit willisi ( Jack, 1996 )
Keterangan gambar :



















2. ) Cerebral palsy
a. ) Definisi
CP merupakan kerusakan otak atau kegagalan perkembangan otak selama didalam kandungan ( uterus ) atau pada awal pertumbuhan anak, kerusakan bersifat non progresif ( tidak berlanjut ) dan terjadi pada otak yang belum matang. Sehingga mengganggu proses pematangan otak yang normal ( Weinstein dan Trap, 1972 ).
Menurut Eicher dan Batshaw (1993) CP didefinisikan merupakan suatu payung terminologi yang digunakan unutk mendeskripsikan sekumpulan gannguan non progeresif dengan manifestasi berupa abnormalitas tonus dan gannguan postur yang merupakan akibat dari kerusakan susunan saraf pusat pada saat awal dimasa perkembangan otak.
Dalam definisi Ilmu Kesehatan Anak menjelaskan tentang CP yaitu suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan bersifat non progresif, terjadi pada waktu masih muda ( sejak dilahirkan ) dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basalis dan cerrebellum, dan kelainan mental.CP adalah gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik didalam susunan saraf pusat, bersifat kronik, dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jarinagn otak yang belum selesai pertumbuhannya.
Menurut Shepherd (1995) CP didefinisikan sebagai sekumpulan kelainan otak non progresif yang menyebabkan lesi atau perkembangan yang abnormal pada kehidupan janin atau awal masa anak-anak. Miller dan Bachrach (1998) mendefinisikan CP sebagai sekumpulan gangguan motorik yang diakibatkan dari kerusakan pada otak yang terjadi sebelum, selama dan sesudah kelahiran. Kerusakan otak pada anak mempengaruhi sistem motorik dan akibatnya anak tersebut mempunyai koordinasi yang lemah, keseimbangan yang lemah, pola gerak yang abnormal atau gabungan dari karakteristik tersebut.
Dalam kamus kedokteran dorlan (2005) definisi CP yaitu setiap kelompok gangguan motorik yang menetap, tidak progresif, yang terjadi pada anak kecil yang disebabkan oleh kerusakan otak akibat trauma lahir atau patologi intra uterine. Gangguan ini ditandai dengan perkembangan motorik yang abnormal atau terlambat, seperti paraplegia spastik, hemiplegia atau tetraplegia, yang sering disertai dengan retardasi mental, kejang atau ataksia.
Definisi spastik menurut kamus kedokteran Dorlan (2005) adalah bersifat atau ditandai dengan spasme. Hipertonik, dengan demikian otot-otot kaku dan gerakan kaku.
Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh, paralisis bilateral (Dorlan, 2005). Diplegia merupakan salah satu bentuk CP yang utamanya mengenai kedua belah kaki (Dorlan, 2005)
Klasifikasi dari CP yaitu (1) spastik, merupakan gangguan pada UMN dengan tanda hiperrefleksia, bentuk gerak yang abnormal, kelemahan, (2) athetoid, merupakan tanda lesi ekstrapiramidal, ditandai adanya gerak involunter ( athetosis, dystonia, ataksia dan rigid ), (3) Ataksia, merupakan lesi dari cerebellum, ditandai dengan adanya gangguan keseimbangan dan kooordinasi, (4) mixed, merupakan kombinasi dari spastis, athetoid dan ataksia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CP Spastik Diplegia adalah suatu gangguan tumbuh kembang motorik anak yang disebabkan karena adanya kerusakan pada otak yang terjadi pada periode sebelum, selama dan sesudah kelahiran yang ditandai dengan kelemahan pada anggota gerak bawah yang lebih berat daripada anggota gerak atas, dengan karakteristik tonus postural otot yang tinggi terutama pada regio trunk bagian bawah menuju ekstremitas bawah. Pada CP spastik diplegia kadang-kadang disertai dengan retardasi mental, kejang dan gambaran ataksia.
b. ) Etiologi
Pada umumnya penyebab CP dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu ;
1. ) Pranatal
Biasanya terjadi akibat infeksi dalam kandungan sehingga menyebabkan kelainan pada janin seperti toksoplasmosis, rubella, lues, dan penyakit inklusi sitomegalik. Selain itu juga oleh karena anoksia dalam kandungan, terkena sinar radiasi sinar- X dan keracunan kehamilan.
2. ) Perinatal
Pada masa ini meliputi ;
a. ) Hipoksia ( anoksia )
Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa masa perinatal adalah brain injury (cedera pada otak ). Keadan inilah yang menyebabkan anoksia. Hal ini dapat terjadi pada presentasi bayi abnormal, disporposi sefalo-pelvis, partus lama, plasenta praevia, partus dengan menggunakan instrumen tertentu dan lahir dengan sectio caesar.
b. ) Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan yang terjadi diruang subarakhnoid akan menyebabkan penyumbatan cairan cerebrospinal sehingga mengakibatkan hidrocepallus. Perdarahan diruang subdural dapat menekan cortek cerebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c. ) Prematuritas
Bayi yang lahir dengan usia kandungan yang belum cukup bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, hal ini karena pembuluh darah, enzim, dan faktor pembekuan darah masih belum sempurna.
d. ) Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak akibat masuknya billirubin ke ganglia basalis, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah dan faktor Rh.
e. ) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi apabila terlambat atau tidak tepat penangananya akan mengakibatkan gejala sisa berupa CP.

3. ) Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan CP. Misalnya pada trauma capitis, menigitis, ensefalitis dan luka parut pada otak pasca-operasi, bayi dengan berat badan rendah.
c. ) Patologi
Kelainan neuropatologis terjadi tergantung dari berat ringannya kerusakan. Jadi kelainan neuropatologis terjadi sangat kompleks dan difus yang dapat mengenai korteks motorik, traktus piramidalis, daerah paraventrikular ganglia basalis, batang otak dan ceebellum.
Anoksia cerebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim. Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan ischemia yang bisa menyebabkab necrosis.
Kern icterus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipocampus, sel-sel nukleus batang otak, dapat mnenyebabkan CP tipe athetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi.
Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obsturksi ruangan subarachnoid dan timbul hidrocepalus. Perdarahan dalam otak dapat meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel.
Trauma lahir akan menimbulkan kompressi cerebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir menimbulkan gejala yang irreversibel. Lesi irreversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipocampus yaitu pada ammonis, yang bisa mengakibatkan timbulnya epilepsi.
d. ) Tanda dan gejala klinik
Gambaran klinik CP tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan, semisal paralisis, gerakan involunter, dan ataksia.
Pada kondisi CP diplegia spastik yaitu keadaan dimana anggota gerak bawah tidak berfungsi maksimal dibandingkan dengan anggota gerak atas akibat adanya spastisitas yang terjadi pada anggota gerak bawah ( kedua tungkai bawah) . Adanya spastisitas menyebabkan kontrol gerak yang tidak terkendali sehingga mempengaruhi postur tubuh dan keseimbangan. Dengan demikian dapat mengganggu aktifitas fungsional anak penderita CP.
e. ) Prognosis
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe CP. Di inggris dan Skandinavia 20 – 50 % pasien dengan CP mampu sebagai buruh kerja penuh, sebanyak 30 – 35 % dari semua pasien CP dengan retardasi mental memerlukan perawatan khusus. Prognosis paling baik pada derajat fungsional ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran. Pengamatan jangka panjang yang dilakukan Cooper dkk seperti dikutip oleh Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan motorik dengan bertambahnya umur pasien CP yang memperoleh rehabilitasi baik.




B. Deskripsi Problematik Fisioterapi
1. ) Permasalahan Utama ( impairment )
Adanya abnormalitas tonus postural ( spastisitas ) menyebabkan kontrol gerak yang tidak terkendali sehingga mempengaruhi postur tubuh. Apabila tidak segera ditangani maka akan terjadi permasalahan lain berupa deformitas yaitu kontrakur otot, kekakuan sendi, skoliosis.
2. ) Keterbatasan Fungsional ( functional limitation )
Akibat adanya postur tubuh yang jelek dan kontrol gerak yang tidak terkendali maka akan mempengaruhi aktifitas fungsional sehari-hari yaitu makan, memakai baju, mandi, bermain.
3. ) Keterbatasan berpartisipasi dalam masyarakat
Dengan terbatasnya aktifitas sehari-hari maka anak penderita CP tersebut akan terbatas aktifitas di luar rumah seperti bergaul dengan anak-anak atau orang-yang tinggal di dekat tempat tinggalnya.









