Tuesday, April 7, 2009

Mengatasi Gangguan Punggung

Tahukah Anda bahwa tanpa kita sadari banyak organ tubuh kita bekerja 24 jam non-stop? Punggung adalah salah satunya. Dalam keadaan tidurpun, punggung tetap menjalankan fungsinya untuk senantiasa menjaga postur tubuh kita. Mengingat punggung bekerja selama 24 jam, seringkali kita lupa memberinya perhatian. Coba hitung berapa kali anda olah raga dalam seminggu, merasa stress atau berapa menit anda berdiri atau duduk dalam sehari ? semua jawaban pertanyaan diatas sangat berhubungan dengan kesehatan punggung Anda. Tahukah Anda bahwa tanpa kita sadari banyak organ tubuh kita bekerja 24 jam non-stop? Punggung adalah salah satunya. Dalam keadaan tidurpun, punggung tetap menjalankan fungsinya untuk senantiasa menjaga postur tubuh kita. Mengingat punggung bekerja selama 24 jam, seringkali kita lupa memberinya perhatian. Coba hitung berapa kali anda olah raga dalam seminggu, merasa stress atau berapa menit anda berdiri atau duduk dalam sehari ? semua jawaban pertanyaan diatas sangat berhubungan dengan kesehatan punggung Anda.
Punggung tersusun dari 24 buah tulang yang disebut Vertebrae (tulang belakang). Masing-masing vertebrae dipisahkan satu sama lain oleh bantalan tulang rawan atau diskus. Seluruh rangkaian vertebrae ini membentuk tiga buah lengkung alamiah, yang menyerupai huruf ?S?.
Lengkung paling atas disebut juga segmen servikal (leher), kemudian diikuti segmen toraks (punggung tengah) dan yang terbawah yaitu lumbar (punggung bawah). Lengkung lumbar bertugas untuk menopang berat seluruh tubuh dan pergerakan.
Postur tubuh yang baik akan melindungi kita dari cedera sewaktu melakukan gerakan karena beban disebarkan merata keseluruh bagian tulang belakang. Postur tubuh yang baik akan diperoleh jika telinga, bahu dan pinggul berada dalam satu garis lurus nke bawah.
Komponen punggung
Otot punggung ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini berfungsi untuk menahan agar tulang belakang dan diskus tetap dalam posisi normal. Kelemahan pada salah satu otot akan menambah ketegangan pada otot lain dan akhirnya menimbulkan masalah punggung.
Diskus. Bantalan tulan rawan yang berfungsi sebagai penahan goncangan ini terdapat diantara vertebrae, sehingga memungkinkan sendi-sendiuntuk bergerak secara halus. Tiap diskus memiliki bagiam tengah seperti bunga karang (berongga kecil-kecil) dan bagian luar yang keras dan mengandung serat saraf untuk rasa nyeri. Juga terdapat cairan yang mengalir kedalam dan keluar diskus. Cairan ini berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan punggung bergerak bebas. Diskus yang sehat bersifat elastis, mudah kembali ke bentuk semula jika tertekan diantara kedua vertebra.
Pada saat tidur, sangat sedikit cairan yang keluar dari diskus. Itulah sebabnya kita sering mengalami kekakuan otot ketika baru bangun tidur. Gerakan mendadak yang dilakukan sewaktu baru bangun tidur dapat mengakibatkan cedera punggung.
Perusak punggung
Banyak orang yang tidak menyadari kalau mereka sesungguhnya selalu ?mempekerjakan? punggungnya setiap kali duduk, berdiri ataupun berbaring. Jadi punggung bekerja non stop selama 24 jam sehari.
Buruknya postur tubuh, kegemukan (obesitas) dan gerakan yang kurang benar selama bertahun-tahun, akan mengakibatkan kelainan pada otot dan diskus, bahkan bisa berakibat nyeri punggung.
Beberapa ?penyalahgunaan? punggung :
• Stress. Punggung sangat sensitive terhadap ketegangan otot akibat stress sehari-hari. Dalam keadaan lemah dan kaku, otot punggung mengalami spasme (kejang). Kondisi ini menyebabkan aliran darah yang mengangkut oksigen menjadi terhambat, sehingga otot kekurangan oksigen. Akibatnya, penderita mengalami nyeri yang semakin parah jika tidak segera ditangani dokter.
• Postur tubuh yang buruk. Postur tubuh yang kurang tepat menyebabkan lengkung tulang belakang tidak berada dalam satu garis lurus sehingga mudah cedera dan menimbulkan kelainan premature pada diskus. Diskus yang rapuh tidak lagi mampu menjadi bantalan vertebra. Kelainan akibat postur tubuh yang buruk yaitu tulang belakang terlalu melengkung ke depan atau belakang.
• Kurang Olahraga. 80 % kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya kelenturan (tonus) otot atau kurang berolahraga. Otot yang lemah, terutama pada daerah perut, tentu tidak mampu menyokong punggung secara maksimal.
• Cedera dan ketegangan otot. Gerakan memutar, membungkuk atau mengangkat beban berat yang tidak dilakukan secara benar, akan mengakibatkan ketegangan pada otot atau cedera ligamen (jaringan eleastis yang menjaga kestabilan tulang). Hal yang sama juga dapat terjadi akibat gerakan secara mendadak dalam berolahraga, misalnya ketika berganti atau arah.
• Osteoarthritis. Proses penuaan menyebabkan diskus keluar (menonjol) dari tempat semestinya dan menghasilkan pertumbuhan tulangbaru seperti taji yang menimbulkan radang sendi disertai nyeri. Postur tubuh dan perawatan tulang belakang yang baik biasanya dapat meredakannya.
Masalah punggung bawah Gangguan yang seringkali membuat penderita datang berobat adalah :
• Ketegangan pada otot dan ligamen (sindroma muskulo-ligamentosa). Postur tubuh yang buruk, yang berlangsung selama bertahun-tahun dapat menyebabkan otot dan ligamen punggung regang atau robek. Demikian juga dengan cedera punggung yang lama dan tidak mdiobati. Gejala : Nyeri dan kaku pada punggung, gerak terbatas.
• Cedera pada sendi dan ligamen panggul (sindroma sakroiliaka). Gerakan berputar secara mendadak dapat menyebabkan peregangan, keseleo atau robekan pada otot dan ligamen (jaringan yang menghubungkan antar tulang) sendi panggul. Gejala : Nyeri tajam pada kedua sisi panggul sewaktu penderita berdiri..
• Cedera sendi (sindroma faset). Pergeseran ringan pada permukaan sendi dapat menyebabkan saraf disekitarnya terjepit atau tertekan. Ligamen disekitar sendi menjadi kejang dan bengkak. Kondisi ini jika dibiarkan selama bertahun-tahun dapat meningkatkan risiko terjadinya cedera punggung. Gejala : Kaku dan nyeri sewaktu membungkuk atau berputar.
• Gangguan keseimbangan otot dan pertumbuhan Perkembangan fisik yang abnormal atau tidak seimbang menyebabkan salah satu tungkailebih pendek atau lebih panjangsehingga menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri.
• Cedera Diskus (sindroma diskus) Diskus, yang seharusnya berfungsi sebagai bantalan vertebra, menonjol keluar akibat adanya tekanan, mengalami penipisan (degenerasi) karena proses penuaan atau robek. Cedera diskus dapat disebabkan karena gerakan yang dilakukan secara mendadak. Gejala : Nyeri punggung yang berat dan menetap ketika penderita dalam posisi terlalu membungkuk. Juga disertai nyeri tungkai.
• Skoliosis Tulang belakang membelok ke kanan atau kiri ? seringkali terjadi pada remaja wanita ? dimana keadaan ini akan menyebabkan radang sendi punggung yang nyeri. Gejala : Bahu terangkat, tulang belikat menonjol.
MENGATASI NYERI PUNGGUNG
• Jauhi stress, belajarlah bersikap rileks dan sejenak menjauhi rutinitas.
• Mempelajari cara mengangkat beban, berdiri, duduk dan berbaring dengan benar.
• Olahraga teratur, bermanfaat untuk meningkatkan kelenturan otot-otot dan sendi punggung.
• Jalani gaya hidup sehat, dengan belajar mengatasi stress dan menjaga berat badan seimbang.







