Thursday, April 30, 2009

PERAN AKUPUNKTUR DALAM MENUNJANG TERAPI MEDIS DAN FISIOTERAPI

ABSTRAK
Pasien yang memerlukan terapi rehabilitasi medis dan fisioterapi sering disertai nyeri dan kelemahan / kelayuhan otot gerak, kaku sendi, gangguan emosional yang beupa takut, patah semangat, kurang bergairah. Akupunktur yang dikelola oleh akupunkturis disertai pemilihan titik akupunktur yang tepat dan saat pemberian yang tepat akan menunjang terapi rehabilitasi medis dan fisioterapi, khususnya dalam hal menghilangkan nyeri serta memperkuat otot gerak / mempercepat pemulihan fungsi alat gerak.
Kata kunci : akupunktur, rehabilitasi medis, fisioterapi



PENDAHULUAN
Tugas seorang fisioterapis sangat diharapkan oleh dokter spesialis Rehabilitasi Medik dan pasien yang memerlukan terapi pemulihan fisik mereka, baik akibat trauma / kecelakaan maupun karena penyakit dan proses degenerasi maupun pasca bedah. Namun sering fisioterapis menghadapi kendala-kendala khususnya dari pasien.
Kendala yang dihadapi yang berasal dari pasien antara lain adalah :
1. Nyeri
Pada pasien pasca trauma baik yang memerlukan tindakan operasi / non operasi sering disertai nyeri, baik kualitas ringan, sedang maupun berat. Hal ini sangat dirasakan pada pelatihan gerakan pada pasien dengan kaku sendi akibat immobilisasi anggota gerak yang lama. Nyeri akut ini bila tidak dikelola dengan baik akan berkembang menjadi nyeri kronik yang akan lebih menyulitkan fisioterapis di dalam melakukan latihan baik pasif maupun aktif pada pasien.
2. Kelemahan otot gerak
Akibat tidak difungsikannya bagian tubuh dalam waktu yang lama, akan mengalami hipofungsi. Untuk otot gerak, bila tidak difungsikan dalam waktu lama akan mengalami hipotrofi sampai atrofi. Otot akan menjadi lebih kecil, lebih lemah kurang bertenaga. Hal ini akan mengurangi stamina, kelincahan gerak anggota tubuh.


3. Emosi
Suasana psikologis / emosional pasien sangat dipengaruhi oleh kepribadian masing-masing. Namun bila pasien dihadapkan pada kenyataan bahwa dia menderita sakit yang berkepanjangan seolah tanpa harapan padahal sebelum sakit aktivitas dan mobilitasnya tinggi. Apalagi bila disertai nyeri baik pada waktu istirahat / diam maupun nyeri yang timbul pada waktu bergerak / beraktivitas pasti akan lebih menderita lagi. Belum lagi sikap, perilaku, tata cara serta profesionalisme fisioterapis kurang mendukung situasi emosional pasien, sudah bisa dipastikan akan lebih menambah derita emosional pasien.

Ketiga hal tersebut adalah kenyataan yang akan dan selalu dihadapi oleh fisioterapis, sehingga pantas kita harus mencari solusi yang tepat. Harus dipahami bahwa pasien-pasien yang memerlukan jasa fisioterapis jauh lebih banyak yang berlangsung jangka panjang. Oleh karena itu perlu dicari cara / metode yang murah, aman, rasional, efektif, dan mudah.

Jawabannya adalah akupunktur. Mengapa akupunktur?