C. Tekhnologi Intervensi Fisioterapi
Teknologi intervensi fisioterapi yang digunakan untuk menangani permasalahan yang ada pada kondisi CP spastik diplegi meliputi latihan pada mobilitas trunk, stretching pasif dan latihan gerak aktif dengan pendekatan terapi dengan permainan serta latihan berjalan.
1. ) Mobilisasi trunk.
Latihan mobilitas trunk merupakan latihan yang diberikan baik pasif maupun aktif ke seluruh luas gerak tubuh ( fleksi, ekstensi, side fleksi dan rotasi trunk) dengan tujuan untuk memperbaiki co-contraksi otot-otot trunk dan untuk memperoleh fleksibilitas dari trunk yang diharapkan dapat memperbaiki postur pada kondisi CP diplegi spastik yang cenderung kifosis. Pada akhir gerakan pasif dapat disertai dengan pemberian stretching ( penugluran jaringan ) dan elongasi (pemanjangan trunk ke arah atas).
2. ) Stretching
Streching merupakan suatu bentuk terapi yang di susun untuk mengulur struktur jaringan lunak yang mengalami pemendekan secara patologis dan dengan dosis tertentu dapat menambah range of motion. Passive stretching dilakukan ketika pasien dalam keadaan rileks, menggunakan gaya dari luar, dilakukan secara manual atau dengan bantuan alat untuk menambah panjang jaringan yang memendek (Kisner & Colby, 1996). Diharapkan dengan rileks tersebut dapat mengurangi spastisitas pada ekstrimitas bawah khususnya kedua tungkai.


3. )Latihan gerak aktif dengan pendekatan terapi dengan permainan
Selain berguna untuk mengembangkan potensi anak, bermain juga menjadi media terapi yang baik bagi anak-anak yag bermasalah. Bermainm merupakan media yang baik dan sebagai stimulasi anak dengan gangguan perkembangan. Pada CP bermain dapat melatih ketrampilan motorik halus dan kasarnya. Dalam bermain anak CP diberikan keleluasaan gerak untuk mengikuti permainan.
4. Latihan pola jalan ( aktifitas fungsional )
Latihan pola jalan dilakukan dengan tujuan mengajarkan pola jalan yang benar pada anak sehingga anak dapat berjalan dengan pola yang baik dan benar. Pada akhirnya dapat melatih kemandirian anak dalam melakukan aktifitas fungsional.











BAB III

RENCANA PELAKSANAAN STUDI KASUS


A. Rencana Pengkajian Fisioterapi


Rencana pengkajian fisioterapi (assessment) sangat penting dalam proses fisioterapi karena dengan cara ini fisioterapi mampu mengidentifikasi masalah yang ada. Kemudian hasil dari identifikasi ini akan menjadi dasar untuk menentukan rencana atau program fisioterapi, mengevaluasi perkembangan penderita cerebral palsy dan dengan assessment pula akan diketahui metode yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi penderita cerebral palsy. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan yaitu (1) kesan umum pasien, (2) tonus otot postural, (3) pertumbuhan dan perkembangan anak, (4) kemampuan fungsional anak, (5) masalah primer dan sekunder yang dihadapi anak, (6) deformitas. Langkah-langkah pemeriksaan yang akan dilakukan sebagai berikut :

1. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan cara tanya jawab dengan pasien ( autoanamnesis ) atau dengan orang lain paling dekat dengan pasien ( heteroanamnesis ) tentang keadaan pasien.




Anamnesis terdiri dari atas :
a. Anamnesis umum
Anamnesis ini meliputi (1) identitas pasien (nama,jenis kelamin, usia, alamat) (2) riwayat kelahiran (kelahiran normal, caesar atau dengan bantuan alat ), (3) riwayat penyakit sekarang.
b. Keluhan utama
Meliputi permasalahan yang saat ini dihadapi oleh anak semisal anak tidak mampu berjalan dengan normal atau berjalan dengan alat bantu, ataupun tidak mampu melakukan aktiftasnya sehari-hari semisal bermain.
c. Riwayat keluarga
Meliputi keterangan mengenai adanya anggota keluaraga dengan riwayat cerebral palsy.
2.Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :
a. Vital sign
Pemeriksan vital sign meliputi :
(1) tekanan darah
Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter. Pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum, selam dan sesudah dilakukan intervenís fisioterapi. Jira pasien anak-anak maka menggunakan manset anak-anak, jira pasien dewasa maka menggunakan manset dewasa.