Mengatasi Gangguan Punggung
Contributed by Irfan Arief
Monday, 28 April 2008
Last Updated Monday, 28 April 2008
Tahukah anda bahwa tanpa disadari banyak organ tubuh anda bekerja 24 jam nonstop? Punggung adalah salah
satunya. Karena itu, kesehatan punggung harus selalu dijaga, di antaranya dengan berolahraga dan menghindari stress.
Bukti punggung bekerja 24 jam adalah ketika anda dalam keadaan tidur, punggung tetap menjalankan fungsinya untuk
senantiasa menjaga postur tubuh anda. Mengingat punggung bekerja selama 24 jam, seringkali anda lupa memberinya
perhatian. Coba hitung berapa kali anda olah raga dalam seminggu, merasa stress atau berapa menit anda berdiri atau
duduk dalam sehari? Semua jawaban pertanyaan di atas sangat berhubungan dengan kesehatan punggung anda.
Punggung tersusun dari 24 buah tulang yang disebut vertebrae (tulang belakang). Masing-masing vertebrae dipisahkan
satu sama lain oleh bantalan tulang rawan atau diskus. Seluruh rangkaian vertebrae ini membentuk tiga buah lengkung
alamiah, yang menyerupai huruf 'S'.
Lengkung paling atas disebut juga segmen servikal (leher), kemudian diikuti segmen toraks (punggung tengah) dan
yang terbawah yaitu lumbar (punggung bawah). Lengkung lumbar bertugas untuk menopang berat seluruh tubuh dan
pergerakan. Postur tubuh yang baik akan melindungi kita dari cedera sewaktu melakukan gerakan karena beban
disebarkan merata keseluruh bagian tulang belakang. Postur tubuh yang baik akan diperoleh jika telinga, bahu dan
pinggul berada dalam satu garis lurus nke bawah.
Otot punggung ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini berfungsi
untuk menahan agar tulang belakang dan diskus tetap dalam posisi normal. Kelemahan pada salah satu otot akan
menambah ketegangan pada otot lain dan akhirnya menimbulkan masalah punggung.
Diskus adalah bantalan tulan rawan yang berfungsi sebagai penahan goncangan ini terdapat diantara vertebrae,
sehingga memungkinkan sendi-sendiuntuk bergerak secara halus. Tiap diskus memiliki bagiam tengah seperti bunga
karang (berongga kecil-kecil) dan bagian luar yang keras dan mengandung serat saraf untuk rasa nyeri. Juga terdapat
cairan yang mengalir kedalam dan keluar diskus. Cairan ini berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan
punggung bergerak bebas. Diskus yang sehat bersifat elastis, mudah kembali ke bentuk semula jika tertekan diantara
kedua vertebra.
Pada saat tidur, sangat sedikit cairan yang keluar dari diskus. Itulah sebabnya kita sering mengalami kekakuan otot
ketika baru bangun tidur. Gerakan mendadak yang dilakukan sewaktu baru bangun tidur dapat mengakibatkan cedera
punggung.
Banyak orang yang tidak menyadari kalau mereka sesungguhnya selalu 'mempekerjakan' punggungnya setiap kali
duduk, berdiri ataupun berbaring. Jadi punggung bekerja non stop selama 24 jam sehari. Buruknya postur tubuh,
kegemukan (obesitas) dan gerakan yang kurang benar selama bertahun-tahun, akan mengakibatkan kelainan pada otot
dan diskus, bahkan bisa berakibat nyeri punggung.
Ada bebrapa gangguan pada punggung antara lain:
- Stress. Punggung sangat sensitive terhadap ketegangan otot akibat stress sehari-hari. Dalam keadaan lemah dan
kaku, otot punggung mengalami spasme (kejang). Kondisi ini menyebabkan aliran darah yang mengangkut oksigen
menjadi terhambat, sehingga otot kekurangan oksigen. Akibatnya, penderita mengalami nyeri yang semakin parah jika
tidak segera ditangani dokter.
- Postur tubuh yang buruk. Postur tubuh yang kurang tepat menyebabkan lengkung tulang belakang tidak berada dalam
satu garis lurus sehingga mudah cedera dan menimbulkan kelainan premature pada diskus. Diskus yang rapuh tidak lagi
mampu menjadi bantalan vertebra. Kelainan akibat postur tubuh yang buruk yaitu tulang belakang terlalu melengkung ke
depan atau belakang.
- Kurang Olahraga. 80 % kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya kelenturan (tonus) otot atau kurang
berolahraga. Otot yang lemah, terutama pada daerah perut, tentu tidak mampu menyokong punggung secara maksimal.
- Cedera dan ketegangan otot. Gerakan memutar, membungkuk atau mengangkat beban berat yang tidak dilakukan
secara benar, akan mengakibatkan ketegangan pada otot atau cedera ligamen (jaringan elastis yang menjaga kestabilan
tulang). Hal yang sama juga dapat terjadi akibat gerakan secara mendadak dalam berolahraga, misalnya ketika berganti
arah.
- Osteoarthritis. Proses penuaan menyebabkan diskus keluar (menonjol) dari tempat semestinya dan menghasilkan
pertumbuhan tulangbaru seperti taji yang menimbulkan radang sendi disertai nyeri. Postur tubuh dan perawatan tulang
belakang yang baik biasanya dapat meredakannya.
Masalah punggung bawah Gangguan yang seringkali membuat penderita datang berobat adalah:
National Cardiovascular Center Harapan Kita
http://www.pjnhk.go.id Powered by Joomla! Generated: 27 November, 2008, 13:08
- Ketegangan pada otot dan ligamen (sindroma muskulo ligamentosa). Postur tubuh yang buruk, yang berlangsung
selama bertahun-tahun dapat menyebabkan otot dan ligamen punggung regang atau robek. Demikian juga dengan
cedera punggung yang lama dan tidak mdiobati. Gejala: Nyeri dan kaku pada punggung, gerak terbatas.
- Cedera pada sendi dan ligamen panggul (sindroma sakroiliaka). Gerakan berputar secara mendadak dapat
menyebabkan peregangan, keseleo atau robekan pada otot dan ligamen (jaringan yang menghubungkan antar tulang)
sendi panggul. Gejala: Nyeri tajam pada kedua sisi panggul sewaktu penderita berdiri..
- Cedera sendi (sindroma faset). Pergeseran ringan pada permukaan sendi dapat menyebabkan saraf disekitarnya
terjepit atau tertekan. Ligamen disekitar sendi menjadi kejang dan bengkak. Kondisi ini jika dibiarkan selama bertahuntahun
dapat meningkatkan risiko terjadinya cedera punggung. Gejala: Kaku dan nyeri sewaktu membungkuk atau
berputar.
- Gangguan keseimbangan otot dan pertumbuhan Perkembangan fisik yang abnormal atau tidak seimbang
menyebabkan salah satu tungkai lebih pendek atau lebih panjangsehingga menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri.
- Cedera Diskus (sindroma diskus) Diskus, yang seharusnya berfungsi sebagai bantalan vertebra, menonjol keluar
akibat adanya tekanan, mengalami penipisan (degenerasi) karena proses penuaan atau robek. Cedera diskus dapat
disebabkan karena gerakan yang dilakukan secara mendadak. Gejala: Nyeri punggung yang berat dan menetap ketika
penderita dalam posisi terlalu membungkuk. Juga disertai nyeri tungkai.
- Skoliosis Tulang belakang membelok ke kanan atau kiri - seringkali terjadi pada remaja wanita - di mana keadaan ini
akan menyebabkan radang sendi punggung yang nyeri. Gejala: Bahu terangkat, tulang belikat menonjol.
Cara mengatasi nyeri punggung:
- Jauhi stress, belajarlah bersikap rileks dan sejenak menjauhi rutinitas.
- Mempelajari cara mengangkat beban, berdiri, duduk dan berbaring dengan benar.
- Olahraga teratur, bermanfaat untuk meningkatkan kelenturan otot-otot dan sendi punggung.
- Jalani gaya hidup sehat, dengan belajar mengatasi stress dan menjaga berat badan seimbang.
(keluargasehat.com/idionline/eramuslim)


