Menurut
Internasional Association for the Study of Pain ( IASP ), nyeri digambarkan
sebagai "suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi,
atau dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut" ( Hartwig, Wilson, 2006).
Definisi ini menghindari pengkorelasian nyeri dengan suatu rangsangan ( stimulus
); definisi ini juga
menekankan bahwa nyeri bersifat subyektif dan merupakan suatu sensasi sekaligus emosi. Bagi praktisi klinis, nyeri adalah suatu masalah yang membingungkan. Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri; para praktisi klinis hampir semata mengandalkan penjelasan pasien tentang nyeri dan keparahannya. Nyeri merupakan alasan tersering yang diberikan oleh pasien apabila ditanya mengapa mencari pengobatan. Dampak nyeri terhadap perasaan pasien sudah demikian luas diterima sehingga banyak institusi sekarang menyebut nyeri sebagai "tanda vital kelima", dan mengelompokkanya bersama tanda klasik suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah ( Noble et al, 2005).
menekankan bahwa nyeri bersifat subyektif dan merupakan suatu sensasi sekaligus emosi. Bagi praktisi klinis, nyeri adalah suatu masalah yang membingungkan. Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri; para praktisi klinis hampir semata mengandalkan penjelasan pasien tentang nyeri dan keparahannya. Nyeri merupakan alasan tersering yang diberikan oleh pasien apabila ditanya mengapa mencari pengobatan. Dampak nyeri terhadap perasaan pasien sudah demikian luas diterima sehingga banyak institusi sekarang menyebut nyeri sebagai "tanda vital kelima", dan mengelompokkanya bersama tanda klasik suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah ( Noble et al, 2005).
Keluhan nyeri dapat dirasakan oleh hampir seluruh jaringan tubuh, mengingat
hampir seluruh sistem jaringan tubuh kaya akan persarafan termasuk saraf pembawa impuls nyeri sehingga keluhan nyeri dapat bermacam-macam
seperti nyeri pinggang bawah , nyeri lutut , nyeri leher , dll . Keluhan nyeri
merupakan keluhan yang sering mendorong penderita untuk mencari pertolongan di
rumah sakit termasuk unit fisioterapi ataupun klinik fisioterapi perseorangan
(Parjoto, 2007).
Nyeri
merupakan pengalaman yang sangat pribadi
dan bersifat subyektif, karena bentuk nyeri maupun intensitas atau kuatnya
nyeri yang dikatakan oleh penderita adalah sebagaimana yang dirasakan oleh
penderita yang bersangkutan (Maramis, 1996). Pendapat ini sejalan dengan
pendapat Nicholson (2000) yang menyatakan bahwa nyeri merupakan suatu
pengalaman yang bersiifat subyektif dan psikologik. Karena nyeri banyak
dimensinya sehingga pengukuran tunggal tentang intensitas nyeri tidak akan
menggambarkan secara adekuat perbedaan antara nyeri tusukan, sakit gigi dan
terbakar.
Nyeri bisa terjadi bila ada stimulus
yang memenuhi syarat yang dimediasi atau difasilitasi oleh bahan kimiawi
tertentu seperti leukotrin, prostaglandin, interleukin dan tromboksan sehingga menimbulkan impuls nyeri atau impuls
nosiseptif di nosiseptor yang dikenal sebagai proses transduksi yang kemudian
ditransmisikan ke arah sentral melalui tanduk belakang medulla spinalis, batang
otak, mesensefalon, korteks serebri dan korteks asosiasinya untuk kemudian disadari baik mengenai sifat, lokasi maupun
berat ringannya (Kuntono, 2007).
Subyektivitas keluhan nyeri sulit untuk
diukur, walaupun begitu penting bagi
kita untuk mengukurnya karena dengan melakukan pengukuran nyeri akan memberikan
gambaran tentang kondisi yang dihadapi pasien
dan memberikan efek yang positif terhadap coping abilities pasien,
selain itu pengukuran terhadap nyeri
penting pula untuk menentukan respon pasien terhadap treatment yang
diberikan dan membantu untuk menentukan prognosis.
