K/P/G pada Otak
1. Stroke/CVA
2. Cerebral palsy
3. Head injury
4. Parkinson & kelainan ekstra piramidalis
5. Tumor intra cranial
K/P/G pada Medulla spinalis
1. Trauma/cedera
2. Penyakit pada medulla spinalis (Multiple sclerosis, ALS)
3. Tumor & Gangguan vaskuler pada medulla spinalis
Dengan manifestasi yaitu paraplegia, tetraplegia
Pemeriksaan Khusus
Tes spesifik sesuai dengan kondisi/kelainan yang mengacu pada diagnosis medis
1. Kelainan pada Otak (head injury, stroke dll)
a. Pemeriksaan sensorik: rasa sikap & gerak (proprioceptive), sentuh (somatosensorik)
b. Spastisitas (skala asworth)
c. Gerak voluntair / gerak aktif (pola sinergis)
d. Posture
e. Koordinasi (finger to nose; heel to shin)
f. Keseimbangan (CTSIB, TUG, Functional reach, Step test, Berg)
g. Antropometri
h. Tes fungsional dasar dan aktivitas
i. Tes aktivitas fungsional (FIM, Barthel, Katz)
j. Pemeriksaan kognitif dan fungsi luhur (MMSE)
k. MMAS
l. Gait analysis
m. Home evaluation
2. Kelainan pada medulla spinalis
a. Pemeriksaan sensorik
b. Pemeriksaan fungsi otonom
c. Pemeriksaan reflek
d. Pemeriksaan tonus & spastisitas
e. Pemeriksaan gerak voluntair
f. Koordinasi dan keseimbangan
g. LGS
h. MMT
i. Anthropometri
j. Tes fungsional dasar dan aktivitas
k. Tes aktivitas fungsional (FIM, Barthel, Katz)
l. Gait analysis
m. Home evaluation
Assessment atau pemeriksaan merupakan komponen penting dalam segala manajemen penatalaksanaan fisioterapi. Pemeriksaan ini menjadi begitu penting karena sedikitnya ada 3 alasan pokok, yaitu:
1. Dapat mengidentifikasi masalah pasien yang akan diintervensi oleh fisioterapis, dengan kata lain menegakkan diagnosis fisioterapi.
2. Dapat mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pasien dari waktu ke waktu
a. Memberikan motivasi pada pasien
b. Memberikan informasi tentang efektivitas terapi yang berguna untuk menentukan manajemen penatalaksanaan fisioterapi selanjutnya
3. Dapat dipakai sebagai alat ukur untuk menentukan biaya atau efisiensi terapi.
Dalam memilih satu alat ukur, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
- Keluhan utama pasien atau diagnosis medis jika telah ditegakkan.
- Stadium atau kemampuan pasien saat itu.
- Kedudukan dalam tim rehabilitasi.
- Sensitivitas atau responsivitas dari alat ukur
- Validitas dan reliabilitas alat ukur
- Ceiling effect dan floor effect dari alat ukur.
- Dan lain-lain
Sering seorang fisioterapis atau grup fisioterapis dalam satu institusi memakai alat ukur yang mereka sepakati atau mereka kembangkan sendiri. Banyak pendapat bahwa asal alat ukur tersebut telah dipahami bersama dan ada keajegan diantara mereka, maka alat ukur tersebut bisa dipakai. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar. Walaupun bisa saja antara satu institusi dengan institusi lain menggunakan alat ukur yang berbeda untuk kasus yang sama, tetapi alat ukur yang baik tentunya harus yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya atau dengan kata lain telah terstandarisasi.
PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN
1. Tes Keseimbangan duduk
Tipe pengukuran:
mengukur dan menilai kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan dalam posisi duduk
Alat yang dibutuhkan:
stop watch dan bed
Waktu tes:
30 detik
Prosedur tes:
Pasien duduk di tepi bed, kaki tersangga, kedua tangan diletakkan di sisi tubuh dan punggung tak tersangga, selama 15 detik. Jika mampu menahan posisi ini selama 15 detik, fisioterapis menggoyang/mendorong pasien ke arah depan, belakang dan samping (dengan tenaga dorongan yang diperkirakan mampu diterima pasien), hingga waktu 30 detik berakhir.