Istilah Chiropractic
Chiropractic ditemukan pada tahun 1895. Dan dengan berdasarkan ilmu pengetahuan yang membuktikan bahwa sistem saraf mengontrol fungsi setiap sel tubuh, organ dan sistem tubuh, maka chiropractor memusatkan perhatian kepada sistem saraf secara menyeluruh. Otak dan saraf tulang belakang (spinal cord) dilindungi oleh tengkorak dan tulang belakang. Sehingga kalau pergerakan salah satu dari sendi tulang belakang berkurang maka akan mengiritasi sistem saraf, iritasi ini akan menyebabkan penurunan suplai neuron ke jaringan dan organ. Hal ini mengakibatkan fungsi jaringan dan organ yang tidak optimal. Dengan contoh otot yang berkembang tidak simetri, otot yang cepat lelah (fatigue). "Penurunan fungsi saraf" ini dinamakan: "Vertebra Subluxation Complex" (Subluksasi adalah dimana sendi tulang yang tidak bergerak dengan normal).

Bagaimana kita tahu bahwa sendi tubuh berkurang pergerakannya?
- Postur tubuh yang asimetri, seperti pundak atau pinggang yang tidak sama tingginya.
- Leher yang kaku/tegang.
- Rasa sakit atau rasa kaku pada tubuh.
- Sakit pada posisi tertentu atau pada waktu melakukan gerakan tertentu.
- Sakit pada pagi hari atau terasa sakit walaupun sudah beristirahat cukup lama.

Adjustment (Koreksi) Chiropractic
Dokter chiropractic melakukan pemeriksaan yang seksama untuk mengetahui fungsi sendi/pergerakan, fungsi otot & saraf. Jika dari pemeriksaan menunjukkan adanya subluksasi (sendi yang bergerak tidak normal) maka perlu diadakan koreksi chiropractic.

"Koreksi" adalah membantu tulang dan sendi ke posisi normal, menormalkan gerakan dan menghilangkan iritasi yang kadang menyebabkan sakit dan malfungsi dari organ bila didiamkan terlalu lama.
Ada banyak cara untuk mengadakan "koreksi" tulang belakang. Dokter chiropractic menggunakan tangan atau alat yang didesain khusus untuk mengkoreksi sendi yang bersangkutan. Dokter chiropractic juga menyesuaikan teknik yang digunakannya dengan usia pasien serta tergantung kasus yang ditanganinya. Koreksi membantu menormalkan fungsi tulang belakang dan menghindari kerusakan jaringan di kemudian hari. Dan jika fungsi saraf kembali normal, ini akan membantu tubuh untuk menyembuhkan dengan sendirinya (self healing).

Yang menyebabkan subluksasi
- Posisi tidur, duduk atau berdiri yang tidak benar.
- Proses kelahiran.
- Trauma/kecelakaan.
- Mengangkat barang dengan posisi yang tidak benar.
- Olahraga yang tidak sesuai.

Subluksasi tidak selalu menyebabkan rasa sakit pada mulanya, dan biasanya orang tidak menyadarinya dan tidak perduli dengannya. Tetapi subluksasi itu akan menimbulkan kerusakan tubuh yang lebih besar dan pada saat itulah baru orang tersebut merasa sakit.

Dari penelitian diketahui bahwa tubuh punya cara untuk menyembuhkan secara natural (sendirinya). Dengan mengkoreksi sistem tubuh yang tidak benar (dalam hal ini sendi dan saraf) maka akan memungkinkan tubuh bekerja secara optimal.