(2) nadi
Pemeriksaan nadi diukur pada arteri radialis dengan menggunakan tiga jari secara palpasi. Pemeriksan nadi juga dapat dilakukan pada arteria femoralis, arteria dorslis pedis, arteria temporal dan lain-lain.
(3) Suhu tubuh
Pemeriksaan suhu tubuh dilakukan secara manual unutk mengetahui apakah pasien sedang demam atau tidak. Hal ini unutk mengetahui apakah terapi bisa dilakukan atau tidak.
(4 ) Tinggi badan
Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan pita ukur.
(5) Berat badan
Pengukuran berat badan dilakukan dengan timbangan berat badan.
b. Inspeksi
Inspeksi dilakukan dengan tujuan mengetahui keadaan pasien secara umum.. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati pasien. Inspeksi terdiri atas (1) inspeksi statis, disini pasien tidak melekukan aktifitas dan terapis mengamati pasien ketika duduk, berbaring ditempat tidur dan berdiri. Hal hal yang menjadi perhatian adalah ekspresi wajah, apakah ada oedem pada anggota gerak dan apakah pasien cenderung muncul pada pola snergis, (2) inspeksi dinamis, pada pemeriksan ini yang perlu diperhatikan adalah gerak gerik yang mampu dilakukan pasien terutama perubahan posisi dan bagaiman pasien melakukannya.

c. Palpasi
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kualitas tonus otot, kekuatan otot, ada tidaknya spasme, kontraktur otot, dan atropy otot.
d. Auskultasi
Auskultasi bertujuan untuk mengetahui adanya kelainan pada paru atau jantung. Pemeriksaan ini dengan menggunakan stetoskop.
3. Pemeriksaan gerak dasar
a. Gerak Aktif
Merupakan pemeriksaan gerak dimana pasien diminta melakukan gerakan secara mandiri atau tanpa bantuan. Dari pemeriksaaan ini akan diketahui : kemampuan penderita untuk melakukan gerak aktif, kordinasi geraknya, ada tidaknya nyeri gerak, LGS aktif.
b. Gerak Pasif
Merupakan pemeriksaan gerak dimana gerakan pasien dibantu oleh terapis. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui : LGS pasif, ada tidaknya spastisitas, ada tidaknya kontraktur otot.
6. Pemeriksaan spesifik
Pemeriksan spesifik meliputi pemeriksaaan ligkup gerak sendi ( LGS), pemeriksaan tonus otot untuk mengetahui tingkat spastisitas menggunakan skala asworth, pemeriksaan reaksi otomatis, pemeriksaan reflek patologis, pemeriksaan deformitas, pemeriksaan intrapersonal dan interpersonal, dan pemeriksaan aktifitas fungsional.

a. ) Pemeriksaan LGS
Pemeriksaaan LGS dilakukan pada sendi bahu, siku, pergelangan tangan, panggul lutut, pergelangan kaki. Alat ukur yang digunakan goniometer.
b. ) Pemeriksaan tonus otot
Pemeriksaan tous otot dengan menggunakan skala asworth, dimana peningkatan tonus otot dapat dinilai sebagai berikut :

Nilai Keterangan
0 Tidak ada peningkatan tonus otot
1 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai denagan terasanya tahanan minimal ( catch and release ) pada akhirt ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi.
2 Ada penigkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya pemberhentian gerakan ( catch ) dan diikuti dengan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi tetap mudah digerakkan.
3 Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tetapi sendi masih mudah digerakkan.
4 Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan.
5 Sendi atau ekstrimitas kaku ( rigid ) pada geraka fleksi atau ekstensi.