Skor:
4 (normal) : mampu melakukan tanpa ada bantuan fisik
3 (good) : membutuhkan bantuan dari sisi tubuh yang lemah
2 (fair) : mampu mempertahankan posisi statis, tapi perlu bantuan dalam reaksi
tegak
1 (poor) : tak mampu mempertahankan posisi statis tegak
Skor normal : 4
Reliabilitas : dipertanyakan
Validitas : signifikan, korelasi indek Barthel pada 1,2 dan 3 minggu pasca stroke
Keunggulan dan kelemahan :
- sederhana, cepat dan mudah dilakukan
- banyak digunakan di rumah sakit pada pasien stroke
- standarisasi gangguan dan skor dipertanyakan
2. Tes Keseimbangan berdiri
a. Clinical Test of Sensory Interaction of Balance (CTSIB)
Tipe pengukuran:
pengukuran terhadap kemampuan mempertahankan posisi berdiri pada keadaan berkurang atau berselisihnya-nya petunjuk sensorik.
Alat yang dibutuhkan :
stop watch, foam padat, dome
Waktu tes:
6 jenis tes, masing-masing 30 detik
Prosedur tes:
Berdiri tegak tanpa alas kaki dengan kedua kaki terpisah 10 cm atau rapat. Berikan penjelasan atau contoh kepada pasien tentang tes yang akan dilakukan. Pasien berdiri tegak dan mempertahankan posisi tersebut dengan kedua tangan di samping tubuh. Fisioterapis memberikan aba-aba “mulai” bersamaan dengan menghidupkan stopwatch dan “stop” bersamaan dengan mematikan stopwatch setelah 30 detik atau saat pasien kehilangan keseimbangannya.
Jenis tes :
1. Mata terbuka; berdiri di permukaan yang keras
2. Mata tertutup; berdiri di permukaan yang keras
3. Konflik visual (memakai dome); berdiri di permukaan yang keras
4. Mata terbuka; berdiri di atas foam
5. Mata tertutup; berdiri di atas foam
6. Konflik visual (memakai dome); berdiri di atas foam
Skor normal
Umur 25-44 : mampu melakukan semua tes sesuai dengan waktu (30 detik)
Umur 45-64 : mampu melakukan semua tes sesuai dengan waktu (30 detik) dengan sedikit
penurunan pada jenis tes nomor 6
Umur 65-84 : mampu melakukan/mempertahankan
30 detik untuk 3 tes pertama
29 detik untuk tes nomor 4
17 detik untuk tes nomor 5
19 detik untuk tes nomor 6
Reliabilitas : retes bagus pada pasien stroke (DiFabio R, 1990)
Validitas signifikan untuk menilai perkembangan pasien stroke (Hill K, 1997)
Keunggulan dan kelemahan:
- Bermanfaat untuk menentukan jenis kelainan pada sistem sensorik, vestibular dan visual
- Merupakan tes statis dan tidak fungsional.
b. “Functional reach test”
Tipe pengukuran :
mengukur kemampuan dalam "meraih" ("reach") dari posisi berdiri tegak
Alat yang diperlukan:
penanda dan penggaris
Waktu tes:
15 detik
Prosedur tes
Posisi pasien berdiri tegak rileks dengan sisi yang sehat dekat dengan dinding; kedua kaki renggang (10 cm). Pasien mengangkat lengan sisi yang sehat (fleksi 90o). Fisioterapis menandai pada dinding sejajar ujung jari tangan pasien.