Kapan seharusnya ke dokter chiropractic?
Apabila anda mengalami :
- Sakit kepala terutama di sekitar tengkuk dan dahi.
- Sakit pinggang, baik yang menjalar sampai ke kaki atau tidak.
- Sakit di tubuh anda yang tidak ada diagnosanya.
- Kesemutan dan baal (hilang rasa) yang berlangsung lama dan terus menerus.
- Nyeri di sekitar bahu dan bahu bagian belakang.
- Migrain (sakit kepala sebelah).
- Masalah di persendian tulang punggung.
- Nyeri di lengan dan kaki.
- Sciatica (nyeri/kaku di daerah pantat).
- Perut kembung dan sembelit pada anak-anak.
- Kerusakan pada persendian.
- Problem mengompol pada anak-anak.
- Lutut sakit.
- Pencegahan epilepsi pada bayi yang dilahirkan dengan bantuan alat vacuum.

Ini menandakan adanya gangguan fungsi saraf perasa. Dan masih banyak masalah kesehatan yang lain yang bisa dibantu dengan koreksi chiropractic ini.

Juga dianjurkan untuk memeriksakan tulang belakang anda untuk di check-up (spinal check-up) untuk menghindari dari kerusakan pada tulang dan sendi anda. Banyak masalah tulang belakang yang menyebabkan perubahan bentuk tubuh atau sikap tubuh kita. Cobalah check tubuh / postur anda satu sama lain, bila anda menemukan atau tidak yakin dengan postur anda, usahakan untuk diperiksa secara teliti oleh dokter chiropractic yang berkualitas.