Sumber : Bobath Center of London


c. ) Pemeriksaan reaksi otomatis
Pada pemeriksaan ini akan diperoleh penurunan atau hilangnya reaksi-reaksi otomatis antara lain:
(1) Reaksi tegak (Righting reaction) dengan cara anak diposisikan duduk kemudian trunk digerakkan ke belakang, ke samping dan ke depan maka anak akan mempertahankan posisi kepala tetap tegak.
(2) Reaksi keseimbangan (Equilibrium Reaction) dilakukan pada saat duduk, berdiri dan berjalan. Reaksi keseimbangan duduk dengan cara: anak diposisikan duduk bersila maupun W sit kemudian secara perlahan-lahan dilepas, reaksi ini baik bila penderita mampu mempertahankan keseimbangan. Reaksi keseimbangan berdiri dengan cara: anak diposisikan berdiri di atas lantai, terapis berada di belakang anak, kemudian terapis melihat ada tidaknya reaksi pada kedua kaki untuk berdiri. Reaksi keseimbangan berjalan dengan cara: anak diposisikan berdiri di atas lantai, terapis berada di belakang anak, kemudian terapis menginstruksikan anak untuk berjalan, terapis mengamati ada atau tidaknya reaksi pada kedua tungkai untuk melangkah.
(3) Reaksi ekstensi protektif (Protective Reaction) dengan cara anak diposisikan duduk kemudian di dorong ke salah satu sisi, dilihat apakah lengan bereaksi mempertahankan badan dengan ekstensi lengan.



d. ) Pemeriksaan reflek patologis
Pemeriksaan disesuaikan dengan usia anak. Secara fisiologis beberapa reflek yang terdapat pada bayi seharusnya tidak dijumpai lagi pada anak yang sudah besar. Namun bila reflek-reflek ini masih ada, hal ini menunjukkan adanya kemunduran fungsi susunan saraf. Teknik untuk menimbulkan reflek dengan memposisikan reflek yang akan diperiksa, yaitu: (1) babynski, cara anak diposisikan tidur terlentang, gores pada bagian lateral telapak kaki, positif jika timbul gerakan ekstensi jari-jari diikuti abduksi jari-jari kaki, (2) morro reflex, dengan cara anak diposisikam tidur terlentang dan diberi tekanan pada kepalanya secara mendadak. Reflek ini akan hilang pada usia anak 4 bulan, (3) grasp reflek, dengan cara permukaan palmar tangan diberi stimulasi, reaksi positif tangan akan menggenggam, (4) asimetrical tonic neck reflex, dengan cara posisikan anak terlentang, kepala mid position, ekstensi lengan dan tungkai kemudian diberikan stimulasi dengan memutar kepala ke samping. Reaksi ini dikatakan positif bila penderita mengekstensikan lengan dan tungkai homolateral serta fleksi lengan dan tungkai heterolateral, (5) simetrical tonic neck reflex, dengan cara anak diposisikan terlentang kepala mid position, ekstensi lengan dan tungkai kemudian diberikan stimulasi dengan memfleksikan kepala, reaksi positif bila penderita memfleksikan lengan dan mengekstensikan tungkainya.






TABEL I: FORMULIR PEMERIKSAAN REFLEKS (The Bobath Centre London, 1994)

Usia (bulan)

Reflex) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Moro + + + +
Gallant + +
ATNR + + + +
Primary standing + +
Grasp:
a. tangan
b. kaki
+
+
+
+
+
+
+
+

+

+

+

+
Suckling + + +
Neck Righting + + + + + + + + + + +
Body Righting on Body + + + + + + + +
Labyrinthine Righting + + + + + + + + + + + + +
Landau + + + + + + + + +
Parachute
a. Downwards
b. Forwards
c. Sideways
d. Backwards
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Equilibrium Reaction
a. Supine
b. Prone.
c. Sitting
d. Quadripedal
e. See-saw reaction
f. Standing

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Keterangan:
+ : Mulai muncul atau mulai menghilang
+ : Muncul