Pasien diberikan instruksi untuk meraih sejauh-jauhnya (dengan membungkukkan badan) dan ditandai lagi pada dinding sejajar dimana ujung jari pasien mampu meraih. Kemudian diukur jarak dari penandaan pertama ke penandaan yang kedua.
Skor normal
Umur 20-24; laki-laki 42 cm dan wanita 37 cm
Umur 41-69; laki-laki 38 cm dan wanita 35 cm
Umur 70-87; laki-laki 33 cm dan wanita 27 cm
Reliabilitas interrater 0.98 (bagus) pada orang normal (Duncan P, 1990)
Reliabilitas retes 0.92 (bagus) pd orang normal dan penderita Parkinson (Schenkmen, 1997).
Validitas: Signifikan, termasuk dalam menilai perkembangan pasien stroke (Hill K, 1997).
Keunggulan dan kelemahan:
- Tes sederhana, cepat dan membutuhkan peralatan minimal
- Kurang sensitif untuk menilai gannguan keseimbangan ringan-sedang
c. Timed Up and Go test
Tipe pengukuran:
Mengukur kecepatan terhadap aktivitas yang mungkin menyebabkan gangguan keseimbangan
Alat yang dibuthkan :
kursi dengan sandaran dan penyangga lengan, stopwatch, dinding
Waktu tes:
10 detik – 3 menit
Prosedur tes
Posisi awal pasien duduk bersandar pada kursi dengan lengan berada pada penyangga lengan kursi. Pasien mengenakan alas kaki yang biasa dipakai. Pada saat fisioterapis memberi aba-aba “mulai” pasien berdiri dari kursi, boleh menggunakan tangan untuk mendorong berdiri jika pasien menghendaki. Pasien terus berjalan sesuai dengan kemampuannya menempuh jaak 3 meter menuju ke dinding, kemudian berbalik tanpa menyentuh dinding dan berjalan kembali menuju kursi. Sesampainya di depan kursi pasien berbalik dan duduk kembali bersandar. Waktu dihitung sejak aba-aba “mulai” hingga pasien duduk bersandar kembali.
Tidak diperbolehkan mencoba atau berlatih terlebih dahulu.
Skor normal
Umur 75 tahun rata-rata 8,5 detik
Reliabilitas interrater dan retes ICC=0,99 (Podsiadlo, 1991)
Validitas signifikan dan berkorelasi dengan tes-tes lain (Berg, Barthel) (berg K, 1992)
Keunggulan dan kelemahan:
- Cepat, sederhana dan peralatan minimal
- Tidak sensitif terhadap gangguan keseimbangan ringan-sedang
d. Step test
Tipe pengukuran :
pengukuran kecepatan saat bergerak dinamis naik turun satu trap dengan satu kaki
Alat yang dibutuhkan :
stopwatch, blok setinggi 7,5 cm
Waktu tes:
30 detik
Prosedur tes :
Pasien berdiri tegak tak tersangga, sepatu dilepas, kedua kaki sejajar berjarak 5 cm di belakang blok. Fisioterapis berdiri di salah satu sisi pasien dengan satu kaki diletakkan di atas blok untuk stabilisasi blok. Pasien dipersilahkan memilih kaki yang mana yang menapak ke atas blok dan kaki yang menyangga berat badan. Pasien diajarkan bahwa kaki harus menapak sempurna pada blok dan kembali pada tempat semula juga dengan sempurna dan ini dilakukan secepat mungkin. Tes dimulai saat pasien menyatakan siap dengan aba-aba “mulai” dan stopwatch dihidupakan. Jumlah step dihitung 1 kali jika pasien menapak pada blok dan kembali ke tempat semula. Tes diakhiri saat stopwatch menunjukkan waktu 15 detik dengan aba-aba "stop" dan dicatat jumlah step yang dilakukan pasien. Prosedur yang sama diulangi pada kaki satunya.
Skor normal: Usia 73 tahun rata-rata 17 kali tiap 15 detik.