http://www.citylifechiropractic.com/chiropractic.htm

spondylolisthesis
o View
o clicks
Posted September 16th, 2008 by viviroy
o Kedokteran
BAB I
PENDAHULUAN
Spondylolisthesis merupakan subluksasi tulang belakang yang sering dijumpai pada individu muda. Ketika subluksasi terjadi secara terpisah karena degenerasi diskus intervertebralis dan arthritis permukaan sendi pada populasi geriatri (spondylolisthesis degeneratif), pada orang tua dan dewasa muda, umumnya berasal dari defek tulang pada arkus laminar (spondilolisis pars interartikularis) pada satu atau lebih vertebra. Keadaan ini lebih sering terjadi pada tulang vertebra spinalis bawah (85% pada L5-S1; 11,3% pada L4-L5; dan 4 % pada semua vertebra lumbalis bagian lainnya), jarang dijumpai pada segmen vertebra yang lain. 1,2
Defek pada tulang umumnya terjadi pada masa kanak-kanak lanjut. Biasanya akibat stres fraktur yang terjadi akibat tekanan berlebihan pada arkus laminar vertebra. Tekanan yang berlebihan tersebut umumnya akibat posisi berdiri keatas ( tidak dijumpai pada anak-anak yang tidak bisa berjalan) atau aktivitas atletik yang menggunakan penyangga punggung (misalnya senam, sepakbola, dan lain sebagainya).1,2,3
Jika celah/keretakan tersebut diketahui segera setelah terjadi, jika tulang belakang/vertebra berada dalam keadaan immobile, celah/keretakan tersebut dapat mengalami perbaikan dalam beberapa bulan. Jika diagnosis tertunda, pinggir celah/bagian yang retak tersebut tidak akan membaik dengan immobilisasi jika terdapatnya resorpsi pinggir celah. Bilamana defek pars interartikularis terjadi karena fraktur akut akibat trauma hebat (kecelakaan lalu lintas, atau cedera/trauma hebat lainnya), angka kejadiannya sangat jarang dan biasanya kurang dari 1% dari kasus spondylolisthesis yang terjadi. 1,2
Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Karena gejala yang diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering ditandai dengan nyeri pada bagian belakang (low back pain), nyeri pada paha dan tungkai. Sering penderita mengalami perasaan tidak nyaman dalam bentuk spasme otot, kelemahan, dan ketegangan otot betis (hamstring muscle). Meskipun demikian, banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat predisposisi kongenital dalam terjadinya spondilolisthesis dengan prevalensi sekitar 69% pada anggota keluarga yang terkena. Lebih lanjut, kelainan ini juga berhubungan dengan meningkatnya insidensi spina bifida sacralis.
Banyak penelitian mengindikasikan bahwa pada splastic spine, stress traumatic berulang pada pars interarticularis akan dapat mengakibatkan kegagalan struktural. Vertebra L4 dan L5 paling penting pada tulang belakang lumbosacral merupakan bagian yang paling sering terkena, penanganan dengan memberikan stabilisasi dan mencegah pergerekan yang tidak dibutuhkan merupakan kunci utama dalam penatalaksanaan kelainan tersebut. 5
BAB II
ISI
II.1 DEFINISI
Dalam istilah yang sederhana, spondylolisthesis menggambarkan suatu pergeseran vertebra atau pergeseran kolumna vertebralis yang berhubungan dengan vertebra di bawahnya. Pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1782 oleh ahli obstetric Belgia, Dr. Herbinaux. Dia melaporkan terdapatnya penonjolan bagian anterior tulang sakrum yang menyebabkan hambatan jalan lahir pada sebagian kecil pasien. Istilah “spondylolisthesis” pertama sekali diterima pada tahun 1854, berasal dari bahasa yunani “spondylo” untuk vertebra dan “listhesis” untuk pergeseran. Pergeseran tersebut sering terjadi pada tulang vertebra lumbal.2,3,5,10
8
Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi. Spondylolisthesis pada cervical sangat jarang terjadi. Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk: kongenital atau displastik, isthmus, degeneratif, traumatik, dan patologis.
Banyak kasus dapat diterapi secara konservatif. Meskipun demikian, pada individu dengan radikulopati, klaudikasio neurogenik, abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak berhasil dengan penanganan non-operatif, dan terdapatnya pergeseran yang progresif, pembedahan dianjurkan. Tujuan pembedahan adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan menekan elemen saraf jika dibutuhkan.2
II.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi spondylolisthesis sekitar 5% pada umur 5-7 tahun dan meningkat sampai 6-7% pada umur 18 tahun. Prevalensi antara pria dan wanita adalah 2:1. Prevalensi spondylolisthesis lebih banyak pada orang berkulit putih dibandingkan dengan orang yang berkulit hitam. Prevalensi pada pria berkulit putih sekitar 6,4%, pria berkulit hitam 2,8%, wanita berkulit putih 2,3%, dan wanita berkulit hitam sekitar 1,1%. 1,10
II.3 ETIOLOGI
Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2. Postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut.2
II.4 KLASIFIKASI2,5
Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis (Wiltse et al, 1976):
A. Tipe I
Tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik dan terjadi sekunder akibat kelainan kongenital pada permukaan sakral superior dan permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.
B. Tipe II
Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus atau pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang bermakna pada individu dibawah 50 tahun.
Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondylolisthesis.
Left, The pars interarticularis is found in the posteior portion of the vertebra. Center, Spondylolisis occurs when there is a fracture of the pars portion of the vertebra. Right,Spondylolisthesis occurs when the vertebra shifts forward due to instability from the pars defect.
(Courtesy of John Killian, MD, Birmingham, AL) 6
Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:
• Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress spondilolisthesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro fraktiur rekuren yang disebabkan oleh hipereksetensi. Juga disebut dengan stress fracture pars interarticularis dan paling sering terjadi pada pria.
• Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars interartikularis masih tetap intak akan tetapi meregang dimana fraktur mengisinya dengan tulang baru.
• Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotop diperlukan dalam menegakkan diagnosis kelainan ini.
C. Tipe III
Tipe III merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi sebagai akibat degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang. Tipe spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III, spondylolisthesis degeneratif tidak terdapatnya defek dan pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.
D. Tipe IV
Tipe IV disebut dengan spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut pada elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet) dibandingkan dengan fraktur pada bagian pars interartikularis.
E. Tipe V
Tipe V disebut dengan spondylolisthesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder akibat proses penyakit seperti penyakit Pagets, Giant Cell Tumor, dan tumor atau penyakit tulang lainnya.
II.5 PATOFISIOLOGI
Sekitar 5-6% pria dan 2-3% wanita mengalami spondylolisthesis. Pertama sekali tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktivitas fisik yang berat seperti angkat besi, senam dan sepak bola. Pria lebih sering menunjukkan gejala dibandingkan dengan wanita, terutama diakibatkan oleh tingginya aktivitas fisik pada pria.
Meskipun beberapa anak-anak dibawah usia 5 tahun dapat mengalami spondylolisthesis, sangat jarang anak-anak tersebut didiagnosis dengan spondylolisthesis. Spondylolisthesis sering terjadi pada anak usia 7-10 tahun. Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sepanjang aktivitas sehari-hari mengakibatkan spondylolisthesis sering dijumpai pada remaja dan dewasa.2,7
Spondylolisthesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana masing-masing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe displastik, isthmik, degeneratif, traumatik, dan patologik. Spondylolisthesis displatik merupakan kelainan kongenital yang terjadi karena malformasi lumbosacral joints dengan permukaan persendian yang kecil dan inkompeten.