e. ) Pemeriksaan Deformitas
Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya permasalahan baru, semisal semakin usia anak penderita CP bertambah maka spastisitas bisas emakin menigkat, sehingga akan berakibat timbulnya deformitas seperti dislokasi sendi panggul dan kontraktur otot-otot ekstrimitas bawah. Deformitas lainnya yang timbul yaitu apabila penderita CP tidak ditangani secara maksimal maka bisa terjadi skoliosis akibat muskuloskeletal yang tidak bisa bergerak seimbang akibat perubahan postur.
f. ) Pemeriksaan Intrapersonal dan Interpersonal
Aspek yang dinilai adalah sejauh mana pasien dapat bekerjasama dengan terapis pada saat pelaksanaan terapi. Menolak atau tidaknya anak saat dilakukan terapi, semisal anak menangis atau senang.
g. ) Pemeriksaan Aktifitas Fungsional
Pemeriksaan aktifitas fungsional disesuaikan dengan kemampuan anak dan dilakukan untuk menilai seberapa besar tingkat kemandirian anak, apakah anak dapat melakukan aktifitas sehari-hari nya secara mandiri, dibantu sebagian atau sepenuhnya. Untuk melakukan pemeriksaan ini dapat digunakan Gross Motor Function Measurement (GMFM).
GMFM adalah suatu jenis pengukuran klinis untuk mengevaluasi perubahan fungsi gross motor pada penderita CP. Terdiri dari 88 item pemeriksaan, aktifitas pada posisi berbaring dan berguling (17 item), duduk (20 item), berlari dan melompat (12 item).
Penilaian GMFM terdiri dari 4 skor yaitu 0, 1, 2 dan 3 yang masing-masing mepunyai arti yang sama meskipun deskripsinya berbeda tergantung item kemampuan yang dinilai. Keterangan nilai GMFM, sebagai berikut: 0: tidak memiliki inisiatif; 1: ada inisiatif; 2: sebagian dilengkapi; 3: dilengkapi; NT: Not Tested (tidak di tes).


















Lampiran 2

Tabel penilaian pemeriksaan dan evaluasi GMFM

A. Dimensi terlentang dan tengkurap

No Item yang dinilai T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
1 Terlentang, kepala pada garis tengah tubuh, rotasi kepala dengan ekstremitas simetris
2 Terlentang, menyatukan jari-jari kedua tangan dibawa pada garis tengah tubuh
3 Terlentang, mengangkat kepala 45º.
4 Terlentang, fleksi hip dan knee kiri full ROM
5 Terlentang, fleksi hip dan knee kanan full ROM
6 Terlentang, meraih dengan lengan kiri, tangan menyilang garis tengah tubuhmenyentuh mainan
7 Terlentang, meraih dengan lengan kanan, tangan menyilang garis tengah tubuh menyentuh mainan
8 Terlentang, berguling ke tengkurap melalui sisi kiri tubuh
9 Terlentang, berguling ke tengkurap melelui sisi kanan tubuh
10 Tengkurap, mengangkat kepala keatas.
11 Tengkurap, menghadap kedepan, mengangkat kepala dengan lengan lurus
12 Tengkurap, menghadap kedepan, tumpuan berat badan pada kaki kiri, lengan yang berlawanan diangkat kedepan
13 Tengkurap, menghadap ke depan, tumpuan berat badan pada kaki kanan, lengan yang berlawanan diangkat ke depan
14 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kiri tubuh
15 Tengkurap, berguling terlentang melalui sisi kanan tubuh
16 Tengkurap, berputar 90º ke kiri menggunakan ekstremitas
17 Tengkurap, berputar 90º ke kanan menggunakan ekstremitas
Total dimensi A














B. Dimensi duduk

No. Item yang dinilai T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
18 Terlentang, tangan ditarik terapis kearah duduk dengan kontrol kepala
19 Terlentang, berguling ke sisi kanan dibawa ke posisi duduk
20 Terlentang, berguling kesisi kiri dibawa ke posisi duduk
21 Duduk di matras, thorak disuport terapis, kepala lurus ditahan 3 detik
22 Duduk di matras, thorak disuport terapis, kepala lurus ditahan 10 detik
23 Duduk di matras, kedua lengan disangga, dipertahankan 5 detik
24 Duduk di matras, tangan bebas dan ditahan 3 detik
25 Duduk di matras, dengan di depannya dan badan condong kedepan
26 Duduk di matras dan menyentuh mainan yang berada 45°
27 Duduk di matras dan menyentuh mainan yang berada 45° dibelakang sisi kiri dan kenbali ke posisi awal
28 Duduk dengan pantat posisi kanan dan mempertahankan posisi dengan kedua lengan bebas selama 5 detik
29 Duduk dengan pantat posisi kiri dan mempertahankan posisi dengan kedua lengan bebas selama 5 detik
30 Duduk di matras kemudian menunduk keposisi tengkurap
31 Duduk di matras dengan kedua kaki berhadapan dan dapat mencapai 4 point lewat sisi kanan
32 Duduk di matras dengan kedua kaki berhadapan dan dapat mencapai 4 point lewat sisi kiri
33 Duduk di matras dan berputar 90° tanpa bantuan lengan
34 Duduk di bangku dan dapat menahan lengan dan kaki selama 10 detik
35 Berdiri lalu duduk diatas bangku kecil
36 Di lantai dan berusaha duduk di bangku kecil
37 Di lantai dan berusaha mencapai duduk di bangku besar
Total dimensi B