Reliabilitas Retes ICC>0,90 pd orang tua sehat & ICC>0,88 pd pasien stroke (Hill K, 1996).
Validitas mempunyai korelasi yang signifikan dengan tes meraih (reach test), kecepatan langkah dan lebar langkah saat jalan dan menunjukkan perkembangan pasien stroke signifikan (Hill K, 1997).
Keunggulan dan kelemahan:
- Cepat, sederhana dan peralatan minimal
- Terlihat sensitif untuk gangguan keseimbangan ringan-sedang
- Kurang sensitif untuk menilai penyebab gangguan keseimbangan pada penderita Parkinson.
e. Skala keseimbangan dari Berg (Berg Balance Scale)
Tipe pengukuran:
pengukuran terhadap satu seri keseimbangan yang terdiri dari 14 jenis tes keseimbangan statis dan dinamis dengan skala 0-4 (skala didasarkan pada kualitas dan waktu yang diperlukan dalam melengkapi tes)
Alat yang dibutuhkan :
stopwatch, kursi dengan penyangga lengan, meja, obyek untuk dipungut dari lantai, blok (step stool) dan penanda
Waktu tes:
10 – 15 menit
Prosedur tes
Pasien dinilai waktu melakukan hal-hal di bawah ini, sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh Berg
1. Duduk ke berdiri
2. Berdiri tak tersangga
3. Duduk tak tersangga
4. Berdiri ke duduk
5. Transfers
6. Berdiri dengan mata tertutup
7. Berdiri dengan kedua kaki rapat
8. Meraih ke depan dengan lengan terulur maksimal
9. Mengambil obyek dari lantai
10. Berbalik untuk melihat ke belakang
11. Berbalik 360 derajad
12. Menempatkan kaki bergantian ke blok (step stool)
13. Berdiri dengan satu kaki didepan kaki yang lain
14. Berdiri satu kaki
Normal skor : 56
Reliabilitas retes dan interrater tinggi pada pasien stroke dan usia lanjut (Berg K, 1995)
Validitas mempunyai korelasi yang signifikan dengan perkembangan pasien stroke (Stevenson T, 1996)
Keunggulan dan kelemahan:
- Meliput banyak tes keseimbangan , khususnya tes fungsional baik statis maupun dinamis.
- Keterbatasan dalam menilai gangguan keseimbangan ringan-sedang
f. Tes Pastor/ tes Marsden
Tipe pengukuran :
pengukuran kemampuan untuk mempertahankan posisi terhadap gangguan dari luar
Alat yang dibuthkan :
tidak ada
Waktu tes:
10 detik
Prosedur tes
Fisioterapis berdiri di belakang pasien dan memberikan tarikan secara mengejut pada bahu pasien ke belakang. Pasien yang kedua matanya tetap terbuka selama tes diinstruksikan untuk bereaksi melawan tarikan tersebut untuk mecegah agar tidak jatuh ke belakang. Respon pasien tersebut dinilai dengan skala seperti di bawah ini :
0 tetap berdiri tegak tanpa melangkah ke belakang
1 berdiri tegak dengan mengambil satu langkah ke belakang untuk mempertahankan stabilitas
2 mengambil 2 atau lebih langkah ke belakang tetapi mampu meraih keseimbangan lagi
3 mengambil beberapa langkah ke belakang tetapi tak mampu meraih keseimbangan lagi dan memerlukan bantuan terapis untuk membantu meraih keseimbangan
4 jatuh ke belakang tanpa mencoba mengambil langkah ke belakang
Skor normal: 0-1
Reliabilitas retes tinggi pada pasien Parkinson (Smithson F, 1996)
Validitas menunjukkan validitas yang signifikan dalam membedakan orang normal dengan pasien Parkinson (Smithson F, 1998).