Spondylolisthesis displastik sangat jarang, akan tetapi cenderung berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.2,3,5
Spondylolisthesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada sacrum bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95% kasus berhubungan dengan spina bifida occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada foramen S1, meskipun pergeserannya (slip) minimal. Spondylolisthesis isthmic merupakan bentuk spondylolisthesis yang paling sering. Spondylolisthesis isthmic (juga disebut dengan spondylolisthesis spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka prevalensi 5-7%. Fredericson dkk menunjukkan bahwa defek sponsilolistesis biasanya didapatkan pada usia 6 dan 16 tahun, dan pergeseran tersebut sering terjadi lebih cepat. Ketika pergeseran terjadi, jarang berkembang progresif, meskipun suatu penelitian tidak mendapatkan hubungan antara progresifitas pergeseran dengan terjadinya gangguan diskus intervertebralis pada usia pertengahan.
Telah dianggap bahwa kebanyakan spondylolisthesis isthmik tidak bergejala, akan tetapi insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. Suatu studi/penelitian jangka panjang yang dilakukan oleh Fredericson dkk yang mempelajari 22 pasien dengan mempelajari perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia pertengahan, mendapatkan bahwa banyak diantara pasien tersebut mengalami nyeri punggung, akan tetapi kebanyakan diantaranya tidak mengalami/tanpa spondylolisthesis isthmik.
Satu pasien menjalani operasi spinal fusion pada tingkat vertebra yang mengalami pergeseran, akan tetapi penelitian tersebut tidak menunjukkan apakah pergeseran isthmus merupakan indikasi pembedahan. Secara kasar 90% pergeseran ishmus merupakan pergeseran tingkat rendah (low grade/kurang dari 50% yang mengalami pergeseran) dan sekitar 10% bersifat high grade ( lebih dari 50% yang mengalami pergeseran).2,5
Sistem pembagian/grading untuk spondylolisthesis yang umum dipakai adalah sistem grading Myerding (1932) untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori tersebut didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya pada foto x ray lateral.
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total:
- Grade 1 adalah 0-25%
- Grade 2 adalah 26-50%
- Grade 3 adalah 51-75%
- Grade 4 adalah 76-100%
- Grade 5 adalah lebih dari 100% 1,4
Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan spondilolisis menjadi spondylolisthesis. Tekanan/kekuatan gravitasional dan postural akan menyebabkan tekanan yang besar pada pars interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan penting dalam perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan pars inerartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis. Faktor genetik juga berperan penting. Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit diskus degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya tertekan akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau permukaan sendi.1,2,3 Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang terkena/mengalami fraktur akan tetapi tidak pada bagian pars interartikularis, sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil. Spondylolisthesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor, dan metastasis tumor. 1,2
II.6 GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya berupa nyeri punggung yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong, terutama selama aktivitas tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran (slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental yang terjadi. Pada spondylolisthesis cervical mempunyai gejala seperti neck pain dengan atau tanpa nyeri pada lengan, dysphagia, brachialgia, flexi lateral leher terbatas dan nyeri.
Tanda neurologis berhubungan dengan derajat pergeseran dan mengenai sistem sensoris, motorik dan perubahan refleks akibat dari pergeseran serabut saraf (biasanya S1). Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa:
- Terbatasnya pergerakan tulang belakang.
- Kekakuan otot hamstring
- Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
- Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal.
- Hiperkifosis lumbosacral junction.
- Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
- Kesulitan berjalan.2
Gambaran klinis Isthmic spondylolisthesis, antara lain:
- Kebanyakan penderita spondylolisthesis tidak merasakan gejala apapun.
- Sering terjadi pada remaja dalam masa pertumbuhan.
- Beberapa laporan mengatakan terjadi nyeri punggung saat beraktivitas (onset akut) dan yang lainnya tidak tampak gejalanya.
- Rasa nyeri dapat menjalar ke bokong/paha. Nyeri tersebut lebih sering terjadi pada spondylolisthesis dengan grade yang tinggi. Pada kebanyakan kasus jarang dijumpai deficit neurologic pada spondylolisthesis grade rendah. Nyeri radikular dapat dijumpai pada spondylolisthesis grade tinggi. Biasanya berhubungan dengan nyeri yang menyebar di bawah lutut berupa rasa baal dan tingling sesuai dengan distribusi dermatom yang tampak sebagai gejala radikulopati karena stenosis foramen vertebralis yang terjadi akibat spondylolisthesis dan herniasi diskus. Karena lisis yang terjadi terbentuk fibrokartilago yang menyebabkan terjepitnya serabut saraf.
- Spondylolisthesis grade tinggi menimbulkan klaudikasio neurogenik atau gejala akibat terjepitnya kauda equina.
- Rasa nyeri diprovokasi oleh aktivitas seperti aktivitas yang mengakibatkan ekstensi tulang belakang.
- Pasien spondylolisthesis akut sebaiknya tidak melakukan aktivitas yangmemberikan tekanan berlebihan pada tulang belakang (seperti berlari, melompat). Posisi duduk dapat mentoleransi rasa nyeri tersebut.
Gambaran klinis spondylolisthesis degeneratif, antara lain:
- Permulaan rasa nyeri kadang-kadang tidak menonjol. Lokasi nyeri sering terasa pada tulang belakang bagian bawah dan paha bagian belakang.
- Klaudikasio neurogenik mungkin timbul bersama gejala pada extremitas bawah dan bertambah buruk bila beraktivitas dan berkurang bila beristirahat.
- Gejala bersifat kronik dan progesif. Walaupun pada beberapa pasien mengalami periode remisi.
Gambaran klinis spondylolisthesis displastik yaitu gejala timbul seperti isthmic spondylolisthesis tetapi gejala neurologic lebih nyata.
Gambaran klinis spondylolisthesis traumatic yaitu pasien dengan nyeri akut berhubungan dengan trauma. Bila pergeseran cukup berat dapat mnyebabkan penekanan pada cauda equine. Mungkin akan terjadi gejala klasik seperti gangguan kandung kemih dan gangguan pencernaan, gejala radikular dan klaudikasio neurogenik.
Gambaran klinis spondylolisthesis patologik mempunyai gejala yang mungkin tidak tampak dan berhubungan dengan nyeri radikular dan klaudikasio neurogenik.
II.7 DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis.
a. Gambaran klinis
Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Umumnya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Bila melakukan aktivitas maka nyeri makin bertambah hebat dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakit atau kondisi lainnya.1,2,9,10
b. Pemeriksaan fisik1
Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat ringan. Dengan subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya spasme otot. Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya pergeseran/keretakan, kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat dimana lesi mulai timbul.
Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas meja pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika palpasi dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang belakang. Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai.
Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal position). Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. Fleksi tulang belakang seperti itu membuat massa otot paraspinal lebih tipis pada posisi tersebut.