C. Dimensi merangkak dan berdiri dengan lutut

No Item yang dinilai T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
38 PR dan maju ke depan sejauh 18 m……..
39 4 POINT ; mempertahankan berat tangan dan lutut 10
detik ……………………….
40 4 POINT ; menuju posisi duduk dengan tangan bebas
41 PR ; bertahan 4 poin, berat pada tangan dan knee
42 4 POINT ; meraih ke depan dengan tangan kanan
meliputi lengan & shoulder
43 4 POINT ; meraih ke depan dengan tangan kiri meliputi
lengan & shoulder
44 4 POINT ; merangkak dan berusaha maju ke depan
45 4 POINT ; pengulangan merangkak ke depan
46 4 POINT ; merangkak diatas 4 langkah dengan tangan
& Knee/ kaki …………
47 4 POINT ; merangkak ke belakang dibawah 4 langkah
dgn tangan & knee..
48 Menuju keposisi tinggi menggunakan tangan, lalu
tahan dengan tangan bebas selama 10 detik
49 HIGH KN, menuju posisi ½ kneeling pada lutut kanan
menggunakan tangan, lalu tahan dengan tangan bebas
selama 10 detik
50 HIGH KN, menuju posisi ½ kneeling pada lutut kiri
menggunakan tangan, lalu tahan dengan tangan bebas
selama 10 detik
51 HIGH KN, berjalan kneeling maju 10 langkah, tangan
bebas ………………..
Total dimensi C





















D. Dimensi berdiri

No Item yang dinilai T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
52 Pada lantai, mendorong ke berdiri dengan kursi lebar
53 Berdiri dengan tangan bebas dan ditahan selama 3 detik
54 Berdiri bertahan pada kursi lebar dengan 1 tangan
memindahkan kaki kanan, 3 detik
55 Berdiri bertahan pada kursi lebar dengan 1 tangan
memindahkan kaki kiri , 3 detik……………..
56 Berdiri dengan tangan bebas dan bertahan selama 20
detik………………………………………
57 Berdiri memindahkan kaki kiri dan tangan bebas
selama 10 detik ………………………………..
58 Berdiri memindahkan kaki kanan dan tangan bebas
selama 10 detik ………………………….
59 Duduk pada bangku kecil, menuju ke berdiri tanpa
memakai tangan …………………………
60 HIGH KN; menuju keposisi duduk melalui ½ kneeling
pada lutut kanan tanpa menggunakan tangan
61 HIGH KN; menuju keposisi duduk melalui ½ kneeling
pada lutut kiri tanpa menggunakan tangan
62 Berdiri extremitas bawah berusaha duduk dilantai
dengan kontrol tangan bebas ………………….
63 Berdiri menuju squad, tangan bebas ………….
64 Berdiri mengambil objek dari lantai, tangan bebas, dan
kembali ke posisi berdiri …………..
Total dimensi D



















E. Dimensi berjalan, lari, dan melompat.
No Item yang dinilai T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
65 Berdiri, dua tangan berpegangan pada bangku besar,
jalan 5 langkah ke kiri ………………..
66 Berdiri, dua tangan berpegangan pada bangku besar,
jalan 5 langkah ke kanan………………..
67 Berdiri, dua tangan berpegangan pada terapis, berjalan
ke depan 10 langkah ………………..
68 Berdiri, satu tangan berpegangan pada terapis, berjalan
ke depan 10 langkah ………………..
69 Berdiri, berjalan ke depan 10 langkah………..
70 Berdiri, berjalan ke depan 10 langkah, berhenti
kemudian berputar 180º dan kembali ke tempat semula
71 Berdiri, berjalan ke belakang 10 langkah……..
72 Berdiri, berjalan ke depan 10 langkah, membawa objek
besar dengan dengan 2 tangan…………..
73 Berdiri, berjalan ke depan 10 langkah, diantara garis
pararel yang berjarak 20 cm antara 2 garisnya
74 Berdiri, berjalan ke depan 10 langkah pada garis 2 cm
75 Berdiri, step over stick at knee level, R food leading
76 Berdiri, step over stick at knee level, L food leading
77 Berdiri, berlari 4,5 m, berhenti dan kembali…..
78 Berdiri, menendang bola dengan kaki kiri……
79 Berdiri, menendang bola dengan kaki kanan…..
80 Berdiri, melompat 30 cm ke atas, kedua kaki diangkat
81 Berdiri, melompat 30 cm ke depan ……………..
82 Berdiri pada kaki kiri, hops on R food 10 times within
A 60 cm ………………………………..
83 Berdiri pada kaki kanan, hops on L food 10 times
within A 60 cm ………………………………..
84 Berdiri, holding 1 Rail Walks up 4 steps, holding 1 Rail
85 Berdiri, holding 1 Rail Walks down 4 steps, holding 1
Rail …………………………………..
86 Berdiri, berjalan ke depan 4 langkah dengan kaki
bergantian ……………………………………
87 Berdiri, berjalan ke belakang 4 langkah dengan kaki
bergantian ………………………………
88 Berdiri, pada langkah ke 15 melompat, kedua kaki
diangkat……………………………………
Total dimensi E