Keunggulan dan kelemahan:
- Sederhana, cepat
- Kesulitan dalam menstandarisasi gangguan dari luar
TES FUNGSI LENGAN DAN TANGAN
Fungsi lengan dan tangan terutama adalah untuk berinteraksi dengan lingkungan (Carr & Shepherd, 1998). Fungsi ini merupakan satu unit koordinasi (Ada etal, 1994) tidak hanya pada lengan itu sendiri tapi juga melibatkan tubuh (postural) yang membutuhkan integrasi sensorik (visual, vestibular dan somatosensorik) dan motorik (hogan & Winters, 1990). Bahkan fungsi tangan dikatakan sebagai membutuhkan koordinasi atau ketrampilan tingkat tinggi (deksteritas).
Pada penderita stroke fungsi lengan dan tangan pada sisi yang lemah sering kali terganggu dan biasanya merupakan gejala sisa (sequel) yang paling nyata.
a. Action research arm test
Tipe pengukuran :
menilai kemampuan dalam memegang, menggenggam, menjumput dan gerakan massal tangan
Alat yang dibutuhkan :
potongan kayu (blok), bola tenis, batu, gelas, tabung, mur-baut, kelereng, korek api
Waktu tes :
8 – 30 menit
Prosedur tes
Ada 4 subtes yang dievaluasi dimana masing-masing terdiri dari satu seri tes, yaitu :
A. Memegang (grasp)
1. Potongan kayu (blok) kubus 10 cm
2. Blok 2,5 cm
3. Blok 5 cm
4. Blok 7,5 cm
5. Bola tennis diameter 7,5 cm
6. Batu 10 x 2,5 x 1 cm
B. Menggenggam (grip)
1. Menuang air dari gelas ke gelas lain
2. Tabung 2,25 cm
3. Tabung 1 cm
4. Memasang mur – baut
C. Menjumput (pinch)
1. Korek api, 6 mm, jari manis dan ibu jari
2. Kelereng, 1,5 cm, jari kelingking dan ibu jari
3. Korek api, jari tengah dan ibu jari
4. Korek api, jari telunjuk dan ibu jari
5. Kelereng, jari tengah dan ibu jari
6. Kelereng, jari telunjuk dan ibu jari
D. Gerakan kasar (gross movement)
1. Menempatkan tangan di belakang kepala
2. Menempatkan tangan di belakang kepala
3. Menempatkan tangan di atas kepala
4. Menggerakkan tangan ke mulut
Jika pasien dapat melakukan tes nomor 1 pada masing-masing sub tes (yang paling sukar) maka pasien mendapat nilai maksimal untuk sub tes itu (18 untuk A; 12 untuk B; 18 untuk C; dan 9 untuk D) dan tidak perlu melengkapi dengan komponen tes lain pada subtes itu tetapi pindah pada subtes berikutnya. Jika pasien tidak mendapat nilai maksimal untuk nomor 1, maka harus dilanjutkan pada nomor 2 (yang termudah) dan jika nomor 2 mendapat skor 0, maka dianggap skor untuk subtes itu adalah 0 dan tidak perlu melanjutkan komponen tes pada subtes itu, tetapi pindah pada subtes berikutnya. Jika nilainya 1 atau lebih maka seluruh komponen pada subtes itu harus dilakukan
Skor normal : 57
Reliabilitas interrater dan retes cukup tinggi pada pasien stroke (Lyle R, 1981)
Validitas menunjukkan korelasi yang signifikan dalam perkembangan pasien stroke (Crow J, 1989)
Keunggulan dan kelemahan :
- Mampu mencakup penilaian gerak tangan yang cukup luas
- Alat yang dibutuhkan tergolong non standar
b. Purdue Peg Board test
Tipe pengukuran :
evaluasi fungsi lengan-tangan (deksteritas; ketrampilan)
Alat yang dibutuhkan:
pin, mur-baut, papan berlobang-lobang berjajar 2 masing-0masing ada 25 lobang
Waktu tes :
5 menit
Prosedur tes: Ada 4 macam subtes yaitu :
1. Dalam 30 detik, pasien harus memasukkan pin ke lobang sebanyak mungkin dengan tangan terpilih (skor = jumlah pin yang mampu dimasukkan ke lobang)
2. Dalam 30 detik, pasien harus memasukkan pin ke lobang sebanyak mungkin dengan tangan tak terpilih (skor = jumlah pin yang mampu dimasukkan ke lobang)