Pada beberapa pasien, palpasi pada defek tersebut kadang-kadang sulit atau tidak mungkin dilakukan. Pemeriksaan neurologis terhadap pasien dengan spondylolisthesis biasanya negatif. Fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien dengan sindrom cauda equina yang berhubungan dengan lesi derajat tinggi.
c.Pemeriksaan Radiologi1 Radio Pemeriksaan radiologis1
Foto polos vertebra lumbal merupakan modalitas pemeriksaan awal dalam diagnosis spondilosis atau spondylolisthesis. X ray pada pasien dengan spondylolisthesis harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri.
Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian lumbosakral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri. Pada beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti Bone scan atau CT scan dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan defek pada pars interartikularis sangat mudah terlihat dengan CT scan.1,5,7
Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress/tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitif akan terjadi. CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik, akan tetapi MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak (diskus, kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos. Xylography umumnya dilakukan pada pasien dengan spondylolisthesis derajat tinggi. 1,7
II.8 PENATALAKSANAAN
Jika seorang dokter menemukan pasien dengan nyeri akibat spondylolithesis maka pertama kali yang dilakukan terapi nonsurgical. Terapi nonsurgical antara lain dengan tirah baring, obat antiinflamasi untuk mengurangi edema, analgesik untuk mengontrol nyeri, dan therapy physical serta olahraga untuk melatih kekuatan dan flexibilitas sehingga dapat beraktivitas seperti kondisi sebelumnya. Sering dokter menggunakan satu pengobatan atau kombinasi beberapa jenis pengobatan dalam rencana terapi pada pasien, dengan pemberian analgetik untuk mengontrol nyeri. Hal tersebut bervariasi dari pemberian ibuprofen hingga acetaminofen, akan tetapi pada beberapa kasus berat, NSAIDs digunakan untuk mengurangi pembengkakan dan inflamasi yang dapat terjadi. Jadi terapi untuk spondylolisthesis tingkat rendah masih bersifat konservatif, dengan istirahat/immobilisasi pasien dan pemberian anti-inflamasi secara bersamaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, intervensi bedah mungkin dibutuhkan.2,8
A. Terapi konservatif
Terapi konservatif ditujukan untuk mengurangi gejala dan juga termasuk:
- Modifikasi aktivitas, bedrest selama eksaserbasi akut berat.
- Analgetik (misalnya NSAIDs).
- Latihan dan terapi penguatan dan peregangan.
- Bracing
Angka keberhasilan terapi non-operatif sangat besar, terutama pada pasien muda. Pada pasien yang lebih tua dengan pergeseran ringan (low grade slip) yang diakibatkan oleh degenerasi diskus, traksi dapat digunakan dengan beberapa tingkat keberhasilan.2 Salah satu tantangan adalah dalam terapi pasien dengan nyeri punggung hebat dan menunjukkan gambaran radiografi abnormal. Pasien tersebut mungkin memiliki penyakit degeneratif pada diskus atau bahkan pergeseran ringan (low grade slip, <25%), dan biasanya nyeri yang terjadi tidak sesuai dengan pemeriksaan fisik dan gambaran radiografi. Nyeri punggung merupakan masalah kesehatan utama dan penyebab disabilitas yang paling sering. Adalah sangat penting untuk mempertimbangkan faktor tingkah laku dan psikososial yang berperan terhadap timbulnya disabilitas tersebut.2,3
Pasien dengan spondylolisthesis simptomatis pada awalnya diberi perawatan konservatif yaitu modifikasi aktivitas, intervensi farmakologis dan konsultasi terapi fisik. NSAID yang dikombinasikan dengan acetaminophen dapat dicoba pada awal terapi. Jika terdapat keparahan komponen tungkai maka terapi singkat dengan steroid oral seperti Prednison atau Metilprednisolon dapat dipertimbangkan. Terapi fisik dapat mengevaluasi dan mengetahui postural dan gerakan kompensasi abnormal seperti hiperlordosis dengan mengkonsentrasikan pada penguatan abdominal, fleksor panggul dan kekakuan paraspinal lumbal.
Sebagian besar pasien mengalami kekakuan hamstring kronis. Terapi fisik seperti terapi thermal, stimulasi elektrik dan traksi lumbal dapat membantu dengan spasme otot reaktif tetapi secara tipikal pada durasi terapi yang pendek ketika dilakukan selama isolasi dan seharusnya digabungkan dengan latihan terapetik.
Injeksi steroid epidural, baik interlaminar atau transforaminal dilakukan dengan panduan fluoroskopik dapat membantu pada nyeri tungkai yang parah. Orthotik lumbosakral mungkin menguntungkan untuk sebagian pasien tetapi dilakukan secara temporer untuk mencegah atrofi otot spinal dan kehilangan proprioseptif.5
B. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang sangat simptomatis (nyeri) yang tidak berespon dengan perawatan non-bedah dan dimana gejalanya menyebabkan suatu disabilitas. Rasa nyeri tersebut dapat disebabkan oleh saraf yang terjepit, pergerakan tak stabil dari vertebra yang retak. Jika gejala dapat secara langsung diketahui akibat dari defek pada pars interartikularis, dan kemudian diperbaiki secara pembedahan terhadap defek tersebut, melalui beberapa prosedur pembedahan, akan dapat mengurangi nyeri yang disebabkan oleh defek tersebut. Tujuan terapi adalah untuk dekompresi elemen neural dan immobilisasi segmen yang tidak stabil atau segmen kolumna vertebralis. Umumnya dilakukan dengan eliminasi pergerakan sepanjang permukaan sendi (facets joints) dan diskus intervertebralis melalui arthrodesis (fusi).2,8
Jika terjadinya subluksasi ringan dan degenerasi diskus yang dapat diidentifikasi dengan MRI, fusi spinal , biasanya bersamaan dengan instrumentasi spinal merupakan pilihan terapi. Karena pilihan terapi terbaik untuk beberapa pasien bervariasi diantara beberapa ahli bedah berpengalaman, konsultasi dengan ahli bedah tersebut merupakan pendekatan terbaik bagi pasien yang simptomatis, sebagai second opinion.5
Pada pasien dengan spondylolisthesis derajat tinggi (high grade spondilolysthesis) dengan gejala yang menetap dan dengan deformitas spinal/vertebra berat, intervensi pembedahan dengan berbagai pendekatan mungkin dibutuhkan. Hal tersebut termasuk spinal instrumentation dan fusi. Usaha untuk meningkatkan alignment spinal/kesejajaran vertebra didasarkan pada beratnya deformitas spinal pada pasien tersebut dan risiko yang terjadi akibat penggunan pendekatan pembedahan tersebut.2
Indikasi fusi spinal berbeda antara populasi pediatrik dan populasi dewasa. Pada pasien yang lebih muda, faktor dibawah ini diketahui berhubungan dengan meningkatnya progresifitas pergeseran vertebra (slip progression):
- Usia muda (< 15 tahun).
- Listesis grade tinggi (high grade listhesis>30%).
- Jenis kelamin perempuan.
- Tipe displastik.
- Hipermobilitas lumbosacral.
- Ligamentous laxity.2
Meskipun demikian banyak pasien muda diterapi dengan immobilisasi atau modifikasi aktivitas saja, dengan angka keberhasilan yang signifikan. Dengan tidak adanya tingkat pergeseran yang berat (high grade slip), gejala yang ringan, fusi biasanya tidak diindikasikan pada populasi tersebut.
Sebelum operasi dipertimbangkan pada pasien dewasa dengan spondylolisthesis degeneratif, tanda neurologis minimal, atau hanya nyeri punggung mekanik (mechanical back pain), terapi konservatif harus diberikan pertama sekali, dan pertimbangan faktor psikososial dan sosial harus dipertimbangkan.
Indikasi intervensi bedah (fusi) pada pasien dewasa adalah:
- Tanda neurologis radikulopati (yang tidak berespon dengan terapi konsrvatif),
- Klaudikasio neurogenik.
- Pergeseran berat (high grade slip>50%)
- Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas listesis, dan kurang berespon dengan terapi konservatif.
- Spondylolisthesis traumatik.
- Spondylolisthesis iatrogenik.
- Listesis tipe III (degeneratif) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat.
- Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan(gait abnormality).2
A. Fusi
Terdapat berbagai metode untuk mendapatkan fusi intersegmental pada tulang lumbosacral. Berbagai metode tersebut antara lain:
- Posterolateral (intratransversus): umumnya arthrodesis bersamaan dengan penggunaan autograft crista iliaka atau dengan allograft. Instrumentasi spinal segmental membuat fiksasi kaku pada segmen fusi dan kemungkinan dilakukannya reduksi segmen dengan listesis tersebut.
- Lumbar interbody fusion: hal tersebut dapat meningkatkan stabilitas segmen spinal/vertebra dengan ,menempatkan/meletakkan bone graft untuk kompresi kolumna anterior dan media dan meningkatkan permukaan fusi tulang secara keseluruhan.
- Memperbaiki pars interartikularis: umumnya dengan menggunakan teknik Scott Wiring technique atau modifikasi Van Darm.2
B. Fiksasi
Meskipun pemakaian/penggunaan instrumentasi spinal pada pasien dengan skeletal immature dipertimbangkan sebagai pilihan terapi bagi beberapa pasien dengan spondylolisthesis isthmic, banyak ahli bedah vertebra/spinal yakin bahwa fiksasi kaku tersebut dibutuhkan untuk mendapatkan fusi solid yang valid. Untuk spondylolisthesis degeneratif, fiksasi menunjukkan angka arthrodesis solid yang tinggi.2,5
C. Dekompresi
Biasanya digunakan pada spondylolisthesis traumatik atau degeneratif, dekompresi elemen neural baik sentral maupun perifer, diatas serabut saraf diindikasikan. Dekompresi optimal biasanya didapatkan melalui laminectomy posterior atau facetectomy total dengan dekompresi radikal serabut saraf(misalnya Gill prosedure).2,5
D. Reduksi
Beberapa ahli bedah berupaya mengurangi spondylolisthesis untuk meningkatkan alignment (kesejajaran) sagital dan memperbaiki biomekanik vertebra/spinal. Hal tersebut memiliki manfaat dalam memperbaiki posisi saat berdiri dan mengurangi tekanan/kekakuan pada massa fusi posterior sehingga mengurangi insidensi nonunion dan progresifitas spondylolisthesis.2,5
II.9 DIAGNOSA BANDING
1. Spondylolisis
2. Hernia Nukleus Pulposus
3. Infeksi diskogenik (diskitis, osteomielitis)
4. Neoplasma (osteoma osteoid, kista aneurisma, kondroblastoma)
II.10 PROGNOSIS
Secara umum pasien dengan isthmic spondylolisthesis grade I dan II mempunyai prognosa yang cukup baik dengan terapi konservatif. Pasien dapat kembali beraktivitas tanpa ada gejala spondylolisthesis. Latihan fisik diperlukan untuk penderita spondylolisthesis. Pada pasien spondylolisthesis tanpa defisit neurologik dan dengan garde rendah dengan diberikan terapi konservatif memberikan hasil yang memuaskan. Terapi konservatif pada kasus spondylolisthesis ringan keberhasilan mencapai 80%. Terapi pembedahan pada pasien spondylolisthesis dengan nyeri hebat memberikan angka keberhasilan 85-90%.
Isthmic spondylolisthesis grade III atau lebih mempunyai prognosis bervariasi dan kadang-kadang disertai dengan nyeri yang persisten pada tulang belakang. Terapi pembedahan memberikan perbaikan pada gejala claudicatio dan radikular. Nyeri diskogenik menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan persisten pada lumbal bagian bawah. Pasien spondylolisthesis degenerative merasakan nyeri bertambah hebat dan menetap yang berasal dari facet joint. Terapi pembedahan dengan dekompresi memberikan hasil yang memuaskan untuk mengurangi gejala dari extremitas bagian bawah.
BAB III
RINGKASAN
Spondylolisthesis menggambarkan suatu pergeseran vertebra atau pergeseran kolumna vertebralis yang berhubungan dengan vertebra di bawahnya. Istilah“spondylolisthesis” berasal dari bahasa yunani “spondylo” untuk vertebra dan “listhesis” untuk pergeseran. Pergeseran tersebut sering terjadi pada tulang vertebra spinalis bawah (85% pada L5-S1; 11,3% pada L4-L5; dan 4 % pada semua vertebra lumbalis bagian lainnya). Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Prevalensi antara pria dan wanita adalah 2:1.
Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Faktor predisposisinya antara lain gravitasi, tekanan rotasional dan stress fraktur /tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh. Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis, yaitu :
A. Tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik
B. Tipe II disebut dengan isthmic atau spondilolitik
Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:
• Tipe IIA disebut dengan lytic atau stress spondilolisthesis
• Tipe IIB terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis.
• Tipe IIC disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars interartikularis.
C. Tipe III disebut dengan spondylolisthesis degenerative
D. Tipe IV disebut dengan spondylolisthesis traumatic
E. Tipe V disebut dengan spondylolisthesis patologic
Sistem pembagian/grading untuk spondylolisthesis menurut Meyerding (1932) untuk menilai beratnya pergeseran, yaitu:
- Grade 1 adalah 0-25%
- Grade 2 adalah 25-50%
- Grade 3 adalah 50-75%
- Grade 4 adalah 75-100%
- Spondiloptosis- lebih dari 100%
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis, yaitu :
a. Gambaran klinis
Gambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe pergeseran dan usia pasien. Spondylolisthesis mungkin tidak memberi gejala apapun selama beberapa tahun setelah pergeseran vertebra terjadi. Gejalanya antara lain nyeri pada bokong dan tulang belakang, mati rasa, nyeri, kekakuan atau kelemahan otot pada kaki (sciatica).
b. Pemeriksaan fisik
Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasinya ringan. Dengan subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya spasme otot. Untuk menentukan lokasi defek dilakukan pemeriksaan dalam posisi prone dan fetal position.
c. Pemeriksaan radiologis dengan X ray, CT scan, dan Bone scan (SPECT scan ) yang membantu dalam mengidentifikasi defek pada pars interartikularis.
Terapi nonsurgical antara lain dengan tirah baring, obat antiinflamasi untuk mengurangi edema, analgesik untuk mengontrol nyeri, dan therapy physical serta olahraga untuk melatih kekuatan dan flexibilitas sehingga dapat beraktivitas seperti kondisi sebelumnya.
Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang sangat simptomatis (nyeri) yang tidak berespon dengan perawatan non-bedah. Terapi pembedahan dapat dilakukan dengan fusi, fiksasi, dekompresi, dan reduksi.
Secara umum pasien dengan isthmic spondylolisthesis grade I dan II mempunyai prognosa yang cukup baik dengan terapi konservatif. Pasien dapat kembali beraktivitas tanpa ada gejala spondylolisthesis. Isthmic spondylolisthesis grade III atau lebih mempunyai prognosis bervariasi dan kadang-kadang disertai dengan nyeri yang persisten pada tulang belakang. Terapi pembedahan memberikan perbaikan pada gejala claudicatio dan radikular.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam E Perrin. Lumbosacral Spondylolisthesis. Dalam: http://www.emedicine.com/orthoped/topic560.htm. 31 Oktober 2006. Diakses tanggal 31 Mei 2008.
2. Amir Vokshoor. Spondylolisthesis, Spondylolysis, Spondylosis. Dalam: http://www.emedicine.com/Orthopedicsurgery/spine.htm. 1 Februari 2008. Diakses tanggal 31 Mei 2008.
3. Anne Asher. Spondylolisthesis. Dalam: http://backandneck.about.com/od/conditions/p/spondylolisthes.htm. Diakses tanggal 30 Mei 2008.
4. Beth B. Froose. Lumbar Spondylolysis and Spondylolisthesis Dalam: http://www.emedicine.com/pmr/TOPIC69.htm, 15 Maret 2006. Diakses tanggal 31 Mei 2008.
5. http://en.wikipedia.org/wiki/Spondylolisthesis. Spondylolisthesis. Diakses tanggal 30 Mei 2008.
6. http://orthopedics.about.com/od/spondylosis/a/spondy.htm. Spondylolysis and Spondylolisthesis. Diakses 31 Mei 2008.
7. North American Spine Society Public Education Series. Adultisthmic Spondylolistheis. Dalam: www.spine.org/Documents/spondy_2006.pdf. Diakses tanggal 30 Mei 2008.
8. North American Spine Society. Spondylolysis and SpondylolisthesisDalam: http://www.spine.org/Pages/ConsumerHealth/SpineConditionsAndTreatments/C.... Diakses tanggal 31 Mei 2008.
9. Sidharta, Priguna. Sakit Pinggang. Dalam: Neurologi klinis Dalam Praktek Umum, cetakan ke-5, PT Dian Rakyat, Jakarta, 2004, hal 202-33.
10. Zubin Irani. Spondylolisthesis. Dalam: http://www.emedicine.com/RADIO/topic651.htm. Diakses tanggal 30 Mei 2008.
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/spondylolisthesis

No comments:

Post a Comment

Popular Posts