1. Akupunktur mampu mengatasi nyeri
WHO (World Health Organization) atau Badan Kesehatan Dunia, telah memberikan rekomendasi bahwa akupunktur dapat digunakan untuk terapi nyeri, meliputi :
a. Nyeri akut: pasca bedah, persalinan, cedera olahraga.
b. Nyeri kronik: artritis, nyeri kepala, tennis arm, shoulder arm syndrom, nyeri punggung bawah, nyeri leher (torticollis), migrain, dan lain-lain.
c. Nyeri kanker: baik nyeri akibat pembesaran / pendesakan tumor ke jaringan sekitar, nyeri karena proses tindakan untuk menegakkan diagnosa, maupun nyeri karena terapi menggunakan obat sitostatika.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia sudah menerbitkan Surat Keputusan dan Peraturan Menkes yang mengatur mengenai Pengobatan Tradisional, Akupunktur sebagai salah satu bentuk pelayanan di sarana kesehatan, maupun tenaga lulusan D3 Akupunktur sebagai Tenaga Kesehatan.
Mekanisme analgesia (hilangnya nyeri) yang ditimbulkan oleh akupunktur telah diteliti oleh banyak pakar di banyak negara di luar Cina. Penelitian-penelitian tersebut membuktikan bahwa :
1. Titik akupunktur merupakan kumpulan sel-sel ang sifat kelistrikannya adalah rendah hambatan listriknya, sehingga mudah menghantarkan sinyal listrik. Ditunjang oleh pemeriksaan electron mikroskop pada sel-sel titik akupunktur mempunyai hubungan celah antar sel yang jumlahnya 2,5 kali dibanding sel bukan titik akupunktur. Hubungan celah antar sel ini disebut gap junction yang hanya dapat dilalui oleh molekul air dan ion-ion yang bermuatan listrik yang berada di dalam sel.


2. Meridian yang menghubungkan titik akupunktur satu dengan titik akupunktur lainnya dalam satu jalur yang terkait dengan organ dalam tertentu, bukan merupakan jalur saraf, jalur pembuluh darah maupun pembuluh getah bening. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Dr. Koosnadi yang menggunakan zat kontras Technetium pertechnetate yang difoto dengan sinar gamma, ternyata hasilnya menunjukkan bahwa migrasi (perpindahan) zat kontras tadi dari titik akupunktur yang disuntik zat kontras menuju ke titik akupunktur berikutnya pada satu meridian (meridian ginjal).

3. Hantaran rangsang akupunktur dijalarkan melalui saraf sensorik, dibuktikan dengan penelitian yang menggunakan obat analgetik lokal yang diinjeksikan pada saraf sensorik di dekat titik akupunktur yang akan dirangsang. Ternyata hasilnya adalah rangsangan akupunktur yang seharusnya memberikan analgesia menjadi tidak berefek, artinya pasien tetap merasakan nyeri.

4. Analgesia yang dihasilkan akupunktur adalah melalui cara yang disebut endorfinergik, yaitu melalui pelepasan substansi kimia yang disebut endorfin (endogenous morfin, atau morfin yang dihasilkan oleh tubuh sendiri). Pembuktiannya melalui pemberian nalokson, substansi yang berkhasiat mengantagonis (melawan/menetralkan) morfin. Injeksi nalokson sebelum dilakukan rangsang akupunktur akan menggagalkan terjadinya analgesia.

5. Analgesia yang dihasilkan akupunktur ternyata dipengaruhi oleh frekuensi rangsangan jarum akupunktur. Rangsangan pada jarum akupunktur sudah sejak tahun 1960an menggunakan rangsangan listrik yaitu elektrostimulator. Frekuensi rangsangan dapat diatur kecepatannya, di mana :
• Frekuensi rendah (< 10 Hz) akan merangsang pelepasan  endorfin dan enkefalin.
• Frekuensi tinggi (+ 100 Hz) akan merangsang pelepasan dinorfin.
• Frekuensi lebih tinggi (200 Hz) akan merangsang pelepasan noradrenalin.

Semua substansi kimia tersebut baik yang dikeluarkan pada rangsangan jarum akupunktur menggunakan frekuensi rendah, tinggi maupun lebih tinggi adalah merupakan neurotransmiter (penyampai peran antar sel saraf) yang menghambat nyeri, artinya pasien yang dirangsang titik akupunktur dengan frekuensi tersebut akan merasakan nyeri yang selama ini dideritanya menjadi jauh berkurang.

6. Pada penelitian pasien yang dirangsang nyeri menggunakan air panas dengan suhu 500C pada ujung jari telunjuk tangannya, sementara pasien tersebut dipantau kegiatan otaknya dengan fMRI (functional Magnetic Resonance Imaging). Hasil pantauan menunjukkan bahwa ada bagian-bagian otak yang menunjukkan aktivitas saat dirangsang nyeri, menjadi berkurang / tidak lagi menunjukkan aktivitas setelah sebelumnya diberikan rangsangan pada titik akupunktur LI4 – Hegu. Hal ini menunjukkan bahwa akupunktur memang mempengaruhi pusat nyeri di otak dan koordinasinya dengan pusat emosi, sehingga efek akupunktur kecuali mengurangi nyeri juga ikut membantu mengurangi emosi yang terkait dengan kejadian nyeri.