3. Dalam 30 detik, pasien harus memasukkan pin ke lobang sebanyak mungkin dengan menggunakan kedua tangan secara bergantian (skor = jumlah pasangan pin mampu dimasukkan)
4. Dalam 60 detik, dengan menggunakan kedua tangan bergantian mampu menyusun pin, mur-baut (skor jumlah pin, mur-baut yang tersusun sempurna)
Skor normal pada sample 35 orang sehat usia 60-89 tahun
1. 13.0
2. 12,4
3. 10,2
4. 28,3
Reliabilitas retes ICC 0,66-0,90 pada subyek orang tua sehat (Desrosiers J, 1995)
Validitas bagus sebagai salah satu tes untuk penderita Parkinson (Baas H, 1993)
Keunggulan dan kelemahan: tes ini cepat dan sederhana, tetapi fungsi yang dievaluasi terbatas.
PEMERIKSAAN GLOBAL
Pemeriksaan global (global measure) disebut juga pemeriksaan fungsional (functional assessment) atau pemeriksaan aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL evaluation). Tes ini sering dilakukan oleh OT, tapi dilakukan juga oleh dokter, perawat atau fisioterapis atau oleh team rehabilitasi bersama-sama, untuk menilai tingkat ketergantungan atau kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Ini menjadi penting karena tujuan akhir dari rehabililtasi (misalnya stroke) adalah pasien bisa melakukan AKS-nya, jadi merupakan komponen yang vital terutama dalam "discharge planning" dari unit rehabilitasi.
Pemeriksaan global yang lazim dipakai diantaranya adalah :
a. Indeks Barthel
Tipe pengukuran : Mengukur kemampuan aktivitas fungsional
Alat yang dibutuhkan: Tidak dibutuhkan peralatan khusus
Waktu tes: 20 menit
Prosedur tes
1. Pemeliharaan kesehatan diri 0 - 5
2. Mandi 0 - 5
3. Makan 0 - 10
4. Toilet (BAK & BAB) 0 - 10
5. Naik/turun tangga (trap) 0 - 10
6. Berpakaian 0 - 10
7. Kontrol BAB 0 - 10
8. Kontrol BAK 0 - 10
9. Ambulasi 0 - 15
Kursi roda 0 - 5 (bila pasien ambulasi dengan kursi roda)
10. Transfer kursi/bed 0 - 15
Skor normal 100
Reliabilitas retes tinggi untuk pasien stroke (Shah S, 1989)
Validitas menunjukkan korelasi saat masuk & keluar RS pada penderita stroke (Shah S, 1989)
Keunggulan dan kelemahan :
- sangat lazim dipakai (meski versinya banyak)
- dipakai secara luas oleh berbagai disiplin ilmu
- nilai kadang tidak menggambarkan kemampuan riil (skor tinggi tapi mempunyai disabilitas atau handicap sedang)
b. Functional Independent Measure (FIM)
Tipe pengukuran:
aktivitas fungsional, FIM sering dipakai sebagai patokan pengukuran di dunia rehabilitasi dan alat evaluasi efektivitas dan efisiensi program
Alat yang dibutuhkan :
tidak diperlukan alat khusus (observasi)
Komponen tes:
ada 6 sub tes terdiri dari 18 jenis tes, masing-masing berskala 1-7 (atau 1-4)
Prosedur tes
Pasien dinilai saat melakukan aktivitas di bawah ini:
1. Perawatan diri
- makan
- berdandan
- mandi
- berpakaian (tubuh atas)
- berpakaian (tubuh bawah)
- toileting
2. Kontrol sfingter
- kontrol BAK
- kontrol BAB
3. Mobilitas
- transfer (bed/kursi/kursi roda)
- transfer (toilet)
- transfer (bak/tub/shower)
4. Lokomosi
- jalan atau memakai kursi roda
- naik-turun trap
5. Komunikasi
- komprehensif
- ekspresi
6. Kognisi sosial
- interaksi sosial
- pemecahan masalah
- memori
Skor normal 126 (skala 1-7) atau 72 (skala 1-4)
Validitas dan reliabilitas dilaporkan cukup tinggi (Carr & Shepherd , 1998)
Keunggulan dan kelemahan hampir sama dengan pemeriksaan fungsional lainnya dan harus memiliki definisi operasional yang jelas untuk tiap-tiap komponen tes dan standar nilainya.