B. Problematik fisioterapi
Permasalahan pada CP yaitu adanya gangguan tonus postural tubuh akibat adanya spastisitas sehingga control gerak terganggu dan juga mengakibatkan postur tubuh yang salah. Dari permasalahan yang telah disebutkan pada akhirnya akan mengganggu aktifitas fungsional sehari-hari anak penderita CP.

C. Rencana penatalaksanaan Fisioterapi
1 .) Tujuan pelaksanaan terapi latihan
a. Untuk menurunkan abnormalitas tonus ( spastisitas ) terutama pada kedua tungkai bawah.
b. Mencegah terjadinya kontraktur sehingga mencegah deformitas.
c. Memperbaiki kemampuan aktifitas fungsional melalui peningkatan pada keseimbangan dan memperbaiki postur tubuh sehingga diharapkan bertambahnya tingkat kemandirian anak dengan kasus cerebral palsy dalam melakukan aktifitas sehari-harinya semisak bermain.



2. ) Rencana pelaksanaan fisioterapi
a. ) Latihan mobilisasi trunk
Tujuan dari latihan mobilitas trunk ini adalah untuk memperbaiki postur yaitu dengan cara mendudukkan pasiel long sittig dan kedua tungkai membuka lebar ( abduksi tanpa eksternal rotasi ). Fisioterapis dibelakang pasien, tangan menempel bahu kemudian diberikan pressure tapping pada segmen lumbal, thorak atas dan bawah.
b. ) Streching secara pasif
Streching atau penguluran jaringan lunak ini merupakan cara yang digunakan untuk menurunkan spastisitas sehingga bias merileksasikan kerja otot-otot yang berlebihan ( over use ). Pada kondisi CP diplegi spastis biasanya dilakukan stretching pada group otot (1) hamstring (2) adductor lutut (3) abductor lutut (4) otot perut (5) illiopsoas dan (6) pelvic tilting.
c. ) Latihan gerak aktif dengan menggunakan permainan
Latihan ini diberikan dengan melibatkan anak secara aktif. Pada pendekatan ini anak akan diberikan bentuk-bentuk latihan aktifitas fungsional yang akan dilakukan bersamaan dengan bermain untuk tujuan meningkatkan aktivitas fungsional, seperti latihan berdiri dan berjalan.

d. ) Latihan aktifitas fugsional dengan mengajarkan pola jalan yang benar.
Anak akan diajari berjalan dengan pola yang benar, karena pada umumnya anak CP akan berjalan dengan pola salah akibat dipengaruhi adanya spastisitas. Seperti yang telah disebutkan bahwa spastisitas akan mengganggu kenormalan postur tubuh dan control gerak. Padahal pada pola jalan yang benar dibutuhkan postur tubuh yang baik dan control gerak yang baik pula.



D. Rencana Evaluasi Hasil Terapi

Evaluasi dilakukan untuk mngetahui tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan terapi yang diberikan. Evaluasi dilakukan sesaat setelah terapi dan pada akhir pelaksanaan program terapi. Beberapa pengukuran yang dilakukan meliputi : 1.) evaluasi spastisitas dengan menggunakan skala asworth, 2 ) evalusi gross motor, keseimbangan dan kemampuan berjalan ( aktifitas fungsional ) dengan menggunakan GMFM.


No comments:

Post a Comment

Popular Posts