2. Akupunktur mampu Menunjang Pemulihan Fungsi Alat Gerak
Penggunaan praktis akupunktur untuk kasus Bell’s palsy sudah sangat sering dilakukan dan diteliti. Meskipun titik-titik yang dipilih berbeda antara praktisi akupunktur satu dengan yang lain, akan tetapi pada prinsipnya adalah pemilihan titik akupunktur di otot-otot mimik yang terkena kelumpuhan. Melalui rangsangan listrik frekuensi rendah, maka otot yang ditusuk jarum dan dialiri listrik tersebut mengalami kontraksi secara ritmis. Biasanya dilakukan selama 15-30 menit, 2 hari sekali selama 12 kali dalam 1 seri, dan memberi hasil jauh lebih baik dan lebih cepat dibandingkan terapi yang hanya menggunakan obat.
Akupunktur tidak hanya digunakan untuk terapi Bell’s palsy (kelumpuhan otot wajah) tetapi juga kelumpuhan otot gerak lain baik di anggota gerak atas maupun bawah, baik akibat trauma maupun penyakit dan proses degenerasi. Akupunktur memberi hasil yang memuaskan bila terapi akupunktur segera dilakukan (tidak terlambat) pada pasien stroke maupun cedera tulang belakang sepanjang saraf motoriknya tidak putus/ rusak berat.

3. Akupunktur mampu Menenangkan Emosi Pasien
Mengenai pengaruh akupunktur terhadap emosi pasien, seperti penelitian yang menggunakan fMRI di atas, terbukti bahwa bagian otak yang menghilang aktivitasnya yaitu cortex eingulum arterior. Bagian otak tersebut adalah bagian yang juga menghubungkan dengan sistem limbik, yaitu bagian otak yang mengendalikan emosi seseorang.


Jadi kesimpulannya adalah bahwa akupunktur mempunyai peran penting terkait dengan praktek fisioterapi khususnya di dalam hal mengatasi nyeri pasien, mempercepat pemulihan otot gerak serta mengendalikan emosi pasien. Dengan demikian akan menguntungkan pasien dan meningkatkan kepercayaan pasien terhadap fisioterapis.


PENUTUP
Akupunktur memenuhi kriteria mensupport terapi jangka panjang rehabilitasi pasien karena memang akupunktur itu M (mudah dilakukan bagi yang sudah belajar teori dan praktek), A (aman karena tidak ada efek samping yang ditimbulkan seperti pemakaian obat jangka panjang), R (rasional, sudah banyak penelitian yang ternyata memang berkhasiat), E (efektif memberikan hasil baik), M (murah, bahkan sangat murah dibanding harga obat).


REFERENSI

Chaitow, L., The Acupuncture Treatment of Pain, 1990, Healing Arts Press, Rochester
Filshie, J., White, A., Medical Acupuncture, A Western Scientific Approach, 1998, Churchill, Livingstone, Singapore
Gellman, H., Acupuncture Treatment for Musculosceletal Pain, A Texbook for Orthopaedic, Anesthesia and Rehabilitation, 2002, Mc. Naughton & Gunn Inc, Michigan
Hopwood.V., Lovesay, M., Mokone, S. Acupuncture and Related Techniques in Physcal Therapy, 1997, Churchill Livingstone, Singapore
Kho , HG., Acupuncture in Anesthesia and Surgery – Studies in China and the Netherlands, 1991, Handboekbinderij Mathieu Geertsen, Nyimegen
Ma, YT., Ma, M., Cho, Z,H., Biomedical Acupuncture for Pain Management, An Intergrative Approach, 2005, Elsevier Churchill Livingstone, St. Louis
Peilin, S., The Management of Post - Operative Pain with Acupuncture, 2007, Churchill Livingstone, Elsevier, China
Yang, Y., Chinese Herbal Medicines-Comparisons and Characteristics, 2002, Churchill Livingstone, China

No comments:

Post a Comment

Popular Posts