b. Indeks Katz
Tipe pengukuran:
aktivitas fungsional
Alat yang dibutuhkan :
tidak diperlukan alat khusus (observasi)
Komponen tes:
ada 6 sub tes, masing-masing digolongkan sebagai mandiri atau tergantung
Prosedur tes
Pasien dinilai saat melakukan aktivitas di bawah ini:
1. Mandi
2. Berpakaian
3. Toileting
4. Transfer
5. Kontrol BAK dan BAB
6. Makan
Penilaian
A. Mandiri
B. Mandiri, kecuali 1 fungsi
C. Mandiri, kecuali mandi dan 1 fungsi lain
D. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan 1 fungsi lain
E. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, toileting dan 1 fungsi lain
F. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, toileting, transfer dan 1 fungsi lain
G. Tergantung
Skor normal A (mandiri)
Reliabilitas dan validitas dilaporkan bagus dan berkorelasi secara signifikan dengan tes fungsional lainnya.
Keunggulan dan kelemahan hampir sama dengan tes fungsional lainnya, hanya untuk indeks Katz dinyatakan kurang sensitif.
Pemeriksaan Tonus: Skala Ashworth yang dimodifikasi
0 Tidak ada peningkatan tonus otot
1 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya tahanan minimal (catch and release) pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi
2 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya pemberhentian gerakan (catch) dan diikuti dengan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi tetap mudah digerakkan
3 Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tapi sendi masih mudah digerakkan
4 Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan
5 Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi
Thursday, April 30, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Popular Posts
-
Tidak jarang anda mengalami sakit pinggang, apakah karena menabrak bufet, membongkok pada saat anda duduk di kursi untuk memungut sesuatu,...
-
Definisi Sakit punggung merupakan salah satu alasan paling umum orang mengunjungi dokter mereka. Menurut National Institute of Arthritis ...
-
Di Amerika Serikat nyeri punggung bawah/ nyeri pinggang adalah salah satu yang paling dikeluhkan. Mayo Clinic menyatakan bahwa kebanyakan o...
-
Seseorang dengan telapak kaki datar (flat foot) memiliki lengkungan rendah atau tidak ada lengkungan sama sekali pada telapak kakinya. ...
-
Apakah kaki pengkor? Kaki pengkor, juga dikenal sebagai talipes equinovarus, adalah bawaan (hadir sejak lahir) kelainan bentuk k...
-
BAB I PENDAHULUAN Menurut UU No. 23/1992 bahwa pembangunan nasional akan terwujud bila terjadi derajat kesehatan yang optimal bagi masyaraka...
-
Definisi Arteriosklerosis merupakan istilah umum untuk beberapa penyakit, dimana dinding arteri menjadi lebih tebal dan kurang lentur. Penya...
-
Pada hakikatnya, pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya, jasmani dan rohani yang dilaksanakan secara terarah, terpadu men...
-
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan pembangunan bangsa Indonesia yaitu memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapa...
-
Spondylolisthesis adalah suatu kondisi di mana salah satu tulang dari tulang belakang (vertebra) slip keluar dari tempat ke vertebra di b...
No comments:
Post a Comment