Assesment nyeri telah dimulai sejak
pertengahan abad 20 ( Noble et al,2005), salah satu teknik pengukurannya adalah
dengan menggunakan Visual Analogue Pain Rating Scale ( VAS ). VAS merupakan
alat ukur yang simpel untuk merekam prakiraan subyektif intensitas nyeri, VAS merupakan
alat ukur yang sederhana untuk mengukur / mengetahui perkiraan derajad /
intensitas nyeri secara subjektif. Alat ukur ini awalnya digunakan dalam pemeriksaan
psikologi sejak abad ke 20. Sekitar tahun
70an Huskisson mempopulerkan alat ukur ini dalam aplikasi klinis. VAS berupa sebuah garis lurus
sepanjang 10 cm. Garis ini mempresentasikan gambaran intensitas nyeri yang
harus ditunjukkan oleh pasien. Pada
kedua ujung garis tersebut, Huskisson menggunakan kalimat No Pain ( tidak nyeri ) dan Pain
As Bad As It Could Be ( nyeri hebat yang tidak tertahankan ).
Penggunaan
garis horisontal secara umum lebih disukai dari pada vertikal, kecuali menurut
penelitian di Cina yang menunjukkan hal sebaliknya ( Basuki, 2008, dikutip oleh
Wibowo, 2008 ).
Walaupun VAS sudah lama digunakan
disebagai alat ukur intensitas nyeri, namun dipraktek klinis sering ditemukan
berbagai perbedaan tentang teknik pengukuran, prosedur maupun cara
pendokumentasiannya sehingga dalam melakukan evaluasi kadang menjadi rancu
interpretasi. Sebagai contoh pada kondisi-kondisi nyeri muskuloskeletal untuk
melakukan pengukuran intensitas nyeri adakalanya harus dilakukan provokasi
terlebih dahulu untuk mengukur
intensitas nyerinya. Berdasar kondisi tersebut
maka pengukuran
intensitas nyeri dengan
menggunakan
suatu alat ukur seharusnya dilakukan dengan tata cara yang sama baik teknik,
prosedur, interpretasi, maupun pendokumentasianya. Pada kondisi muskuloskeletal
keluhan nyeri sering dikaitkan dengan aktivitas fungsional, sehingga untuk
mengukur derajat nyeri perlu digunakan modifikasi dengan index fungsional untuk
objektivikasinya.
Pengalaman
penulis pribadi dan beberapa kawan praktisi klinis di lapangan dalam menggunakan
VAS garis horizontal sepanjang 10 cm untuk mengukur intensitas nyeri, dimana
pada sebagian pasien ada sedikit kesulitan mereka memahami pengukuran
intensitas nyeri yang dirasakan dengan penggunaan VAS garis tersebut. Selain itu pada sebagian
pasien bila diminta untuk menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakannya dengan VAS garis
horizontal sepanjang 10 cm yang diajukan, justru memberikan jawaban berupa skor
/ angka. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kami berinisiatif untuk melakukan penelitian
pengukuran intensitas nyeri dengan modifikasi VAS dimana intensitas nyeri
diungkapkan secara verbal berupa angka dengan rentang 0 – 100, dan alat pengukuran
standard yang akan digunakan yaitu VAS standard berupa garis horisontal
sepanjang 10 cm dimana hasil akhir
pengukurannya akan dituliskan dalam satuan millimeter.
Dalam penelitian ini kami
menggunakan VAS berupa garis horizontal sepanjang 10 cm sebagai alat standard
untuk mengukur intensitas nyeri kemudian dikomparasikan dengan alat ukur yang
akan diuji korelasinya yaitu VAS modifikasi dengan angka. VAS berupa garis
horisontal disini kami pilih berdasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya,
dimana VAS garis horisontal digunakan sebagai
alat pengukuran standard pada Pain Management Service di Louisiana
State University Health Sciences Center, Shreveport (LSUHSC-S), USA (2008 ) "Our
analysis takes a measurement engineering approach by looking at the reliability
and validity of Verbal Rating Scale, using Visual
Analog Scale as the standard", demikian juga pada jurnal yang
diterbitkan oleh Trauma Center of America ( 2008
) "The Visual Analogue Scale (VAS) is the
standard tool for rating of pain" serta
pada jurnal yang ditulis Myles, Urquhart
( 2008 ), dari Department of Anaesthesia and Pain Management, Alfred Hospital
and Monash University, Melbourne, Victoria "The visual analogue scale (VAS) is a standard measurement toolin pain research and
clinical practice"
No comments:
Post a Comment